Beda Nasib Emiten Transportasi Vs Distributor Bio Solar Sikapi Kenaikan BBM
Kenaikan harga BBM menyebabkan berbagai sektor di bursa saham terkontraksi. Contoh saja, pada Senin (5/9) berberapa sektor saham anjlok diterpa isu tersebut.
IDXChannel – Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) diumumkan pada Sabtu (3/9) sebagai upaya pemerintah dalam mengalihkan harga subsidi BBM untuk bantuan sosial.
Adapun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku telah berupaya melindungi rakyat dari gejolak harga minyak dunia. Akan tetapi, pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM guna mengalihkan dana tersebut untuk bantuan sosial.
“Beberapa harga jenis BBM yang selama ini mendapat subsidi akan mengalami penyesuaian dan sebagian subsidi BBM akan dialihkan ke bantuan yang lebih tepat sasaran," ujar Jokowi dalam jumpa pers di Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (3/9/2022).
Sebanyak Rp24,17 triliun dari dana subsidi BBM dialokasikan untuk bantuan sosial yang dibagi dalam tiga jenis bantuan, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) dengan total anggaran Rp12,4 triliun untuk 20,65 juta kelompok masyarakat yang dibayarkan sejumlah Rp150 ribu sebanyak empat kali.
Selain itu, bantuan bantuan subsidi upah sebesar Rp600ribu untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp3,5 juta per bulan yang dibayarkan satu kali dengan anggaran Rp9,6 triliun.
Terakhir, bantuan dari pemerintah daerah dengan menggunakan Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil sebanyak Rp2,17 triliun untuk membantu sektor transportasi seperti angkutan umum, ojek, nelayan dan bantuan tambahan perlindungan sosial.
Adapun, harga jenis BBM yang mengalami kenaikan yaitu Pertalite dari Rp7.650/liter menjadi Rp10 ribu/liter, kemudian solar subsidi dari Rp5.150/liter menjadi Rp6.800/liter, serta Pertamax non subsidi dari Rp12.500/liter menjadi Rp14.500/liter.
Kenaikan BBM tersebut tentunya memberi efek domino terhadap kenaikan biaya maupun harga barang lainnya. Efek paling kentara, yakni kenaikan tarif biaya transportasi dan logistik yang diumumkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada Rabu (6/9) lalu.
Selain itu, harga komoditas pangan juga ikut naik seiring kenaikan BBM. Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) pada Kamis (8/9) melaporkan sejumlah harga pangan terpantau naik.
Harga yang naik yaitu minyak goreng dengan persentase kenaikan sebesar 2,37 persen hingga gula pasir yang ikut naik hingga 0,32 persen secara nasional.
Adapun kalangan pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia turut mengakui kenaikan harga BBM berpengaruh terhadap segala sektor dan skala usaha.
Wakil Ketua III Kadin Indonesia Shinta Widjaja Kamdani menyebutkan bahwa kenaikan BBM berdampak bagi seluruh sektor usaha sebab kenaikan tersebut akan memberikan beban terhadap aktivitas logistik di seluruh sektor usaha.
“Hampir semua pelaku usaha akan terkena dampak dari sisi penyesuaian atau penurunan daya beli masyarakat,” ungkapnya, seperti ditulis, Senin (5/9/2022).
Ia juga menjelaskan, pertumbuhan konsumsi berpotensi melambat dalam jangka pendek sehingga masyarakat melakukan penyesuaian kembali terhadap pola konsumsi dan pengeluarannya dari efek harga BBM bagi biaya kebutuhan sehari-hari.
Senada dengan pernyataan tersebut, Direktur Center of Economic and Law Studies(CELIOS), Bhima Yudhistira juga menyebutkan bahwa pelaku usaha juga terjepit karena permintaan diproyeksikan turun sedangkan biaya operasional naik.
“Sektor usaha yang terkena dampak hampir semua. Salah satu yang terberat adalah ritel, Fast Moving Consumer Good (FMCG), transportasi, perhotelan, restoran, hingga jasa logistik,” kata Bhima kepada IDX Channel, pada Kamis (8/9).
BBM Naik, Ini Sektor yang ‘Cuan’ hingga ‘Boncos’
Kenaikan harga BBM tentunya menyebabkan berbagai sektor terkontraksi. Dilihat dari kinerja sahamnya, berbagai sektor terpantau merosot di tengah sentimen kenaikan harga BBM.
