Jatuh Bangun Pendiri Indofood, dari Cengkeh hingga Indomie, Tiada yang Instan
Sudono Salim membangun kerajaan bisnis dalam kondisi yang sulit, dan mampu membawanya hingga bertahan di masa modern.
IDXChannel—Indofood merupakan perusahaan besar yang bergerak di bidang makanan dan minuman, salah satu produknya yang paling tenar adalah Indomie. Popularitas mie instan ini bahkan meluas hingga seluruh dunia.
Pernahkah Anda terpikir, bagaimana mulanya Indomie ini dibuat? Kesuksesan perusahaan Indofood berawal dari seseorang yang sangat miskin, ialah Sudono Salim, pemilik perusahaan Indofood.
Bagaimana kisah Sudono Salim yang awalnya hanyalah orang miskin lalu bisa menjadi bos dari sebuah perusahaan besar?
Keturunan Asli Tionghoa
Sudono Salim lahir di Tiongkok (China). Ia lahir pada 16 Juli 1916, di distrik Fuqing, Provinsi Fujian. Ia memilik nama asli Liem Sioe Liong, namun karena ia tinggal di Indonesia, ia lebih dikenal dengan Sudono Salim.
Kisah berawal ketika Sudono, kakaknya (Lim Ke Lok) dan saudara iparnya (Zheng Xusheng) pergi ke Indonesia, karena adanya konflik di Tiongkok. Mereka datang ke Kota Surabaya dan kemudian mereka tinggal di Kota Kudus, Jawa Tengah.
Sang kakak sebenarnya sudah terlebih dahulu pergi ke Hindia Belanda pada saat itu. Saat Sudono menunggu kakak yang akan menjemputnya, Sudono harus menjadi gelandagan selama beberapa hari.
Setelah menjadi gelandangan, Sudono akhirnya diterima sebagai seorang pekerja di sebuah pabrik tahu dan kerupuk.
Memulai Berbisnis
Bekerja di pabrik tahu dan kerupuk membuat naluri bisnis Sudono muncul. Ia melihat potensi bisnis yang berada di tempat tinggalnya, Kudus. Ia merasa bahwa industri rokok merupakan peluang yang bagus untuk memulai bisnis.
Namun ia menemukan fakta lain bahwa pasokan cengkeh dan tembakau masih sulit, dan akhirnya ia memutuskan untuk terjun ke bisnis cengkeh dan tembakau.
Untuk memulai bisnis cengkeh, ia tentunya membutuhkan modal yang tidak sedikit, akhirnya ia berhasil mendapatkan modal untuk berbisnis yang berasal dari mertuanya.
Sudono menikah dengan sesama orang Tionghoa yang bernama Lie Kim Nio atau dikenal dengan Lilani.
Dalam waktu yang cukup singkat, bisnis cengkeh dan tembakau milih Sudono tumbuh dengan pesat. Bahkan ia dikenal dengan juragan cengkeh dan tembakau asal Kudus yang memiliki koneksi ke Sulawesi dan Sumatera.
Berkat bisnis cengkeh dan tembakau yang ia jalani, Sudono juga menjadi pemasok barang-barang medis bagi tentara revolusioner Indonesia di Medan. Hingga pada akhirnya ia mengenal Soeharto yang pada saat itu menjabat sebagai perwira Tentara Revolusioner Indonesia.
Bisnis Cengkeh yang Bangkrut
Dibalik kesukesan Sudono, rupanya ia juga pernah mengalami kebangkrutan pada tahun 1942. Saat itu Indonesia berada di bawah kekuasaan Jepang, mengakibatkan seluruh aktivitas bisnis dihentikan. Berhentinya aktivitas bisnis berlangsung kurang lebih selama tiga tahun hingga Jepang Pergi dari Hindia Belanda.
Setelah Indonesia meraih kemerdekaan pada 1945, Sudono memutuskan untuk pindah ke Jakarta yang pada masa itu menjadi Ibu Kota Negara Indonesia. Di Jakarta ia menjalin kerja sama dengan perusahaan asal Tiongkok dan Hongkong untuk memasok produk kebersihan bagi Tentara Nasional Indonesia.
