ECONOMICS

YLKI Sebut Kebijakan Pemerintah Belum Berhasil Atasi Melambungnya Harga Minyak Goreng

Iqbal Dwi Purnama 30/01/2022 14:18 WIB

YLKI menilai kebijakan Kementerian Perdagangan sejauh ini masih belum bisa mengatasi tingginya harga minyak goreng secara menyeluruh.

YLKI menilai kebijakan Kementerian Perdagangan sejauh ini masih belum bisa mengatasi tingginya harga minyak goreng secara menyeluruh. (Foto: MNC media)

IDXChannel - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai kebijakan Kementerian Perdagangan sejauh ini masih belum bisa mengatasi tingginya harga minyak goreng secara menyeluruh.

“Pemerintah gagal memahami psikologi konsumen dan supply chain-nya, serta belum ada kebijakan minyak goreng dari hulu dan hilir. Akhirnya, dari seluruh kebijakan pemerintah sia-sia dan tidak efektif sampai hari ini,” ujar Tulus dalam Syndicate Update-Forum Ekonomi dan Bisnis yang diselenggarakan PARA Syndicate secara virtual.

Menurutnya persoalan hulu dan hilir minyak goreng ini mesti dituntaskan, sayangnya belum ada aksi komprehensif untuk menyelesaikannya. Tulus menduga masalah harga minyak ini seperti ada sindikat atau semacam.kartel.

"Bahkan KPPU bilang hanya ada empat perusahaan yang menguasai perdagangan minyak goreng di Indonesia. Pemerintah, melalui Polri dan KPPU mesti mengusut dugaan kartel dan kemungkinan adanya penimbunan,” sambungnya.

Selanjutnya Direktur Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institite (PASPI) Tungkot Sipayung menyoroti kebijakan DMO dan DPO yang dianggap masih parsial saja dan akan menimbulkan masalah baru. 

“Kalau pelaku usaha melakukan komitmen 20 persen untuk DMO itu, siapa yang mengelola dan di mana mau ditaruh, ada tangki penampungnya apa tidak? Lebih dari itu, kalau HET-nya terlalu kecil, ada kemungkinan nanti penyelundupan ke luar negeri,” sambungnya.

Tungkot meyakini mestinya ada lanjutan bagaimana teknis pelaksanaan DMO dan DPO itu sangat menyeluruh. Selain itu, diperlukan juga kombinasi kebijakan seperti menaikkan pajak ekspor produk turunan minyak sawit.

“Dengan hasil pajak itu, pemerintah seharusnya bisa melakukan subsidi minyak goreng,” tuturnya.

Opsi menaikkan pajak ekspor minyak sawit dan turunannya ini diharapkan bisa mengkombinasikan kebijakan yang sudah diambil sehingga akan memberikan dampak struktural yang efekfif dalam tata kelola industri minyak sawit di Indonesia.

Tungkot menilai bahwa naiknya harga minyak goreng di Indonesia disebabkan oleh meroketnya harga minyak sawit di dunia serta kegagalan pemerintah untuk menahan lonjakan harga di pasar domestik.

Tungkot menyatakan, sebenarnya pemerintah sudah punya kuda-kuda buat menjamin ketersediaan dan mengendalikan harga minyak goreng. Sayangnya, itu kebijakan pungutan (pajak) ekspornya dibuat saat harga CPO-nya murah. 

“Jadi mau tidak mau, pemerintah melakukan subsidi. Menjadi tidak efektif, karena 60 persen konsumen minyak goreng di Indonesia itu produksinya minyak curah. Paling mudah melakukan subsidi itu untuk minyak goreng kemasan,” pungkasnya. (TIA)

SHARE