ECONOMICS

Waspada! Default Rusia Bisa Ganggu Kinerja Ekspor Indonesia

Michelle Natalia 28/06/2022 16:57 WIB

Untuk pertama kalinya dalam 100 tahun, Rusia akhirnya mengalami gagal bayar utang alias default atas obligasi dalam bentuk dolar.

Waspada! Default Rusia Bisa Ganggu Kinerja Ekspor Indonesia. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Untuk pertama kalinya dalam 100 tahun, Rusia akhirnya mengalami gagal bayar utang alias default atas obligasi dalam bentuk dolar. Jika tidak segera dicegah, maka kejadian ini bisa memicu gangguan terhadap kinerja ekspor Indonesia.

Hal ini diungkap oleh Ekonom CORE, Yusuf Rendy Manilet. Dia menilai dampaknya bisa terdiri dari dua channel, yaitu langsung maupun tidak langsung.

Dampak langsung yang dia maksud adalah dampak yang diberikan dari sisi perdagangan terutama antara Indonesia dan Rusia. Sebab, kedua negara merupakan mitra dagang yang cukup erat meski secara persentasi relatif kecil.

"Seperti yang kita tahu kedua negara ini merupakan mitra dagang dan sudah tentu dengan default yang berpotensi terjadi di Rusia akan mempengaruhi kinerja ekspor dari Indonesia menuju Rusia maupun kinerja impor dari Rusia menuju Indonesia. Hanya, jika berbicara prosentase hubungan dagang antara Indonesia dan Rusia relatif kecil hanya berkisar di angka 0,6% dari total ekspor yang dilakukan oleh Indonesia," ujar Yusuf kepada MNC Portal Indonesia di Jakarta, Selasa(28/6/2022). 

Sementara jika berbicara dampak tidak langsung default yang berpotensi terjadi di Rusia akan memberikan beragam dampak terutama melalui kenaikan harga komoditas, harga pangan, dan juga gejolak di pasar keuangan. 

"Harga komoditas berpotensi akan mengalami kenaikan dengan default yang terjadi di Rusia di satu sisi ini akan menguntungkan Indonesia terutama untuk beberapa komoditas seperti batubara, nikel, CPO yang berpotensi mengalami peningkatan dengan potensi terjadinya default di Rusia," ungkap Yusuf.

Namun di sisi lain kenaikan harga komoditas juga berpotensi meningkatkan harga pangan yang pada muaranya juga akan mendorong kenaikan inflasi baik itu inflasi global maupun inflasi domestik.

"Ini tentu perlu diwaspadai karena saat ini training inflasi di Indonesia terutama di sepanjang tahun 2022 diproyeksikan lebih tinggi dibandingkan 2021," ucapnya.

Sementara gejolak di pasar keuangan juga akan berpotensi mendorong meningkatnya potensi inflasi sehingga bisa menambah potensi dinaikkannya suku bunga acuan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat. 

"Langkah ini tentu akan ikut mempengaruhi kebijakan suku bunga acuan di negara berkembang seperti Indonesia. Bank Indonesia tentu punya tekanan untuk juga ikut menaikkan suku bunga acuan apabila suku bunga acuan Amerika Serikat mengalami kenaikan dalam jangka waktu yang relatif singkat dan cepat," pungkasnya. (TYO)

SHARE