ECONOMICS

Yen ‘Nyungsep’ terhadap Dolar AS, Pemerintah Jepang Buru-buru Intervensi

Maulina Ulfa - Riset 23/09/2022 14:17 WIB

Pemerintah Jepang kembali melakukan intervensi moneter untuk menopang yen pertama kalinya setelah 24 tahun.

Yen ‘Nyungsep’ terhadap Dolar AS, Pemerintah Jepang Buru-buru Intervensi. (Foto

IDXChannel - Nilai tukar yen Jepang kembali melemah ke level terendah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan kamis (22/9). Kondisi ini kembali membawa yen menyentuh level terendah dalam 24 tahun terakhir. Yen menjadi salah satu mata uang yang paling terpuruk di tahun ini.

Pada perdagangan Jumat (23/9/2022) pagi, yen masih menyentuh JPY 143.6/USD, mengutip Yahoo Finance. Setelah sebelumnya yen sempat menyentuh angka 144,4/USD pada 14 September 2022 dan berada di level terlemah sejak September 1998.

Sumber: Yahoo Finance

Untuk mengatasi kondisi ini, pemerintah Jepang melalui bank sentral, Bank of Japan (BOJ) melakukan intervensi di pasar valuta asing pada hari Kamis (22/9) dengan membeli yen untuk pertama kalinya sejak tahun 1998. Mengutip Reuters, upaya ini adalah upaya pemerintah untuk kembali menguatkan yen setelah BoJ terjebak dengan suku bunga yang sangat rendah.

Sebelumnya, yen diperdagangkan lebih dari 1%, lebih tinggi pada keputusan BOJ untuk tetap menetapkan kebijakan super longgar. Langkah bank sentral Jepang ini untuk melawan gelombang pengetatan moneter global oleh bank sentral yang menaikkan suku bunga untuk memerangi inflasi.

"Kami telah mengambil tindakan tegas," kata wakil menteri keuangan untuk urusan internasional Masato Kanda, mengutip Reuters.

Namun beberapa analis meragukan langkah tersebut akan menghentikan penurunan yen yang berkepanjangan dalam waktu yang lama. Mata uang negara ini telah terdepresiasi hampir 20% sepanjang tahun ini dan tenggelam ke posisi terendah selama 24 tahun.

"Pasar mengharapkan beberapa intervensi di beberapa titik, mengingat meningkatnya intervensi verbal yang telah kami dengar selama beberapa minggu terakhir. Tapi intervensi mata uang jarang berhasil dan saya berharap langkah hari ini hanya akan memberikan penangguhan hukuman sementara (untuk yen)," kata Stuart Cole, kepala ekonom makro di Equiti Capital di London.

Meski demikian, Menteri Keuangan Shunichi Suzuki menolak untuk mengungkapkan berapa banyak yang telah dikeluarkan pihak berwenang untuk membeli yen dan apakah negara lain telah menyetujui langkah tersebut.

Pada hari Kamis, Departemen Keuangan AS mengakui langkah BOJ tetapi mengaku tidak mendukung langkah intervensi tersebut.

Pada bulan Juli, Menteri Keuangan AS Janet Yellen sempat mengatakan bahwa Washington tetap kukuh intervensi mata uang tidak dibenarkan dan boleh diberlakukan hanya dalam keadaan luar biasa. Yellen menambahkan, pasar yang harus menentukan perubahan nilai tukar untuk negara-negara G7 jika ada intervensi.

Perlu diketahui, intervensi mata uang memerlukan persetujuan informal oleh mitra Jepang dalam G7 terutama Amerika Serikat, mengingat aturan tersebut telah diatur dalam protokol G7.

Konfirmasi intervensi terhadap yen ini datang beberapa jam setelah keputusan BOJ untuk mempertahankan suku bunga rendah bahkan mendekati nol.

Langkah ini diambil untuk mendukung pemulihan ekonomi negara Sakura tersebut yang semakin terhantam akibat dinamika global. Banyak pengamat meyakini kebijakan ini tidak dapat dipertahankan mengingat berbagai bank sentral mulai menaikkan suku bunga acuannya.

Ngotot Menunda Kenaikan Suku bunga

Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda mengatakan bahwa bank sentral dapat menunda kenaikan suku bunga atau mengubah pedoman kebijakan dovish selama bertahun-tahun.

"Sama sekali tidak ada perubahan pada sikap kami untuk mempertahankan kebijakan moneter yang mudah untuk saat ini. Kami tidak akan menaikkan suku bunga untuk beberapa waktu," kata Kuroda mengutip reuters.

Keputusan BOJ ini datang setelah The Fed menaikkan suku bunga ketiga kalinya berturut-turut sebesar 75 basis poin pada Rabu (13/9) dan mengisyaratkan kenaikan yang lebih besar ke depan.

Jepang menjadi lone wolf di antara negara ekonomi utama dunia dengan mempertahankan suku bunga jangka pendek di titik terendah.

Sebelumnya, Swiss National Bank ikut menaikkan suku bunga kebijakannya sebesar 75 basis poin. Keputusan bank sentral Swiss ini mengakhiri era suku bunga negatif selama bertahun-tahun yang bertujuan untuk menjinakkan apresiasi mata uangnya.

Senjata Pamungkas

Jepang belum pernah melakukan intervensi seekstrem ini pasca krisis keuangan Asia yang terjadi pada tahun 1998. Ketika itu, mata uang yen diperdagangkan di sekitar 146 terhadap dolar. Langkah tersebut terjadi di akhir jam perdagangan Asia, membuat dolar jatuh lebih dari 2% menjadi sekitar 140,3 yen.

Intervensi mata uang ini disebut sebagai senjata paling kuat dan pilihan terakhir untuk menahan penurunan yen yang cukup tajam dan diharapkan mendorong naiknya biaya impor dan berpotensi merugikan konsumsi.

Intervensi pembelian yen sangat jarang terjadi. Terakhir kali Jepang melakukan intervensi untuk mendukung mata uangnya adalah pada tahun 1998, ketika krisis keuangan Asia memicu aksi jual yen dan arus keluar modal yang cepat dari wilayah tersebut. Sebelum itu, Tokyo melakukan intervensi untuk melawan kejatuhan yen pada 1991-1992.

Dalam intervensi penjualan yen, Jepang dapat terus mencetak uang untuk dijual ke pasar. Tetapi untuk membeli, bank sentral perlu memanfaatkan USD1,33 triliun cadangan devisanya. Meskipun berlimpah, cadangan devisa ini dapat dengan cepat berkurang jika digunakan jumlah besar untuk mempengaruhi suku bunga.

"Intervensi mata uang Jepang pertama dalam hampir seperempat abad adalah langkah yang signifikan, tetapi pada akhirnya gagal untuk mempertahankan yen," kata Ben Laidler, ahli strategi pasar global di Etoro di London.

Indonesia juga pernah menerapkan kebijakan intervensi rupiah di saat krisis 1998. Sejak dilepaskannya pita intervensi, rupiah bergejolak tajam dan mengalami tekanan yang lebih besar dibandingkan valuta-valuta lainnya di kawasan Asia.

Nilai rupiah terus melemah terhadap dolar AS, yaitu terdepresiasi sekitar 70 persen, dari Rp2.530,00 menjadi Rp8.500,00 pada akhir Maret 1998. Rupiah bahkan sempat terpuruk hinga titik terendah yaitu Rp16.000,00 di pasar Jakarta dan Rp17.000,00 di pasar Singapura. (ADF)

SHARE