Adapun Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin (5/9) mencatat beberapa sektor yang anjlok pasca kenaikan harga BBM. Salah satu sektor yang terkontraksi paling dalam yaitu sektor transportasi dan logistik (IDXTRANS) yang merosot hingga minus 1,80 persen.
Sedangkan dua sektor lainnya yang ikut turun pada perdagangan Senin (5/9) adalah sektor konsumen non-siklikal (IDXNONCYCLIC) yaitu minus 0,07 persen dan sektor konsumen siklikal (IDXCYCLIC) yakni minus 0,17 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)
Sedangkan saham-saham sektor transportasi dan logistikkurir menjadi yang paling ‘boncos’ karena terdampak sentimen negatif kenaikan BBM hingga kenaikan tarif angkutan umum.
Pada penutupan Senin (5/9) Emiten jasa transportasi dan logistik kurir, PT Batavia Prosperindo Trans Tbk (BPTR) memimpin saham transportasi dengan kontraksi terdalam.
Adapun BEI mencatat, saham BPTR ambles hingga minus 6,67 persen menyentuh auto reject bawah (ARB) 7 persen menjadi Rp196/saham.
Selain itu, emiten transportasi lainnya PT WEHA Transportasi Indonesia Tbk (WEHA) juga anjlok hingga minus 6,40 persen di level Rp117/saham.
Selanjutnya, yakni PT Trimuda Nuansa Citra Tbk (TNCA) yang terkontraksi hingga minus 6,25 persen di perdagangan Senin (5/9). Harga saham pemilik layanan kurir Garuda Express Delivery atau GED tersebut turun menjadi Rp525/saham.
Menyusul ketiga emiten di atas, PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA) juga terperosok sebesar minus 5,14 persen. Harga saham emiten induk perusahana kurir Anteraja tersebut anjlok menjadi Rp1.385/saham.
Terakhir, yaitu emiten taksi PT Blue Bird Tbk (BIRD) juga merosot hingga minus 2,09 persen di perdagangan Senin (5/9). Menurut data BEI, harga sahamnya ditutup turun di level Rp1.405/saham.
Menurut keterangan Direktur Utama PT Blue Bird Tbk, Sigit Djokosoetono, kenaikan harga BBM ini cukup berdampak bagi operasional perusahaan.Pasalnya, sebagian besar armada taksi Bluebird menggunakan BBM dalam operasionalsehari-hari.
“Berdasarkan tren kenaikan tarif BBM selama ini, kontraksi permintaan biasanya terjadidalam beberapa minggu sebagai masa penyesuaian, namun setelah itu akan kembali normal,” kata dia dalam wawancara dengan IDX Channel, Selasa (6/9).
Adapun sebagaimana dilaporkan dalam laporan keuangannya di semester I-2022, beban BBM memiliki porsi terbesar kedua terhadap total beban BIRD, yaitu mencapai 26,92 persen. Sementara di semester I-2022, beban BBM menyumbang Rp298,25 miliar terhadap total beban pokok emiten.
Sebagai perbandingan, BIRD mencatatkan beban BBM lebih tinggi dari kompetitornya. Emiten taksi lainnya yakni TAXI membukukan beban BBM sebesar Rp321,68 juta pada semester I-2022. Adapun beban ini berkontribusi sebesar 7,55 persen dari total beban pokok TAXI.
Melihat beban perusahaan dari segmen BBM, pihak BIRD telah melakukan pengkajian, evaluasi pasar, serta menyesuaikan tarif sebagai respon atas kenaikan harga BBM.
“Saat ini saja, tarif reguler yang berlaku di Jabodetabek adalah tarif Buka Pintu (Flag Fall) sebesarRp7 ribu, dengan tarif Rp5 ribu/km. Dengan kata lain, naik 6% dari tarif taksi regulersebelumnya,” jelas Sigit.
Tak hanya pihak dari BIRD yang menyesuaikan tarif, Kemenhub pada Rabu (7/9) lalu juga menaikkan tarif angkutan umum. Adapun angkutan umum yang terdampak yaitu ojek online (ojol) dan Bus Antar Kota dan Antar Provinsi (AKAP) Kelas Ekonomi.
