3 Fakta Sosok di Balik Rokok Gudang Garam, Produksi Kretek Tangan Saat Kompetitor Pakai Mesin
Gudang Garam diprakarsai oleh Surya Wonowidjojo, yang berkat konsistensinya untuk memproduksi rokok secara konservatif, membawa perusahaannya meroket.
IDXChannel—Sosok di balik rokok Gudang Garam adalah Tjoa Ing-Hwie, yang di kemudian hari mengganti namanya menjadi Surya Wonowidjojo. Ia mendirikan Gudang Garam pada 26 Juni 1958.
Gudang Garam kini adalah salah satu produsen rokok kretek dengan pangsa pasar terbesar di Indonesia. Beberapa merk rokok produksi Gudang Garam antara lain Gudang Garam Surya, Gudang Garam International, GG Mild, Surya Pro, dan masih banyak lagi.
Surya mendirikan kantor pusat PT Perusahaan Rokok Tjap Gudang Garam di Kediri, Jawa Timur. Perusahaan ini telah melantai di bursa efek pada 1990, dengan harga penawaran saham sebesar Rp10.250 per lembar.
Bagaimana perjalanan Surya Wonowidjojo mendirikan Gudang Garam hingga membawa perusahaannya menjadi salah satu produsen rokok terbesar di Indonesia?
Sosok di Balik Rokok Gudang Garam: Berbisnis Sendiri dan Memilih Nama Perusahaan
Mulanya Ing-Hwie, yang saat itu belum mengganti namanya, ikut bekerja dengan pamannya, Tjoa Kok-Jiang, yang tak lain adalah pemilik pabrik rokok terkenal di Jawa Timur kala itu, yakni NV Tjap 93.
Ing-Hwie sempat menduduki jabatan sebagai direktur berkat ketekunannya, sebelum akhirnya memutuskan untuk keluar pada 1956 dan mendirikan pabrik sendiri di Kediri. Perusahaannya itu baru dinamainya menjadi Perusahaan Rokok Tjap Gudang Garam setelah beroperasi dua tahun.
Pada awal pendiriannya, produksi Gudang Garam hanya dibantu oleh 50 karyawan eks pabrik NV Tjap 93. Nama Gudang Garam konon dipilih Ing-Hwie karena ia memimpikan gudang garam di dekat rel kereta Kertosono-Bangil.
Logo Gudang Garam didesain oleh Ing-Hwie sendiri bersama salah satu karyawannya. Desain itu melambangkan semangat Gudang Garam yang tidak mudah puas atas capaiannya.
Pada awalnya, Ing-Hwie memulai usaha dengan memproduksi rokok sendiri, yakni jenis kretek dan kelobot. Sebelum menggunakan nama Gudang Garam, rokok hasil produksinya diberi merk Inghwie.
Sosok di Balik Rokok Gudang Garam: Berbisnis Secara Konservatif
Surya Wonowidjojo cenderung konservatif saat mengembangkan bisnisnya. Kendati demikian, ia sangat tekun. Ia sering pulang tengah malam demi meracik campuran resep rokok kretek terbaik.
Ketekunannya terbayar, Gudang Garam tumbuh pesat dan pada 1966 pabriknya sudah menyandang posisi selaku produsen kretek terbesar di Indonesia. Saat itu ia sudah mempekerjakan ribuan karyawan dan mampu memproduksi 50 juta batang rokok kretek.
Usahanya pernah terdampak krisis pada medio 1960an, namun Ing-Hwie berhasil membawa bisnisnya kembali bangkit dalam kurun waktu yang cukup cepat. Pada 1969 saja, Ia berhasil meningkatkan status Gudang Garam menjadi firma, dan pada 1971 perusahaannya menjadi perseroan terbatas.
Keputusan konservatif Surya terlihat dari pilihannya untuk tetap memproduksi rokok sigaret kretek tangan, di saat perusahaan-perusahaan rokok lain sudah mulai menggunakan mesin pada tahun 70-an.
Surya mendatangkan mesin pada 1979, dan akibatnya, pabriknya mampu berproduksi dua kali lipat. Saat itu Gudang Garam berhasil menaikkan produksinya dari 9 miliar batang per tahun menjadi 17 miliar batang per tahun.
Pada era 1980, Gudang Garam berkembang kian pesat. Kapasitas produksinya mencapai 1 juta batang per hari, dan mampu meraup omzet USD7 juta, serta meraih pangsa pasar hingga 38%. Capaian ini membawa Gudang Garam sebagai perusahaan rokok kretek terbesar di Indonesia.
Kendati telah sukses besar, hingga saat itu Surya masih memilih untuk fokus memproduksi rokok kretek.
Sosok di Balik Rokok Gudang Garam: Kian Besar dari Tahun ke Tahun
Surya Wonowidjojo meninggal dunia pada 1985. Sebelum ia berpulang, kedua putranya, Rachman Halim dan Susilo Wonowidjojo, telah aktif bekerja membantu ayahnya di Gudang Garam sejak 1970-an.
Gudang Garam resmi melantai di bursa pada 1990, perusahaan melepas 57 juta saham di Bursa Efek Jakarta dan 96 juta saham di Bursa Efek Surabaya. Saat itu, kepemilikan saham dipegang oleh keluarga Surya, dengan kepemilika utama berada di tangan istrinya dan putranya, Rachman Halim.
Pada 1996, Gudang Garam berhasil mencatatkan penjualan hingga Rp9,6 triliun, dan melonjak menjadi Rp15 triliun empat tahun kemudian. Putra Surya masih mengikuti jejak ayahnya untuk menjalankan bisnisnya secara konservatif.
Salah satu kehebatan manajemen Gudang Garam adalah minimnya ketergantungan perusahaan pada utang luar negeri, sehingga bisnis tidak terlalu terdampak saat Indonesia dilanda krisis pada akhir 1990-an.
Demikianlah ulasan singkat mengenai sosok di balik rokok Gudang Garam. Pilihan Surya Wonowidjojo untuk memproduksi rokok secara konservatif justru membawa Gudang Garam sebagai produsen rokok kretek terbesar di Indonesia. (NKK)