ECONOMICS

WEF Waspadai Krisis Biaya Hidup 2023, Indonesia Perlu Bersiap

Maulina Ulfa - Riset 17/01/2023 11:51 WIB

Krisis biaya hidup ini masih akan menghantui banyak negara hingga tahun 2024, termasuk Indonesia.

WEF Waspadai Krisis Biaya Hidup 2023, Indonesia Perlu Bersiap. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Dalam World Economy Forum (WEF) 2023, Krisis biaya hidup diramal akan menjadi risiko global terbesar selama dua tahun ke depan. Paparan ini disampaikan menjelang pertemuan tahunan di Davos yang dimulai pada 16 Januari kemarin.

Inflasi global menjadi penyebab utama peningkatan biaya hidup karena berada pada tingkat tertinggi. Inflasi ini utamanya terjadi karena biaya energi dan makanan meroket tahun lalu menyusul invasi Rusia ke Ukraina.

Kendala pasokan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 juga berkontribusi pada tingginya harga konsumen selama beberapa dekade.

“Konflik dan ketegangan geo-ekonomi telah memicu serangkaian risiko global yang sangat saling berhubungan. Ini termasuk krisis pasokan energi dan makanan, yang kemungkinan akan bertahan selama dua tahun ke depan, dan peningkatan yang kuat dalam biaya hidup dan pembayaran utang,” kata studi tersebut.

Risiko krisis biaya hidup ini juga disebut merusak upaya-upaya yang telah dilakukan dan ditargetkan dalam jangka panjang, terutama kebijakan terkait perubahan iklim, keanekaragaman hayati, dan investasi dalam sumber daya manusia.

Survei tersebut digelar bersama konsultan Marsh McLennan dan Zurich Insurance Group, dengan meminta pandangan lebih dari 1.200 pakar risiko global, pembuat kebijakan, dan pemimpin industri.

Laporan tersebut menggambarkan krisis biaya hidup sebagai risiko jangka pendek terbesa  pada tahun 2025, diikuti oleh bencana alam, peristiwa cuaca ekstrem, dan konfrontasi geo-ekonomi.

“Lanskap risiko jangka pendek didominasi oleh kenaikan harga energi, pangan, utang, dan bencana,” kata Saadia Zahidi, direktur pelaksana Forum Ekonomi Dunia (WEF).

Dalam studi WEF ini menyerukan para pemimpin dunia untuk bertindak secara kolektif dan tegas dalam menyeimbangkan pandangan untuk mencapai solusi bersama.

Kondisi ini menggarisbawahi perlunya kerja sama dalam memperkuat stabilitas keuangan, tata kelola teknologi, pembangunan ekonomi dan investasi dalam penelitian, sains, pendidikan dan kesehatan.

Sementara itu, banyak analis juga memperingatkan bahwa ekonomi global akan mengalami resesi pada 2023 karena inflasi tetap tinggi.

Tertatih Pasca-Pandemi Covid-19

WEF menyoroti harga kebutuhan pokok telah meningkat bahkan sebelum pandemi Covid-19 dimulai. Berbagai biaya ini semakin meningkat pada 2022, terutama karena gangguan aliran energi dan makanan dari Rusia dan Ukraina.

Sekitar 30 negara memberlakukan pembatasan, termasuk larangan ekspor dalam makanan dan energi tahun lalu, yang semakin mendorong inflasi global.

Ancaman Rusia menarik diri dari Kesepakatan Ekspor Black Sea Grain juga telah menyebabkan volatilitas yang signifikan dalam harga komoditas penting.

Meskipun sebagian rantai pasokan global telah beradaptasi, dengan tekanan yang jauh lebih rendah daripada puncak yang dialami pada bulan April tahun lalu, guncangan harga terhadap kebutuhan pokok telah secara signifikan telah melampaui inflasi umum selama ini.

Melihat data inflasi harga konsumen global, kategori makanan dan energi mencatat kenaikan harga paling tajam pada 2022, didorong oleh berbagai faktor termasuk perang, berbagai guncangan rantai pasokan, dan gangguan pasar komoditas.

Indeks Harga bahan pangan yang telah ditetapkan FAO mencapai level tertinggi sejak dimulainya pengukuran indeks ini pada tahun 1990 di mana mencapai puncaknya pada bulan Maret tahun lalu.

Harga energi diperkirakan tetap 46% lebih tinggi dari rata-rata pada tahun ini dibandingkan dengan proyeksi Januari 2022.

Pelonggaran kebijakan Covid-19 China dapat meningkatkan harga energi dan komoditas lebih lanjut dan akan menguji ketahanan rantai pasokan global jika perubahan kebijakan tetap tidak dapat diprediksi karena lonjakan kasus Covid-19

Chief Economists Outlook Edisi September 2022 lalu sudah mulai menyoroti krisis biaya hidup, dengan anjloknya upah riil yang menyebabkan kemiskinan yang memburuk dan keresahan sosial yang meluas.

Di awal 2023, kekhawatiran ini masih nyata, dan banyak rumah tangga menghadapinya tantangan ganda menghadapi biaya yang relatif tinggi untuk kebutuhan dasar seperti kebutuhan makanan, sekaligus merasakan dampak kebijakan moneter yang dirancang untuk membatasi inflasi dalam jangka panjang.

Meski demikian, mayoritas responden survei sebanyak 68% memperkirakan krisis ini akan mereda hingga akhir 2023.

Namun, dampak berkelanjutan dari krisis biaya hidup tidak boleh diremehkan. Mayoritas responden berpandangan bahwa biaya energi dan makanan akan terus berdampak buruk pada rumah tangga baik di negara berpenghasilan tinggi maupun rendah sepanjang 2023.

Indonesia Perlu Bersiap

Selaras dengan kondisi di atas, Hasran, ekonom perdagangan dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengatakan penyebab utama krisis biaya hidup adalah tingginya inflasi sebagi dampak dari naiknya harga pangan global dan juga energi.

Meski demikian, menurut Hasran, walaupun inflasi akan turun di kuartal ke dua 2023, krisis biaya hidup ini masih akan menghantui banyak negara hingga 2024, termasuk Indonesia.

“Inflasi di Indonesia banyak dipengaruhi harga-harga komoditas pangan. Menjalang akhir 2022 harga-harga pangan mengalami kenaikan dan dibarengi dengan naiknya harga bahan bakar bersubsidi. Konsekuensinya inflasi pun naik dan memaksa masyarakat memangkas pengeluaran makanannya,” ujarnya saat dihubungi tim IDX Channel, Selasa (17/01).

Ia menambahkan, di 2022, BPS melaporkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia sedikit mengalami peningkatan.

Di awal 2023, indonesia akan mengahadapi masa panen, dan diperkirakan harga bahan-bahan pangan akan mengalami penurunan dan inflasi juga akan terkontrol selama masa ini.

“Setelah masa panen berakhir indonesia juga diperkirakan akan menghadapi musim kemarau di 2023 yang berpotensi membuat harga pangan menjadi naik,” imbuhnya.

Walaupun demikian, menurut Hasran, di Indonesia, tingkat inflasi 2023 diperkirakan berada di kisaran 6%. Cukup tinggi dibandingkan 2022 lalu, tapi relatif aman dibandingkan negara-negara Asia maupun ASEAN lainnya.

“Jika disimpulkan, Krisis biaya hidup ini akan tetap dirasakan masyarakat Indonesia namun secara magnitude masih relatif terkontrol,” pungkasnya. (ADF)

SHARE