MARKET NEWS

Bank Kakap BBCA hingga BMRI Kuasai IHSG, apakah akan Tergantikan di Masa Depan?

Aldo Fernando - Riset 06/08/2023 12:55 WIB

Pergerakan saham yang dinamis membuat kapitalisasi pasar (market cap) emiten ikut berubah seiring waktu.

Bank Kakap BBCA hingga BMRI Kuasai IHSG, apakah akan Tergantikan di Masa Depan? (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Pergerakan saham yang dinamis membuat kapitalisasi pasar (market cap) emiten ikut berubah seiring waktu. Sempat dikuasai oleh raksasa otomotif dan rokok satu dekade lalu, kini perbankan kakap duduki kursi tertinggi. Bagaimana ke depannya?

Mundur sejenak ke 10 tahun yang telah lewat, tepatnya di 2013. Waktu itu, emiten konglomerasi otomotif, kontraktor tambang, hingga perkebunan PT Astra International Tbk (ASII) pernah menduduki posisi pertama market cap terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Market cap ASII mencapai Rp275,29 triliun pada akhir 2013.

Di bawah Astra, emiten produsen rokok PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) juga sedang berjaya saat itu. Market cap emiten anak usaha Philip Morris Indonesia tersebut sebesar Rp273,50 triliun.

Sementara, emiten perbankan Grup Djarum PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), emiten telkomunikasi PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM)--waktu itu PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk--hingga emiten consumer goods PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) menduduki peringkat 5 besar di 2013. (Lihat tabel di bawah ini.)

Kembali ke era sekarang, ASII dan HMSP sudah tidak lagi di pucuk klasemen. Bahkan HMSP, bersama pemain besar rokok lainnya PT Gudang Garam Tbk (GGRM) keluar dari jajaran 10 besar.

Tertekannya kinerja keuangan emiten rokok di tengah tingginya cukai tembakau membuat harga saham kedua emiten tersebut merosot.

Saham UNVR, yang sempat berada di posisi kelima di 2013, kini terlempar jauh ke urutan 10. Pada 2013, market cap UNVR mencapai Rp198,38 triliun. Sekarang, per 4 Agustus 2023, market cap UNVR turun menjadi Rp142,68 triliun.

Kinerja keuangan yang melambat, di tengah pasar yang semakin ketat, berkorelasi positif dengan harga saham UNVR. Ini yang pada gilirannya membuat market cap anak usaha Unilever Indonesia Holding B.V. tersebut menciut.

Dari daftar 10 besar market cap di 2013, ada tiga nama bank besar yang tak pernah absen, yakni BBCA dan duo bank BUMN PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI).

Berada di peringkat ketiga pada 2013 dengan market cap Rp234,32 triliun, kini market cap BBCA meroket tinggi menjadi Rp1.127,97 triliun. Satu-satunya emiten dengan market cap di atas Rp1.000 triliun.

Sedangkan, BBRI yang 10 tahun silam berada di peringkat ketujuh dengan market cap Rp177,06 triliun, kini merangsek ke posisi kedua di bawah BBCA dengan market cap Rp844,94 triliun.

Kemudian, BMRI yang berada di urutan keenam pada 2013, sekarang di posisi empat besar.

Tidak ketinggalan, emiten bank pelat merah lainnya, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), yang masih di urutan ke-12 pada 2013 dengan market cap Rp72,92 triliun, saat ini berada di urutan ke-9 dengan kapitalisasi pasar Rp167,84 triliun.

Nama baru lainnya, macam emiten batu bara milik taipan Low Tuck Kwong PT Bayan Resources Tbk (BYAN) yang secara spektakuler berada di posisi ketiga dan emiten tembaga-emas PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) yang sudah di bawah ASII hanya sebulan usai melantai di bursa pada 7 Juli 2023. (Lihat tabel di bawah ini.)

Bisa dibilang, kinerja keuangan, tren industri, tingkat persaingan, hingga perubahan regulasi bisa memengaruhi perusahaan dan pada gilirannya nilai atau valuasi perusahaan publik dalam bentuk market cap.

Kinerja yang melambat, perubahan tren industri, hingga persaingan yang ketat bisa membuat suatu emiten mengalami penurunan market cap seiring investor berpindah ke sektor atau emiten lainnya yang sedang tumbuh atau memiliki pangsa pasar yang besar dan solid.

Soal bank kakap yang saat ini menguasai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lantaran market cap yang jumbo, ada beberapa hal yang menjadi faktor utama mengapa emiten-emiten tersebut menjadi jawara.

Untuk menyebut beberapa: kontribusi besar untuk ekonomi RI, pangsa pasar pelanggan yang luas, kinerja keuangan yang stabil dan bertumbuh positif dalam jangka panjang, lingkungan regulasi yang mendukung, rajin membagikan dividen, likuiditas saham yang tinggi, dan pada gilirannya seiring keyakinan tinggi investor terhadap emiten bank besar tersebut membuat kapitalisasi pasarnya ikut terdongkrak.

Lanskap emiten dengan market cap terbesar di bursa Tanah Air yang dinamis membuat pergeseran mungkin saja bisa terjadi di masa depan.

Kini, di era ekonomi internet, dan bagaimana raksasa teknologi merajai pasar saham Amerika Serikat (AS) atawa Wall Street, tidak menutup kemungkinan pemain besar teknologi RI bisa berhasil memupuk laba dalam jangka panjang dan meningkatkan pangsa pasar yang pada gilirannya akan menjadi jawara market cap bursa.

Tentu, tidak hanya emiten teknologi yang memiliki kesempatan itu. Emiten pertambangan, misalnya tambang nikel yang sedang hype lantaran sebagai proxy industri kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di masa depan, juga berpeluang menggeser raksasa perbankan.

Namun, ini bukan berarti peluang BBCA hingga BMRI tetap berada di atas akan semakin kecil. Apabila faktor-faktor yang disebut sebelumnya masih menjadi pendorong emiten tersebut, bisa jadi bank besar masih menjadi penguasa IHSG untuk beberapa tahun ke depan.

Singkatnya, biarkan waktu yang akan menjawab. (ADF)

SHARE