Naluri bisnis Sudono kembali bermain, kesulitan ekonomi yang dialami pemerintah Indonesia membuat Sudono memutuskan untuk mendirikan bank bersama Mochtar Riady, orang kepercayaannya. Bank yang ia dirikan bersama Mochtar Riady dinamakan Bank Central Asia (BCA)
Ekspansi Bisnis ke Sektor yang Lebih Luas
Kemerdekaan Indonesia membuat jumlah kebutuhan pangan meningkat. Melihat peluang bisnis tersebut, Sudono memutuskan untuk mencoba peruntungan berbisnis di sektor pangan.
Sudono memutuskan untuk berbisnis bahan makanan pokok masyarakat Indonesia. Bukan beras yang dijualnya, namun terigu. Sudono memutuskan untuk mendirikan perusahaan yang bergerak dalam produksi tepung terigu. Perusahaan tersebut ia namakan PT Bogasari, didirikan pada 1968 dan masih beroperasi sampai saat ini.
Selain ekspansi ke sektor pangan, Sudono juga memutuskan untuk ekspansi ke sektor bahan bangunan. Menjalin kerja sama dengan pebisnis luar negeri, Sudono akhirnya mendirikan sebuah perusahaan Indocement pada 1973. Indocement merupakan perusahaan yang memproduksi semen dan masih beroperasi hingga saat ini.
Mendirikan Indofood
Seiring waktu berjalan, PT Bogasari tumbuh menjadi perusahaan besar. Melihar pesatnya pertumbuhan bahan olahan tepung terigu, ia memutuskan untuk mendirikan perusahaan yang berasal dari bahan tepung terigu, yaitu mi instan.
Perusahaan mi instan yang ia dirikan pada 1990 diberi nama PT Indofood dan produk mi instan itu ia namakan Indomie. Produk Indomie akhirnya berkembang sangat pesat dan dikenal hampir seluruh penduduk Indonesia.
Produk Indomie semakin berkembang hingga memiliki puluhan jenis varian rasa. Salah satu produk dengan rasa yang paling terkenal adalah rasa Mie Goreng.
Tidak hanya terkenal di dalam negeri, Indomie juga terkenal hingga mancanegara. Nigeria merupakan salah satu negara yang masyarakatnya suka mengkonsumsi Indomie. Indomie menjadi pilihan masyarakat Nigeria karena harganya yang murah, rasanya enak dan cara membuatnya mudah.
Pada 2016, Indomie bersama Coca-Cola dan Lifebuoy masuk ke dalam jajaran sepuluh produk paling laris di dunia.
Meninggalnya Sudono Salim
Sudono Salim meninggal di usia 96 tahun. Ia menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Raffles, Singapura, pada 10 Juni 2012.
Bisnis Sudono banyak berkontribusi terhadap kemerdekaan Indonesia, bisnis pangannya sangat membantu kelangsungan hidup masyarakat Indonesia. Walaupun Sudono sudah meninggal, namun namanya akan terus dikenang.
Hikmah Perjalanan Hidup Sudono
Keberanian dan perjuangan Sudono untuk merantau dan berjuang untuk bertahan hidup di Indonesia mendapat balasan yang setimpal. Berbagai lika-liku kehidupan berhasil ia jalani, walaupun harus bekerja di pabrik tahu dan kerupuk.
Dengan sedikit modal ia memberanikan diri untuk memulai usaha cengkeh dan tembakau. Diiringi dengan kerja keras dan kesabaran, usaha yang ia dirikan tumbuh dengan pesat.
Tidak hanya usaha cengkeh dan tembakau, ia pun ekspansi ke sektor pangan dan bahan bangunan. Ekpansi yang ia lakukan kembali menghasilkan buah yang manis dan perusahaan yang ia dirikan menjelma menjadi perusahaan raksasa.
Dari perjalanan hidup Sudono kita dapat mengambil pelajaran bahwa tidak ada kesuksesan tanpa diiringi dengan kerja keras. Kesuksesaan tidak ada yang instan seperti produk mi instan yang ia buat. (NKK)
Penulis: Ahmad Dwiantoro