Apa Merek Rokok Pertama di Indonesia? Ternyata dari Kudus
Merek rokok pertama di Indonesia bisa dibilang merupakan sejarah yang cukup berpengaruh pada perkembangan rokok
IDXChannel – Merek rokok pertama di Indonesia bisa dibilang merupakan sejarah yang cukup berpengaruh pada perkembangan rokok.
Rokok menjadi salah satu penyumbang cukai terbesar negara, bahkan hingga 96%. Masyarakat Indonesia sangat familiar dengan keberadaan rokok yang dijual di berbagai toko ritel maupun kelontong.
Merek Rokok Pertama di Indonesia
Sejarah rokok Indonesia tidak terlepas dari penemuan awal rokok kretek. Seperti yang diketahui, terdapat dua jenis rokok yang beredar di pasaran, yaitu rokok kretek dan rokok filter. Perbedaannya terletak di penggunaan kapas filter pada ujung rokok.
Merek rokok pertama di Indonesia merupakan rokok kretek yang dibuat oleh Nitisemito. Ialah sosok yang menggerakkan bisnis di sektor industri pembuatan rokok.
Sebelum Nitisemito, H Jamhari sudah terlebih dahulu menemukan rokok di akhir abad ke-19, di mana rokok tersebut dipasarkan tanpa menggunakan bungkus dan tidak bermerek. Saat Nitisemito mendirikan bisnis rokoknya di Kudus, produk rokok buatannya sudah dikemas serta memiliki merek. Merek tersebutlah yang menjadi merek pertama yang cukup bersejarah.
Produk awal rokok Nitisemito diberi nama “Kodok Nguntal Ulo”, atau jika diartikan menjadi “Kodok Makan Ular”. Sayangnya, rokok tersebut tidak bertahan lama di pasaran dan dianggap tidak membawa hoki. Ia pun mengubah merek tersebut menjadi “Tjap Bulatan Tiga” dengan logo tiga bulatan berwarna hijau di kemasan rokoknya.
Kesuksesan dan Kejatuhan Rokok Bal Tiga
Perusahaan rokok Tjap Bulatan Tiga atau Bal Tiga berdiri pada 1914 di Desa Jati, Kudus. Selama 10 tahun beroperasi, Nitisemito berhasil membangun pabrik rokok di sebuah lahan yang luasnya mencapai enam hektare di desa tersebut.
Seiring berjalannya waktu, beberapa produsen rokok mulai muncul. Di Kudus sendiri telah berdiri 12 perusahaan rokok besar, 16 perusahaan menengah, dan tujuh pabrik rokok kecil atau gurem. Beberapa pemilik pabrik-pabrik besar itu dimiliki oleh M. Atmowidjojo (merek Goenoeng Kedoe), H.M Muslich (merek Delima), H. Ali Asikin (merek Djangkar), Tjoa Khang Hay (merek Trio), dan M. Sirin (merek Garbis & Manggis).
Pada 1938, Nitisemito sudah mampu memproduksi 10 juta batang rokok per tahun melalui pabriknya. Ia bahkan menyewa tenaga pembukuan asal Belanda untuk mengembangkan usaha rokoknya tersebut. Cakupan pasar Bal Tiga juga cukup luas hingga luar pulau, bahkan hingga Belanda.
Namun sayang, Bal Tiga mengalami kejatuhan. Diketahui bahwa ambruknya bisnis rokok Bal Tiga dikarenakan perselisihan yang terjadi antara ahli warisnya. Selain itu, kemunculan beberapa perusahaan rokok lain, seperti Nojorono/Clas Mild (1930), Djamboe Bol (1937), Djarum (1951), dan Sukun, membuat Bal Tiga semakin sulit dipasarkan.
Hal itu diperburuk dengan terjadinya Perang Dunia II dan masuknya tentara Jepang ke Indonesia. Beberapa aset perusahaan disita, dan berakhir dengan pembagian sisa kerajaan kretek kepada para ahli warisnya pada 1955.
Itulah beberapa informasi sejarah terkait merek rokok pertama di Indonesia yang berawal dari rokok kretek buatan Nitisemito.