WEF 2023 Bahas Polikrisis, Ancaman Kelangkaan SDA di Masa Depan
Pada 2050, permintaan tahunan hasil tambang diperkirakan akan mencapai 450% dari tingkat produksi 2018.
IDXChannel - Gelaran pertemuan forum ekonomi dunia atau World Economic (WEF) 2023 dimulai hari ini, Senin (16/01). Acara yang mempertemukan 50 pemimpin negara dan 300 an CEO berbagai perusahaan ini digelar di Davos, Swiss.
Salah satu yang akan menjadi topik pembahasan utama di forum ini adalah tentang polycrisis atau polikrisis yang saat ini tengah dihadapi dunia.
Dalam Global Risks Report 2023, WEF menerbitkan laporan tentang analisis polikrisis, yang berkaitan dengan kekurangan sumber daya alam seperti makanan, air, serta logam dan mineral.
Seiring volatilitas yang terjadi di beberapa aspek, risiko polikrisis meningkat. Termasuk di antaranya terkikisnya kerja sama geopolitik akan memiliki efek riak.
Laporan tersebut menggambarkan empat ancaman masa depan sosial ekonomi global seperti kekurangan pangan, air dan logam serta mineral sebagai bentuk polikrisis.
Kondisi ini disebut dapat memicu krisis kemanusiaan serta ekologi seperti perebutan sumber daya air bersih dan kelaparan hingga eksploitasi sumber daya yang diproyeksi akan terus berlanjut serta perlambatan dalam mitigasi dan adaptasi iklim.
Ancaman Eksploitasi SDA
Polycrisis atau polikrisis ini disebut menggambarkan potensi kejatuhan sosial ekonomi dan lingkungan di masa depan.
Menurut WEF, kekurangan akses terhadap kebutuhan paling dasar seperti pangan, air, dan energi berada di level mengkhawatirkan baru-baru ini. (Lihat peta di bawah ini.)
WEF mencatat sebanyak 200 juta orang menghadapi kerawanan pangan akut tahun lalu dibandingkan dengan 2019. Jumlah orang di seluruh dunia tanpa listrik juga naik menjadi sekitar 774 juta, setara dengan tingkat pra-pandemi.
Peningkatan biaya hidup dan krisis pasokan ini bisa sangat mengganggu stabilitas dan semakin menunjukkan kerapuhan negara dan menyebabkan hilangnya nyawa, meluasnya kekerasan, pergolakan politik, dan migrasi paksa.
Sementara itu, dunia juga menghadapi pertumbuhan populasi juga yang diperkirakan akan mencapai 8,5 miliar pada tahun 2030.
Dampaknya, konsumsi pangan global juga diproyeksikan meningkat sebesar 1,4% setiap tahun dan terkonsentrasi di negara-negara berpenghasilan rendah hingga menengah. Angka konsumsi diproyeksikan lebih besar dibandingkan dengan tingkat produksi yang hanya sebesar 1,1% per tahun.
Dalam polikrisis, juga diperkirakan akan terjadi kesenjangan antara permintaan dan pasokan air sebesar 40% pada tahun 2030, dengan peningkatan permintaan yang dramatis dan tidak seimbang antar negara.
Polikrisis juga disebut akan menyebabkan terjadinya kelangkaan sumber daya alam pada 2030 nanti. Kondisi ini juga disebabkan karena ekspansi energi berkelanjutan serta infrastruktur terkait yang juga akan mendorong permintaan eksponensial untuk logam dan mineral tambang yang terbatas sumber dayanya.
Dalam hal ekonomi, polikrisis akan berpotensi menyebabkan keruntuhan sistematis rantai pasok komoditas-komoditas penting. Hal ini semakin terlihat dari kesenjangan permintaan-pasokan yang meningkat dalam hal sumber daya alam baru-baru ini.
Kondisi ini semakin mempertegas perlunya ketahanan di sektor strategis tradisional, termasuk komoditas tambang.
Secara signifikan, pada 2050 permintaan tahunan untuk sumber daya seperti grafit, litium, dan kobalt, diperkirakan akan meningkat hingga 450% dari tingkat produksi 2018.
Kerja Sama dan Ketahanan Iklim, Kunci Hadapi Guncangan Polikrisis
Untuk mengatasi polikrisis ini, sejumlah strategi perlu menjadi perhatian bersama para pemangku kepentingan. Dua di antaranya adalah memperkuat kerja sama dan mempercepat aksi iklim.
Dalam hal ini, menurut WEF, aksi iklim dan pendanaan serta inovasi terkait memperkuat ketahanan iklim harus diprioritaskan.
Pada tahun 2030, dampak perubahan iklim, hilangnya alam, bencana alam, dan peristiwa cuaca ekstrem yang terus berkembang akan memberikan dampak signifikan jika tidak dikelola dengan baik.
Kerja sama geoekonomi harus diperkuat ditandai dengan dialog terbuka dan skala luas. Meskipun tidak selalu berhasil, kolaborasi ekonomi dan perdagangan antar kekuatan melalui mekanisme dan forum bilateral dan multilateral yang relevan dapat mendorong ketahanan global.
Prinsip-prinsip mapan yang mengatur kebijakan perdagangan dan bantuan negara perlu dihormati dan dijalankan dengan tanggung jawab.
Indonesia juga termasuk salah satu pemain kunci dalam pusaran polikrisis ini. Mengingat Indonesia akan menjadi negara dengan cadangan sumber daya tambang yang signifikan. Sebut saja nikel dan kobalt di mana Indonesia memegang 8% cadangan kobalt dan 22% cadangan nikel dunia.
Untuk itu, Indonesia dapat mengambil perang penting dalam mewujudkan ketahanan global dari ancaman polikrisis. (ADF)