Cerita Inspiratif Prajogo Pangestu: Mantan Supir Angkot Pendiri Barito Pacific (BRPT)
Sebelum mendirikan Barito Pacific, Prajogo pernah bekerja untuk Burhan Uray.
IDXChannel—Artikel ini akan membahas cerita inspiratif tentang Prajogo Pangestu, salah satu pengusaha dalam jajaran orang terkaya di Indonesia yang memulai perjalanan bisnisnya dari nol.
Prajogo sempat menduduki urutan ketiga orang terkaya di Indonesia versi Forbes pada 2019. Saat ini, Prajogo berusia 79 tahun dan telah menyerahkan pengelolaan korporasinya pada putranya, Agus Salim Pangestu.
Prajogo adalah pendiri PT Barito Pacific Tbk (BRPT), korporasi yang menaungi beberapa perusahaan besar yang bergerak di industri kehutanan, petrokimia, minyak dan gas, pertambangan, perkebunan, geothermal, dan properti.
Perusahaan dalam naungan Barito Pacific Group antara lain PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), Star Energy Geothermal Pte Ltd, PT Barito Renewables, Marigold Resources Pte Ltd, dan masih banyak lagi.
Dilansir dari laman resmi Barito Pacific, hingga saat ini ada 42 perusahaan dalam struktur grup konglomerasi ini. Meskipun Prajogo telah menyerahkan pengelolaan BRPT pada putranya, Prajogo masih menguasai kepemilikan saham BRPT sebesar 71,16%.
Tak mengherankan jika ia masuk dalam jajaran orang terkaya di Indonesia. Saat ini, harta kekayaannya ditaksir mencapai USD6,6 miliar, setara dengan Rp100,28 triliun.
Lantas, bagaimana Prajogo mengawali dan mengembangkan bisnisnya hingga sampai pada puncak kesuksesannya? Simak kisahnya berikut ini.
Cerita Inspiratif Prajogo Pangestu
Prajogo terlahir pada 13 Mei 1944 di Bengkayang, Kalimantan Barat. Ia terlahir saat Jepang menduduki Indonesia. Keluarganya sendiri merupakan pendatang dari Guangdong, China. Nama asli Prajogo adalah Pang Djoem Phen.
Karena keterbatasan ekonomi, ia hanya mengenyam pendidikan hingga sekolah menengah tingkat pertama. Dilansir dari Finansialku.com (2/8), Prajogo memutuskan untuk merantau ke Jakarta untuk mencari peluang pekerjaan.
Namun nyatanya, ia tak juga mendapat pekerjaan di ibu kota. Oleh sebab itu Prajogo kembali ke kampung halamannya dan mulai bekerja sebagai supir angkutan umum jurusan Singkawang-Pontianak.
Selain itu, ia juga membuka usaha kecil-kecilan dengan berjualan ikan asin dan bumbu dapur. Awal mula tanjakan kariernya bermula saat ia bertemu dengan Burhan Uray, pengusaha kayu yang mendirikan Djajanti Group, pada era 1960-an.
Prajgo bergabung dengan perusahaan Burhan Uray pada 1969, tugasnya adalah mengurusi Hak Pengusahaan Hutan. Karena etos kerjanya yang memuaskan, Burhan menunjuknya untuk menjabat sebagai generam manager pabrik plywood pada 1976.
Beberapa tahun Prajogo bekerja di perusahaan itu, hingga akhirnya ia memutuskan untuk keluar dan mendirikan bisnisnya sendiri dengan membeli sebuah perusahaan yang tengah mengalami krisis finansial.
Perusahaan itu dinamai CV Pacific Lumber Coy. Kabarnya, Prajogo meminjam uang ke bank untuk membeli perusahaan ini, dan berhasil melunasi utangnya dalam waktu satu tahun saja. Perusahaan ini juga yang kelak menjadi PT Barito Pacific.
Seiring waktu berjalan, bisnis Prajogo terus berkembang, hingga ia mampu mendirikan perusahaan-perusahaan lain di sektor industri yang berbeda. Barito Pacific melantai di Bursa Efek Jakarta, dan pada 1993 menjadi perusahaan terbesar yang mencatatkan sahamnya di sana.
Pada 2007, Barito Pacific mulai melakukan diversifikasi usaha dengan mengakuisisi Chandra Asri, dan setahun kemudian, perseroan juga mengakuisisi PT Tri Polyta Indonesia Tbk (TPIA). Kedua perusahaan ini lantas merger tak lama kemudian.
Itulah cerita inspiratif Prajogo Pangestu, orang sukses yang memulai bisnisnya dari posisi nol. (NKK)