Yuk! Kenali Enam Jenis Sertifikat Tanah dan Bangunan Sebelum Beli Properti
Kelengkapan dokumen menjadi salah satu hal penting yang harus dipelajari sebelum membeli properti. Salah satu dokumen tersebut adalah sertifikat.
IDXChannel - Kelengkapan dokumen menjadi salah satu hal penting yang harus dipelajari sebelum membeli properti. Salah satu dokumen tersebut adalah sertifikat, yang menjadi bukti sah atas kepemilikan properti, baik itu tanah maupun bangunan. Sertifikat yang dikeluarkan oleh Kementerian ATR/BPN ini menjadi bukti yang kuat dalam pencocokan data fisik dan yuridis.
Apa saja sertifikat kepemilikan properti? Berikut 6 jenis sertifikat tanah dan bangunan yang perlu diketahui sebelum membeli properti.
- Sertifikat Hak Milik (SHM).
Sertifikat Hak Milik dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional terhadap hak milik atas tanah yang dimiliki. SHM berlaku seumur hidup, dapat diwariskan, dan dipindahtangankan, seperti tertuang dalam Pasal 20 Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Pemilik properti yang mengantongi SHM bebas melakukan perubahan terhadap bangunan di atasnya dan dapat menjadikannya sebagai jaminan atas agunan untuk keperluan kredit perbankan.
Hak milik atas lahan dan bangunan yang dibuktikan dengan SHM dapat hilang atau dicabut karena tanah yang dimaksudkan ditujukan untuk keperluan negara, penyerahan sukarela pemiliknya untuk negara, ditelantarkan, atau pemilik tanah bukan warga negara Indonesia.
- Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).
Sertifikat Hak Guna Bangunan adalah jenis sertifikat yang pemegangnya hanya dapat memanfaatkan tanah tersebut untuk mendirikan bangunan atau keperluan lain. Tanah yang dapat diberikan dengan status Hak Guna Bangunan adalah tanah negara, tanah pengelola, dan tanah hak milik.
Sertifikat HGB ini memiliki jangka waktu kepemilikan paling lama 30 tahun, namun dapat diperpanjang paling lama 20 tahun. Saat waktu perpanjangan dan pembaharuan HGB berakhir, maka tanah akan kembali menjadi tanah yang dikuasai oleh negara, tanah hak pengelolaan, atau pemegang hak milik. Sama seperti SHM, SHGB dapat dijadikan sebagai barang jaminan berutang.
- Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHMSRS).
Seseorang yang memiliki rumah vertikal yang disusun di atas tanah dengan kepemilikan bersama biasanya memiliki Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun. Sederhananya, SHMSRS menjadi bukti bahwa pemegang sertifikat memiliki kekuasaan terhadap apartemen yang dibeli.
Dalam dunia properti SHMSRS dikenal dengan sebutan strata title. Developer properti biasanya melakukan pemisahan satuan rumah susun yang meliputi bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Sertifikat ini memiliki peraturan bahwa yang menjadi milik bersama adalah fasilitas yang ada di luar unit apartemen yang dibeli, seperti kolam renang, parkir, dan sebagainya. Segala peraturan terkait satuan rumah susun tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
- Girik.
Istilah girik atau tanah girik lazim digunakan untuk tanah yang belum memiliki akta sertifikat. Girik hanya sebuah surat kuasa atas tanah yang meliputi pengusaan tanah secara adat. Bentuk surat girik biasanya Surat Keterangan Tanah yang ditandatangani oleh kepala desa setempat. Dalam girik tertera nomor, luas tanah, dan pemilik hak karena jual beli atau warisan.
Tanah girik yang belum memiliki sertifikat resmi, menyebabkan harga tanah girik jauh lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang berstatus Hasil Guna Usaha dan Sertifikat Hak Milik. Meski demikian, tanah girik masih dapat diubah menjadi AJB (Akta Jual Beli) yang kemudian didaftarkan sebagai SHM atau SHGU di Badan Pertanahan Nasional terdekat.
- Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU).
Peraturan Sertifikat Hak Guna Usaha tertuang dalam UUPA Nomor 5 Tahun 1960. Hak Guna Bangunan adalah hak properti yang mengusahakan tanah milik negara untuk usaha pertanian, peternakan, atau perikanan. Durasi pemakaian tanah yang berstatus HGU ini adalah 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 25 tahun.
Perlu diketahui, bahwa luas tanah yang dijadikan HGU minimal 5 hektare dan maksimal 25 hektare. Hanya warga Indonesia dan badan hukum yang berkedudukan di Indonesia yang berhak memiliki Sertifikat Hak Guna Usaha. Pemegang HGU dapat menggunakan SHGU sebagai jaminan dengan dibebani hak tanggungan.
- Sertifikat Hak Pakai.
Sertifikat Hak Pakai adalah hak guna properti yang diberikan kepada pihak lain dengan tujuan untuk dikembangkan. Sertifikat Hak Pakai dapat diberikan kepada WNI, warga asing baik individu atau badan hukum yang berkedudukan di Indonesia. Sama seperti HGB, Hak Pakai juga memiliki masa berlaku selama 30 tahun dan perpanjangan selama 20 tahun.
Namun, yang membedakan dengan HGB, Hak Pakai dapat diperbarui kembali selama 30 tahun sesuai kesepakatan dengan pemegang hak atas tanah. Properti yang mengantongi Sertifikat Hak Pakai biasanya dimiliki oleh negara atau perorangan. (FHM)