Terimbas kenaikan tarif angkutan umum, harga saham perusahaan bus Lorena PT Eka Sari Lorena Transport Tbk (LRNA) turun 3,61 persen ke Rp187/saham.
Kendati demikian, saham emiten ojek online (ojol) PT Goto Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) menghijau tipis dalam lanjutan sesi II perdagangan Rabu (7/9). Saham GOTO menghijau seiring pemerintah memutuskan kenaikan tarif ojol.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 13.49 WIB, saham GOTO terapresiasi positif sebesar 0,71 persen. Sedangkan harga sahamnya pada periode tersebut di level Rp284/saham.
Meski secara umum kenaikan BBM membawa sentimen negatif bagi sejumlah sektor, emiten distributor bio solar dan SPBU swasta, PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) berpotensi diuntungkan dari naiknya harga BBM.
Informasi saja, AKRA merupakan distributor bio solar dan produk minyak bumi bagi perusahaan pertambangan, pembangkit listrik, hingga perkebunan.
Menurut Direktur dan Sekretaris Perusahaan, Suresh Vembu, kenaikan harga BBM tidak memengaruhi harga dari produk AKRA.
“Produk ini tidak disubsidi dan berdasarkan harga produk internasional, sehingga tidak ada perbedaan antara harga antara Pertamina dengan AKR berdasarkan Mean of Platts Singapore (MOPS),” kata Suresh dalam wawancara dengan IDX Channel pada Selasa (6/9).
Suresh juga menjelaskan, AKRA juga menyalurkan BBM bersubsidi (bio solar) dengan mengikuti harga yang ditetapkan pemerintah untuk bio solar bersubsidi. Selain itu, kenaikan harga BBM menyebabkan selisih harga SPBU swasta seperti AKRA menjadi tak begitu jauh dengan Pertamax.
“Kami berharap, harga pasar saat ini dapat meningkatkan volume penjualan di kuartal terakhir,” imbuh Suresh.
Asal tahu saja, saat ini AKRA sudah menyalurkan BBM bersubsidi (bio solar) melalui 130 SPBU dan SPBN dimana AKRA telah ditunjuk kembali menjadi distributor untuk periode 5 tahun berikutnya sampai dengan 2023 hingga 2027.
Kedepannya, bersama BP, AKRA akan berinvestasi dalam distribusi ritel dan membuka lebih banyak SPBU melalui kerja sama dengan dealer.
Kinerja Saham Emiten Logistik Kurir Minus Sepekan
Dalam sepekan terakhir, sejumlah emiten logistik kurir mengalami kontraksi seiring kenaikan BBM dan tarif angkutan umum. PT Satria Antaran Prima Tbk (SAPX) memimpin kontraksi terdalam dari emiten sektor ini.
Adapun BEI mencatat, per Kamis (8/9), kinerja saham sepekan SAPX anjlok minus 4,55 persen. Sedangkan kinerjanya secara year to date (YTD) juga ambles hingga minus 24,70 persen. Walaupun memang, dalam sebulan kinerjanya masih menghijau hingga 1,61 persen.
Selain itu, emiten logistik kurir lain ASSA juga mencatatkan kinerja saham negatif selama sepekan, yang terperosok hingga minus 1,02 persen. Selama sebulan dan YTD, harga saham ASSA juga anjlok masing-masing minus 9,60 persen dan minus 56,02 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)
Di tengah saham emiten logistik kurir yang ambles dalam sepekan terakhir, emiten transportasi BIRD memimpin kenaikan harga saham yang melesat seminggu belakangan. Berdasarkan data BEI per penutupan Kamis (8/9), harga saham BIRD terapresiasi hingga 5,42 persen.
Akan tetapi dalam sebulan terakhir harga sahamnya turun minus 12,84 persen meski kinerjanya sepanjang 2022 masih menghijau di 5,80 persen.
Menyusul kinerja positif BIRD, saham emiten distributor bio solar AKRA yang cuan di tengah kenaikan BBM juga mencatatkan performa positif selama sepekan, sebulan, bahkan secara YTD.
Adapun sebagaimana dilansir dari BEI, saham AKRA sepekan dan sebulan naik hingga 1,27 persen. Sementara kinerjanya sepanjang 2022 melambung hingga 45,38 persen. Ini menjadi kinerja YTD yang paling apik dibanding emiten lainnya. (Lihat tabel di bawah ini.)
