Aksi Jual Asing Terus Tekan Saham Bank Besar, Simak Analisisnya
Aksi jual investor asing menjadi salah satu pemicu utama, di tengah kombinasi faktor politik, makroekonomi, dan kinerja sektor perbankan yang belum memuaskan.
IDXChannel – Saham-saham bank besar terus berada dalam tekanan sepanjang 2025. Aksi jual investor asing menjadi salah satu pemicu utama, di tengah kombinasi faktor politik, makroekonomi, dan kinerja sektor perbankan yang belum sepenuhnya memuaskan.
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, investor asing mencatatkan jual bersih (net sell) di pasar reguler sebesar Rp3,17 triliun dalam sepekan terakhir.
Dalam sebulan, nilai penjualan bersih meningkat menjadi Rp10,57 triliun, dan sepanjang tahun berjalan (year to date/YtD) mencapai Rp49,03 triliun.
Tekanan paling besar terlihat pada saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), yang membukukan net sell asing senilai Rp7,82 triliun dalam sebulan dan Rp30,31 triliun sepanjang tahun.
Harga saham BBCA turun 1,31 persen sepekan terakhir ditutup di Rp7.525 per unit pada Jumat (3/10/2025). Saham BBCA juga tergerus 5,94 persen dalam sebulan dan anjlok 19,83 persen secara YtD.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) juga mencatat net sell asing sebesar Rp1,74 triliun sepekan, dengan total YtD mencapai Rp1,07 triliun. Harga sahamnya turun 8,42 persen dalam sepekan, 6,57 persen sebulan, dan melemah 4,31 persen sejak awal tahun.
Sementara itu, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) mengalami tekanan lebih moderat dengan net sell YtD sebesar Rp4,14 triliun. Harga sahamnya turun 6,26 persen dalam sebulan terakhir, tetapi masih mencatat kenaikan tipis 1,19 persen secara YtD.
Tidak hanya itu, PT Bank Mandiri Tbk (Persero) Tbk (BMRI) juga mencatat net sell asing mencapai Rp17,03 triliun YtD, dengan harga saham melemah 5,69 persen dalam sebulan dan turun 16,78 persen sepanjang tahun.
Menariknya, tren penjualan saham perbankan secara besar-besaran oleh investor asing ini tetap membuat IHSG pulih dan berhasil reli Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sebagaimana diketahui, saham bank besar merupakan salah satu penopang utama indeks selama bertahun-tahun terakhir.
Selama September, IHSG menguat 2,94 persen dan berulang kali mencetak rekor tertinggi baru. Indeks acuan ini kini bertengger di level 8.118, setelah sempat menembus 8.169 pada 24 September 2025.
Sepanjang tahun berjalan, IHSG melesat 14,48 persen, ditopang oleh kebangkitan saham-saham konglomerat kenamaan dan pemulihan pasar pasca fase kritis pada Februari-April lalu, saat tensi perang dagang AS meningkat dan minat investor asing terhadap pasar domestik menurun.
Pengamat pasar modal Michael Yeoh menilai, tekanan terhadap saham-saham perbankan besar masih erat kaitannya dengan aksi jual asing yang masif sejak awal tahun.
“Aksi jual asing memang masih masif dari awal tahun. Kita hanya pernah membaik di momen rebalancing MSCI kemarin, di mana CUAN dan DSSA masuk, serta ada penambahan weighting di big banks. Setelah itu, koreksi masih berlanjut,” ujar Michael, Jumat (3/10/2025).
Menurutnya, pelaku pasar kini cenderung menunggu apa yang ia sebut sebagai “Purbaya effect”, mengacu pada dampak dari kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, yang baru menjabat pada 8 September lalu.
Ia menjelaskan, “Investor menunggu Purbaya effect, mulai dari kucuran dana Rp200 triliun, kemudian potensi pertumbuhan di sektor UMKM yang menjadi program dari Menkeu yang baru.”
Namun, Michael mengingatkan bahwa ekspektasi tersebut masih perlu pembuktian. “Tentunya, ini memerlukan angka di atas kertas, terutama laporan keuangan yang setidaknya perlu waktu tiga bulan,” kata dia.
Dari sisi teknikal, Michael melihat pergerakan saham perbankan masih dalam fase konsolidasi.
“Saham-saham perbankan saat ini masih berada dalam sideways area. Penting untuk dijaga agar tidak membuat lower low. Karena jika terjadi penembusan lower low, artinya perbankan akan melanjutkan downtrend,” demikian kata Michael. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.