Beda Nasib, Saham Astra (ASII) Loyo saat Saham Toyota Cetak Rekor
Saham PT Astra International Tbk (ASII) masih loyo, berbeda dengan Toyota Motor yang mencetak rekor.
IDXChannel – Saham Toyota Motor Corp menembus rekor baru seiring raksasa otomotif asal Jepang tersebut meningkatkan proyeksi laba tahun fiskal. Berbeda, saham distributornya asal Indonesia PT Astra International Tbk (ASII) masih loyo.
Saham Toyota Motor sempat naik 7,3 persen di bursa Jepang pada pukul 9.23 WIB. Per 11.08 WIB, saham Toyota menguat menjadi 3.96 persen.
Saham Toyota Motor dalam tren menguat. Sejak awal tahun (YtD) sudah melompat 26 persen, sedangkan dalam setahun terbang 77 persen.
Sementara, saham Toyota Motor yang tercatat di bursa saham New York, Amerika Serikat (AS), dengan skema American Depositary Receipts (ADRs), ditutup melambung 7,80 persen pada Selasa waktu setempat.
Melansir dari MarketWatch, Selasa (6/2), Toyota menjelaskan, perusahaan memperkirakan laba bersih akan naik 84 persen menjadi JPY4,500 triliun (USD30,42 miliar) untuk tahun fiskal yang berakhir di Maret 2024 seiring kendaraan hibrida (hybrid vehicles) memimpin pertumbuhan penjualan.
Sebelumnya perusahaan memperkirakan peningkatan laba bersih tahun fiskal sebesar 61 persen.
Kini, Toyota mengambil pendekatan multipathway, yang berarti menawarkan konsumen beragam kendaraan, termasuk mobil hibrida-listrik dan bertenaga hidrogen, serta kendaraan listrik (electric vehicles/EV).
Manajemen Toyota juga mengatakan akan menginvestasikan dana tambahan sebesar USD1,3 miliar di fasilitas andalannya di Kentucky, AS, untuk mendukung perakitan sports utility vehicle (SUV) listrik-baterai tiga baris baru untuk pasar Amerika.
Selain itu, Toyota juga memaparkan akan mengambil saham minoritas di unit manufaktur TSM Taiwan Semiconductor Manufacturing Co. di Jepang, sebuah langkah yang membantu Toyota mengamankan chip canggih.
Memang, kekurangan chip semikonduktor telah membebani produksi Toyota dan produsen mobil lainnya di seluruh dunia seiring pulihnya perekonomian global dari pandemi COVID-19.
Laba dan Penjualan Positif
Laba operasional Toyota Motor untuk kuartal ketiga yang berakhir 31 Desember mencapai 1,68 triliun yen. Angka ini mengalahkan perkiraan laba rata-rata 1,3 triliun yen dalam jajak pendapat sembilan analis yang dilakukan LSEG.
Perusahaan Jepang tersebut menaikkan perkiraan labanya untuk tahun yang berakhir Maret menjadi 4,9 triliun yen (USD33 miliar) dari perkiraan sebelumnya sebesar 4,5 triliun. Jumlah tersebut jauh di atas perkiraan analis rata-rata sebesar 4,6 triliun yen, menurut data LSEG.
Penjualan jenis mobil hybrid melonjak 46 persen, berkontribusi terhadap kenaikan 11 persen dalam penjualan kendaraan secara keseluruhan.
Mobil jenis hybrid menyumbang sekitar sepertiga dari total penjualan lebih dari 10 juta kendaraan merek Toyota dan Lexus tahun lalu.
Melemahnya mata uang yen, yang telah anjlok sekitar 10 persen terhadap dolar sejak akhir tahun 2022, memperkuat dampak kuatnya penjualan global Toyota.
Berdasarkan geografi, Amerika Utara, menjadi pasar terbesar Toyota berdasarkan volume. Wilayah ini melaporkan pertumbuhan terkuat dengan lonjakan penjualan sebesar 28 persen.
Penjualan kendaraan hibrida meningkat di AS karena konsumen menolak harga kendaraan listrik yang tinggi dan cemas dengan jangkauan mobil listrik.
