ECONOMICS

Wujudkan Kemandirian Energi Nasional, Pemerintah Jalin Kemitraan Bersama PLN dan IPP 

Taufan Sukma Abdi Putra 20/12/2024 16:03 WIB

Langkah ini tak lepas dari upaya pemerintah dalam mengejar target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Wujudkan Kemandirian Energi Nasional, Pemerintah Jalin Kemitraan Bersama PLN dan IPP  (foto: MNC media)

IDXChannel - Pemerintah bersama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tengah menyusun Rancangan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2025-2035.

Skema tersebut disiapkan sebagai landasan pemerintah dan PLN untuk dapat bekerja sama dengan pengembang pembangkit listrik swasta (Independent Power Producer/IPP), sehingga dapat berkolaborasi secara optimal demi mewujudkan ketahanan energi nasional.

Langkah ini tak lepas dari upaya pemerintah dalam mengejar target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Sejauh ini, realisasi bauran EBT baru mencapai 13,09 persen pada 2023, sehingga masih berada di bawah target sebesar 17,87 persen. Sedangkan pada semester I-2024, kapasitas pembangkit listrik EBT yang terpasang baru memenuhi 66,6 persen dari target tahunan.

Berdasarkan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2024 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), bauran energi EBT mesti memenuhi minimal 23 persen pada 2025.

Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan terus mendorong pengembangan EBT, baik dari sisi kapasitas terpasang, produksi, maupun konsumsi.

Terlebih, pemerintah juga tengah menggodok rancangan peraturan pemerintah terbaru mengenai KEN, dengan menetapkan target yang lebih ambisius, yakni 60 persen baruan EBT pada 2050 dan sekitar 70 persen pada 2060 mendatang.

Karenanya, menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, langkah kolaboratif dari seluruh pemangku kepentingan merupakan jalan keluar paling strategis yang perlu diupayakan.

IPP sendiri merupakan mitra strategis pemerintah dan PLN dalam memastikan suplai energi yang andal, merata, dan berkelanjutan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

"Membawa Indonesia lebih dekat dalam mencapai tujuan energi terbarukan yang berkelanjutan, untuk masa depan yang lebih hijau dan ramah lingkungan," ujar Pengamat Ekonomi, Chatib Basri, dalam keterangan resminya, Rabu (18/12/2024).

Menurut Mantan Menteri Keuangan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut, peran IPP dalam menyediakan energi untuk kebutuhan publik akan menjadi lebih efisien dengan menghadirkan teknologi modern melalui beragam inovasi.

Adopsi teknologi mutakhir dari IPP dapat menekan biaya produksi listrik, sehingga berdampak positif pada tarif listrik yang harus dibayarkan konsumen.

"Selain itu, memastikan pasokan listrik di Indonesia dapat lebih stabil dan berkelanjutan," ujar Chatib.

Di sisi lain, dikatakan Chatib, kolaborasi ini akan membantu investasi dalam pembangunan infrastruktur pembangkit listrik EBT yang masih terbilang mahal. Jika hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tentu akan membebani fiskal negara.

"Ada keterbatasan untuk pembiayaan pembangkit Listrik EBT, dan fiscal space kita sudah sangat terbatas sehingga sulit untuk memenuhi itu, dan kalau PLN harus membiayai sebagian besar itu dia harus pinjam, di situ balancing-nya IPP," ujar Chatib.

Sebagai gambaran, untuk kebutuhan pengembangan infrastruktur energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan hingga 2025, pemerintah setidaknya butuh investasi sebesar USD14,2 miliar, atau sekitar Rp22,78 triliun (kurs Rp16.032 per USD).

Kehadiran IPP menjadi vital untuk turut menjaga stabilitas fiskal, karena mereka dapat menarik investasi dari green bond atau green financing. 
Investasi keuangan yang aplikasinya secara khusus untuk proyek-proyek berkelanjutan dan inisiatif ramah lingkungan.

Menurut Chatib, melalui proyek-proyek IPP yang bersumber pada investasi swasta, pemerintah dapat mengalokasikan APBN untuk kebutuhan sektor lain.

IPP juga dapat menyokong Pemerintah dan PLN, sebagai pengelola utama dalam sistem kelistrikan nasional, dalam menyediakan listrik yang bisa menjangkau seluruh pelosok negeri.

"Memastikan kebutuhan energi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dapat terpenuhi," ujar Chatib.

Kondisi ini, dikatakan Chatib, membuat kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta menjadi pilar utama dalam membangun infrastruktur energi terbarukan di Indonesia. Pemerintah dalam hal memperbaiki regulasi dan memberikan insentif menarik, sementara sektor swasta dapat berinvestasi dalam teknologi dan inovasi.

Investasi sektor swasta juga akan meningkatkan peluang tercapainya pertumbuhan ekonomi delapan persen, sesuai target Presiden Prabowo Subianto. 

"Pemerintah untuk mengejar target 8% itu butuh energi listrik besar, IPP bisa punya role di sini," ujar Chatib.

Selain mempengaruhi ekonomi, menurut Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini, proyek IPP juga berdampak positif dan secara langsung yang dapat dirasakan publik. Sebab proyek pembangunan pembangkit listrik akan menciptakan lapangan kerja baru bagi ribuan pekerja di sektor energi.

Kemudian, energi EBT yang lebih bersih dalam jangka panjang akan semakin murah, sehingga tarif Listrik juga akan mengikuti.

Pengembangan inovasi sektor EBT juga akan merangsang industri dengan menciptakan peluang rantai pasok dan manufaktur energi terbarukan, dari produksi sel tenaga surya, turbin angin, hingga komponen mobil listrik. Kemudian menarik investasi untuk pembangunan kebutuhan EBT lainnya seperti jaringan transmisi, smart grid, atau penyimpanan energi hijau.

"Sedangkan di luar sektor industri pembangkit dan manufaktur, terdapat peluang besar untuk pembangunan ekowisata ramah," ujar Chatib.

(taufan sukma)

SHARE