Bangkit dari Rugi, Citra Tubindo (CTBN) Kantongi Laba Rp53,67 Miliar
Capaian laba didapat dari torehan pendapatan sebesar USD48,29 juta di sepanjang tiga bulan pertama tahun ini.
IDXChannel - PT Citra Tubindo Tbk (CTBN) sukses mengantongi laba bersih sebesar USD3,59 juta di sepanjang triwulan I-2023 lalu.
Dengan asumsi nilai tukar saat ini sebesar Rp14.950 per dolar AS, maka nilai laba tersebut setara dengan Rp53,67 miliar.
Capaian tersebut pantas diapresiasi, mengingat pada triwulan I-2022 lalu, produsen untuk Oil Country Tubular Goods (OCTG) premium yang digunakan dalam industri minyak dan gas, serta panas bumi itu masih menderita rugi bersih sebesar USD1,6 juta.
Capaian laba didapat dari torehan pendapatan sebesar USD48,29 juta di sepanjang tiga bulan pertama tahun ini.
Capaian tersebut meroket hingga 215,84 persen dibanding realisasi pendapatan sebesar USD15,29 juta pada periode sama tahun lalu. Moncernya pendapatan terutama ditopang oleh penjualan pipa dan aksesoris.
Dari sisi segmentasi pasar, pendapatan ekspor CTBN dalam periode tersebut mencapai USD36,2 juta, atau setara 75 persen dari total pendapatan perusahaan, dengan kontribusi terbesar didapat dari pasar Timut Tengah.
Dengan meningkatnya pendapatan, CTBN berhasil mencatatkan EBITDA sebesar USD6,67 juta dari sebelumnya USD282 ribu.
"Dengan tren kinerja yang bagus tersebut, manajemen memiliki ekspektasi tinggi atas profitabilitas perusahaan di tahun ini," ujar Direktur Utama CTBN, Fajar Wahyudi, dalam keterangan resminya, JUmat (16/6/2023).
Saat ini, menurut Fajar, pihaknya masih memiliki sejumlah kontrak proyek jangka panjang di Indonesia, seperti dengan Grup PT Pertamina (Persero).
Di pasar ekspor, CTBN mendukung sejumlah proyek penting seperti Adnoc Mega Project di Uni Emirat Arab (UAE) dan eksplorasi migas oleh Total di Uganda.
Untuk meningkatkan keselamatan, kualitas dan produktivitas di tahun 2023, CTBN telah mengalokasikan belanja modal sebesar USD2,71 juta.
"Kami sedang fokus mengembangkan peluang dalam energi transisi di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara," tutur Fajar.
Fajar menjelaskan, harga minyak dan gas yang tinggi memicu peningkatan investasi untuk kegiatan eksplorasi migas di seluruh dunia, terutama di Amerika Serikat dan Timur Tengah.
Hal tersebut menyebabkan permintaan yang tinggi untuk produk OCTG premium.
"Selain itu, kami terus memantau risiko dari resesi global yang mungkin akan menyebabkan penurunan kebutuhan untuk migas," ungkap Fajar.
Selain itu, Fajar menjelaskan, situasi geopolitik juga berdampak terhadap biaya material dan logistik, khususnya di tahun 2022.
Namun kondisi itu disebut Fajar telah mulai membaik di sepanjang tahun ini.
Dikatakan Fajar, risiko dari resesi global menahan beberapa operator migas untuk meminta pengiriman barang.
Mamun permintaan migas diperkirakan akan meningkat dan CTBN akan melihat volume yang lebih tinggi di tahun 2023 jika dibandingkan tahun 2022.
Di Indonesia, aktivitas migas terbilang positif meskipun terdampak fase transisi pandemi dan tantangan global. Grup PT Pertamina (Persero) masih menjadi salah satu pelanggan terbesar CTBN.
"Untuk pasar ekspor, kami terus memperkuat portofolio pelanggan seiring dengan keberhasilan ekspansi di wilayah Timur Tengah dan Afrika. CTBN akan terus melayani pelanggan premium di pasar Asia Tenggara," tegas Fajar. (TSA)