Permintaan terhadap kendaraan hibrida sangat tinggi sehingga pembeli harus menunggu sekitar satu tahun untuk mendapatkan pengiriman beberapa model, termasuk di antaranya kendaraan serba guna Toyota Sienna, menurut beberapa dealer di AS.
CFO Miyazaki mengatakan pangsa penjualan kendaraan hibrida meningkat di seluruh pasar termasuk Chinaa, tempat Toyota dan banyak pembuat mobil asing lainnya kesulitan karena meningkatnya persaingan dari pembuat kendaraan listrik lokal. Meski demikian, Miyazaji memperingatkan bahwa Toyota tidak optimis terhadap kondisi di pasar mobil terbesar di dunia.
Pasar dalam negeri Jepang mengalami pertumbuhan penjualan hanya sebesar 5 persen namun melaporkan pendapatan dan margin tertinggi di antara pasar-pasar utama lainnya.
Jepang menyumbang dua pertiga laba kuartalan Toyota dan menghasilkan margin operasi sebesar 20 persen, jauh di atas margin keseluruhan perusahaan sebesar 14 persen dan margin Amerika Utara sebesar 3,4 persen.
Margin keuntungan Toyota sebesar 14 persen bahkan jauh mengungguli Tesla yang hanya sebesar 8,2 persen. Ini karena produsen mobil AS tersebut telah memangkas harga kendaraan di pasar-pasar utama, termasuk AS dan China, untuk meningkatkan permintaan.
Namun, dengan margin laba operasional yang cukup besar yaitu 14 persen, penjualan Toyota mungkin akan menjadi lebih ketat karena persaingan antar produsen mobil semakin memanas.
“Faktor lainnya adalah prospek (perekonomian) Amerika Serikat, Tiongkok, dan Asia Tenggara tidak begitu baik,” kata analis Sugiura dikutip Investing.com, Rabu (7/2).
Ia menambahkan, Toyota juga menghadapi kenaikan biaya tenaga kerja terutama di AS dan Jepang.
Toyota mempertahankan posisinya sebagai produsen mobil terlaris di dunia selama empat tahun berturut-turut pada tahun 2023 setelah membukukan rekor penjualan tahunan sebesar 11,2 juta kendaraan.
Namun perusahaan tersebut sedang bergulat dengan serangkaian skandal di grup perusahaannya. Toyota beberapa waktu lalu sempat menarik penjualan beberapa merk kendaraannya karena manipulasi uji keselamatan yang mengancam reputasinya dalam hal kualitas dan keamanan.
Pimpinan Toyota pekan lalu meminta maaf atas ketidaknyamanan dan kekhawatiran yang disebabkan oleh kesalahan di dua anak perusahaan dan satu afiliasinya.
Perusahaan juga memangkas target penjualan kendaraan tahunan sebesar 150 ribu unit menjadi 9.45 juta kendaraan untuk mencerminkan penangguhan pengiriman dari unit bisnisnya Daihatsu Motor karena penyelidikan skandal sertifikasi keselamatan yang sedang berlangsung.
Saham Astra Tertekan
Imbas skandal tersebut, saham PT Astra International Tbk (ASII) yang terafiliasi dengan Toyota di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga sempat melemah.
Sejak awal 2024 (YtD), saham ASII ambles 6,19 persen dan sempat menyentuh level terendah baru sejak Agustus 2021 di Rp4.900 per saham pada perdagangan intraday 29-30 Januari 2024.
Pada Rabu (7/2), pukul 11.23 WIB, saham ASII tumbuh 0,95 persen secara harian ke level Rp5.300 per saham.
Dalam setahun terakhir, saham Astra minus 0,93 persen, sedangkan dalam 3 tahun belakangan melorot 6,19 persen dan dalam 5 tahun anjlok 24,10 persen.
Astra memang terus dibayangi sentimen negatif yang—kontras dengan kinerja saham Toyota Motor—turut menekan harga sahamnya.
