Wakil Ketua DPR dan Teten Sepakat Lindungi UMKM dari Serbuan Produk Impor
Keduanya berdiskusi tentang masalah koperasi dan UMKM, termasuk juga membahas soal produk herbal seperti jamu, wellness, dan fitofarmaco.
IDXChannel - Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel dan Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki menyatakan prihatin terhadap kondisi UMKM Indonesia akibat serbuan produk impor.
"Kami memiliki kesamaan gagasan dan sikap untuk melindungi UMKM dari produk impor. Ini sangat penting bagi masa depan Indonesia," kata Gobel saat memerima kunjungan MenkopUKM di rumah dinasnya di Jakarta, dilansir dari keterangan tertulis, Sabtu (8/4/2023).
Keduanya berdiskusi tentang masalah koperasi dan UMKM, termasuk juga membahas soal produk herbal seperti jamu, wellness, dan fitofarmaco. Mereka juga membahas produk tekstil tradisional Indonesia seperti batik, songket, tenun, dan kain karawo. Selain itu mereka juga membahas tentang impor garmen dan kain bekas.
"UMKM harus menjadi tuan rumah di negerinya sendiri, bahkan bisa menjadi salah satu pilar ekspor produk Indonesia," kata Politisi Fraksi Partai Nasdem tersebut.
Gobel mengatakan perlindungan, penguatan, dan pemberdayaan terhadap UMKM memiliki makna strategis bagi ekonomi nasional dan ketahanan nasional.
Ia menyebutkan sejumlah alasan, yaitu pertama UMKM menyerap tenaga kerja yang sangat besar. Kedua, jumlah UMKM sangat besar. Ketiga, produk UMKM memiliki kandungan lokal yang sangat besar. Keempat, UMKM merupakan pilar utama nasional dalam menghadapi beragam krisis nasional.
Lalu, Kelima produk-produk UMKM banyak yang merupakan wujud dari kebudayaan nasional seperti batik, handicraft, tenun, songket, jamu, dan sebagainya; dan Keenam, basis UMKM berada di desa sehingga berada di akar rumput.
“Ekonomi yang berbasis budaya selalu mengandung filosofi budaya kita dan itu diwariskan dari generasi ke generasi. Sejarahnya sangat panjang. Jika ekonomi berbasis budaya ini punah maka kita akan kehilangan pijakan," ucapnya.
Oleh karena itu, Gobel meminta kepada pemerintah untuk melarang impor produk ekonomi yang berbasis budaya bangsa, seperti batik, songket, tenun, dan sebagainya.
“Jika kita membiarkan ini terus-menerus, maka pada saatnya industri batik kita akan punah dalam beberapa generasi ke depan. Lalu generasi mendatang tak bisa lagi membatik dan batik menjadi sesuatu yang asing," ungkapnya.
Kita jangan mengulang kesalahan pada kasus rotan karena membuka keran ekspor rotan asalan dan mematikan sebagian besar industri rotan nasional. Padahal sebelumnya Indonesia menjadi eksportir produk kerajinan rotan dari UMKM," imbuh Gobel.
Sementara itu, Menteri Teten menjelaskan ihwal kasus yang menimpa salah satu jenis sarung produk asal Pekalongan dan Tegal, Jawa Tengah, yang sering disebut sebagai sarung toldem. Menurutnya, sarung produk UMKM ini diekspor ke berbagai negara Afrika, tetapi mulai ditiru oleh China.
Tak hanya produk UMKM berbasis budaya, industri garmen skala rumah tangga dan skala kecil juga terancam oleh produk garmen impor.
Misalnya seperti yabg terjadi di sentra-sentra konveksi di Jawa Barat yang mulai kepayahan dalam menghadapi serbuan impor ini.
"Kami juga sepakat untuk tetap melarang impor pakaian bekas. Jika ada pakaian bekas maka itu ilegal, karena itu dilarang sejak 2015,” kata Teten.
Lalu, Gobel menambahkan bahwa selalu alasannya agar rakyat bisa membeli barang murah. Tapi industri konveksi yang terancam oleh pakaian bekas juga isinya rakyat. Karena industri konveksi ini industri rumahan.
"Jadi, pada akhirnya kita harus menentukan akan memilih rakyat yang mana. Tentu sebagai bangsa yang waras akan memilih yang bernilai strategis dan produktif,” tegasnya.
Tentang produk herbal, keduanya sepakat jangan hanya jamu tapi juga wellness dan fitofarmaco. Sehingga memiliki skala ekonomi yang lebih besar dan nilai ekonomi lebih tinggi. Selain itu, juga perlu ada bantuan permodalan. Sebagai contoh, Kalimantan memiliki kemampuan memproduksi jahe. “Namun jika dikirim ke Jawa dalam bentuk jahe akan tidak efisien. Jadi harus sudah diekstrak,” ujar Teten.
Gobel dan Teten juga sepakat untuk segera menyelesaikan RUU Koperasi. “Undang-undang yang berlaku saat ini lahir tahun 1992, sudah butuh penyesuaian,” kata Teten. (NIA)