Berbeda dengan emiten lainnya yang kinerja sahamnya terdampak sentimen kenaikan BBM, saham TAXI tetap datar atau stagnan dalam sepekan terakhir.
Menurut data BEI per Kamis (8/9), saham TAXI tak bergerak di 0 persen dalam sepekan terakhir. Adapun kinerja sahamnya selama sebulan hingga YTD juga berada di angka 0 persen.
Kinerja Keuangan Semester I-2022 Masih Tumbuh Positif
Menjadi satu-satunya emiten yang ‘cuan’ di tengah sentimen kenaikan BBM secara kinerja saham, AKRA membukukan pendapatan dan laba bersih yang paling unggul bila dibandingkan dengan emiten-emiten sektor transportasi dan logistik kurir.
Berdasarkan data laporan keuangan emiten di semester I-2022, pendapatan bersih yang dicatatkan AKRA mencapai Rp22,10 triliun, melejit 106,51 persen secara year on year(yoy). Sementara laba bersih yang dibukukan di periode ini juga melesat 74,60 persen menjadi Rp955,46 miliar.
Melesatnya pendapatan dan laba bersih emiten ditopang oleh segmen pendapatan yang naik signifikan di semester I-2022. Adapun segmen pendapatan dari produk BBM pihak ketiga meroket hingga 120,58 persen di periode ini menjadi Rp16,86 triliun.
Segmen lain yang ikut terkerek di semester I-2022 adalah pendapatan kimia dasar dan lainnya dari pihak ketiga sebesar Rp4,25 triliun atau naik 114,71 persen secara yoy.
Emiten lainnya yang punya kinerja keuangan positif yaitu ASSA dan BIRD, yang masing-masing pendapatan bersihnya tumbuh 50,25 persen dan 48,06 persen di semester I-2022.
Pendapatan bersih yang berhasil dicatatkan ASSA di periode ini mencapai Rp3,17 triliun. Sedangkan laba bersihnya juga ikut meningkat 58,05 persen menjadi Rp114,79 miliar.
Sementara BIRD memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp1,55 triliun di semester I-2022. Berbeda dengan ASSA, di periode ini BIRD berhasil membalik rugi menjadi laba bersih atau turnaround dengan laba bersih yang dibukukan sebesar Rp146,18 miliar.
Emiten lainnya yang masih mencatatkan pertumbuhan pendapatan bersih adalah SAPX. Emiten logistik kurir ini mencatatkan pendapatan bersih sebesar Rp294,69 miliar di semester I-2022 dengan pertumbuhan sebesar 8,58 persen.
Kendati demikian, laba bersih SAPX turun signifikan hingga minus 52,04 persen menjadi Rp8,46 miliar di semester I-2022.(Lihat tabel di bawah ini.)
Meski sebagian besar emiten-emiten ini masih mencatatkan pertumbuhan kinerja keuangan, TAXI menjadi emiten terboncos di antara emiten lainnya karena membukukan pendapatan dan laba bersih yang anjlok di semester I-2022.
Sebagaimana dilansir dari laporan keuangan emiten, pendapatan TAXI ambles hingga minus 77,40 persen menjadi Rp1,13 triliun di periode ini.
Sementara perusahaan taksi ini membukukan rugi bersih sebesar Rp5,85 miliar meski jumlah tersebut telah menyusut signifikan dibanding semester I-2021 yakni Rp29,43 miliar.
Merosotnya pendapatan TAXI disebabkan anjloknya pendapatan dari segmen kendaraan taksi dan pendapatan lain-lain.
Adapun di semester I tahun ini, TAXI tidak memperoleh pendapatan dari segmen kendaraan taksi. Padahal di periode yang sama tahun lalu, pendapatan segmen ini sebesar Rp100,48 juta.
Sedangkan pendapatan lain-lain mengalami kemerosotan signifikan yang mencapai minus 99,96 persen. Di periode ini, TAXI hanya memperoleh Rp2,09 juta pendapatan lain-lain. Padahal di semester I tahun lalu, segmen ini meyumbang Rp4,76 miliar terhadap total pendapatan.
Periset: Melati Kristina
(ADF)