Asa PGEO Gantikan Batu Bara dengan Panas Bumi di Sumatera dan Jawa
Dengan potensi yang besar, PGEO yakin panas bumi bisa menggantikan batu bara terutama dalam memenuhi kebutuhan di Sumatera dan Jawa.
IDXChannel – PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) berupaya memaksimalkan potensi panas bumi di Indonesia. Hal itu sejalan dengan rencana pemerintah melakukan dekarbonisasi melalui transisi energi.
Salah satu energi yang menjadi andalan yaitu geothermal atau panas bumi. Presiden Direktur PGEO, Julfi Hadi, mengatakan geothermal merupakan satu-satunya energi baru terbarukan yang stabil dan dapat diandalkan.
“Energi baru terbarukan yang bisa memainkan peran penting dalam dekarbonisasi dan dalam transisi energi menggantikan batu bara,” ujar Julfi dalam EBTKE ConEx 2023, Kamis (13/7/2023).
Terlebih lagi, kebutuhan listrik dari panas bumi sejalan dengan potensi sumber energi tersebut yang cukup besar, terutama di Sumatera dan Jawa.” Reserve geothermal di Sumatera dan Jawa capai 30-41 persen,” imbuhnya.
Dengan potensi yang besar tersebut, Julfi yakin panas bumi bisa menggantikan batu bara terutama dalam memenuhi kebutuhan di Sumatera dan Jawa.
“Geothermal siap menggantikan batu bara di Jawa dan Sumatera. Indonesia adalah negara volcano, Indonesia negara geothermal, dan itu merupakan renewable energi yang paling efektif untuk di-develop di Indonesia,” jelasnya.
Meski begitu, ambisi agar geothermal menggantikan panas bumi harus mendapat dukungan pemerintah. Terlebih lagi target tersebut sejalan dengan target pemerintah mencapai net zero emission (NZE) pada 2060.
“Ini akan bergantung pada regulasi. Kalau dari kami, semua proyek-proyek dimasukkan ke dalam plan PLN,” ujarnya.
PGEO pun terus menambah kapasitas listrik terpasang dari panas bumi untuk meraih asa menggantikan batu bara dengan panas bumi. Perseroan menargetkan bisa menambah kapasitas listrik terpasang dari panas bumi mencapai 1 Gigawatt (GW) dalam dua tahun.
Saat ini, kapasitas terpasang PGEO mencapai sekitar 672 megawatt (MW). Dalam dua tahun, perseroan bakal mengejar penambahan kapasitas hingga 340 MW sehingga menjadi 1 Gigawatt (GW).
Julfi mengatakan salah satu faktor yang bisa mendukung tercapainya target tersebut yaitu Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Menurut dia, Perpres itu bisa mendorong pelaku industri untuk menggarap potensi-potensi geothermal di Indonesia. Di sisi lain, PGEO terus memaksimalkan potensi-potensi panas bumi yang ada dengan lebih efisien dan cepat.
Sehingga proyek-proyek geothermal yang masuk dalam pipeline 1GW sudah siap untuk dikomersialkan, seperti Lumut Balai, Hululais, dan Sungai Penuh.
“Proyek-proyek yang dimasukkan dalam 1GW, semua ada di surface atau well head. Sehingga tidak perlu lama-lama, dengan teknologi bisa accelerate dari 18 bulan jadi 12 bulan,” ujarnya.
Di sisi lain, untuk menciptakan nilai tambah agar proyek yang akan dioperasikan cukup komersil, PGEO juga menciptakan secondary product seperti green hydrogen dan green methanol.
Selain itu, pihaknya menggandeng sejumlah vendor untuk bisa menggunakan teknologi terkini yang dapat membawa proyek panas bumi PGEO bisa segera masuk commercial on date (COD). Dengan begitu, seluruh energi geothermal yang diekstrak bisa menghasilkan megawatt yang lebih banyak dengan biaya yang lebih efisien.
(FRI)