Sebelumnya, dalam keterangan tertulis di situs perusahaan, 29 Januari 2024, Toyota Motor Corporation (Toyota/TMC) menjelaskan, Toyota Industries Corporation (TICO) melaporkan soal temuan ketidaksesuaian sertifikasi emisi mesin diesel kepada Toyota.
Penyelidikan menemukan penggunaan perangkat lunak berbeda selama pengujian, menghasilkan output yang tidak akurat.
Sebanyak 10 model kendaraan terpengaruh secara global, termasuk enam di Jepang dan satu dari Indonesia.
Untuk Indonesia, satu model yang dimaksud adalah Fortuner yang mulai dijual pada Mei 2020. Model tersebut diproduksi Toyota Motor Thailand Co., Ltd., PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), dan Toyota Kirloskar Motor Private Ltd. (India).
Informasi saja, TMMIN, yang bergerak di bisnis produksi kendaraan, mesin dan komponen ekspor kendaraan, mesin dan komponen, dikuasai Toyota Motor Corporation dengan kepemilikan saham 95 persen. Sedangkan, sisanya, sebanyak 5 persen, digenggam PT Astra International Tbk (ASII).
Belakangan, TMMIN memastikan mobil yang beredar di Tanah Air tak terdampak isu tersebut.
Kabar soal masalah mobil diesel tersebut bersamaan dengan PT Toyota-Astra Motor (TAM) yang mengumumkan program recall atau penarikan kembali terhadap mobil listrik bZ4X yang beredar di Indonesia.
TAM adalah perusahaan ventura bersama dengan kepemilikan masing masing 50 persen antara Astra dan Toyota Motor Corporation (TMC). TAM menjalankan peran sebagai agen tunggal pemegang merek, importir dan distributor untuk kendaraan bermerek Toyota dan Lexus di Indonesia.
Kabar negatif lainnya terkait aksi pangkas rekomendasi ala JP Morgan dan Macquarie pada 22 Januari lalu.
JP Morgan menurunkan peringkat saham ASII dari neutral menjadi underweight pada riset yang dirilis 22 Januari 2024. JP Morgan juga memangkas target harga dari Rp5.500 per saham menjadi Rp4.650 per saham.
Analis JP Morgan Sekuritas Indonesia menggarisbawahi risiko masuknya produsen mobil listrik (EV) China BYD ke Indonesia yang berpotensi menggerus pangsa pasar ASII, yang selama ini menjadi penguasa otomotif di Tanah Air, hingga 8 persen mulai 2025.
Sementara, Macquarie memberikan rating neutral dengan target harga Rp5.650 untuk saham Astra usai menggelar investor call dengan Head of Investor Relations Astra Tira Ardianti dalam rilis terbaru pada 25 Januari lalu.
Belum lagi, sebelumnya tersiar kabar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marinves), Luhut Binsar Pandjaitan yang menyebut pemerintah memiliki opsi untuk menaikkan pajak kendaraan pribadi yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM).
Sebelumnya, pada September tahun lalu, beredar video yang memperlihatkan sejumlah skiter matik Honda besutan PT Astra Honda Motor (AHM) yang menggunakan rangka eSAF patah. Setelah ditelisik, ternyata rangka yang digunakan berkarat dan keropos sehingga tak mampu menahan beban.
AHM bersama Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pun melakukan pemeriksaan.
Direktur Marketing PT AHM Octavianus Dwi mengatakan, berdasarkan investigasi awal, tidak ditemukan masalah dalam proses produksi rangka eSAF dan sudah sesuai standar global. Hal tersebut juga diakui oleh KNKT dan Kemenhub saat melakukan evaluasi.
Sebagai gambaran, segmen otomotif masih menjadi andalan Astra, dengan kontribusi sebesar 41 persen dari total pendapatan perusahaan selama 9 bulan di 2023 (9M2023).
Di bawah otomotif, ada segmen alat berat, pertambangan, konstruksi, dan energi dengan sumbangsih 40 persen dari total pendapatan.
Sementara, segmen alat berat hingga pertambangan menyumbang 36 persen, sedangkan segmen otomotif 35 persen dari total laba bersih Astra di 9 bulan 2023. (ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.