MARKET NEWS

BI Tidak Naikkan Suku Bunga Acuan, IHSG Kok Masih Loyo

Shelma Rachmahyanti 18/06/2021 10:16 WIB

Pada pembukaan perdagangan hari ini (18/6/2021), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di teritori negatif. IHSG tertekan 0,11 persen berada di level 6.061.

BI Tidak Naikkan Suku Bunga Acuan, IHSG Kok Masih Loyo. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Pada pembukaan perdagangan hari ini (18/6/2021), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di teritori negatif. IHSG tertekan 0,11 persen berada di level 6.061. Adapun pelemahan pagi hari ini melanjutkan pelemahan pada penutupan kemarin.

Head of Business Development PT FAC Sekuritas Indonesia, Kenji Putera Tjahaja, mengungkapkan, pelemahan IHSG kemarin juga diikuti aksi jual dari asing. Selain itu, adanya sentimen domestik yakni terkait keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menahan suku bunga acuan tidak memberikan dampak signifikan pada pergerakan IHSG.

“Kemarin betul IHSG ditutup melemah, itu juga diikuti oleh aksi jual dari asing memang terdapat net sell. Kalau secara sentimen BI menahan suku bunga, saya rasa market sudah expect terhadap hal itu jadi tidak terlalu memberikan pengaruh signifikan,” ujarnya dalam acara Market Opening IDX Channel, Jumat (18/6/2021).

Justru, menurut Kenji, sentimen luar negeri yakni hasil FOMC meeting The Fed lebih memberikan dampak terhadap pergerakan bursa-bursa negara berkembang termasuk IHSG. Di mana, The Fed berencana untuk menaikkan suku bunga lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.

“Untuk negara-negara berkembang sentimennya agak bikin deg-degkan. Dalam arti, The Fed mau menaikkan suku bunga lebih cepat dari perkiraan yang sebelumnya di 2024 menjadi di 2023. Saya rasa itu turut memberikan tekanan terhadap bursa-bursa khususnya untuk negara-negara berkembang,” kata dia.

Lanjutnya, yang ditakutkan oleh negara-negara berkembang apabila terjadi tapering akibat quantitative easing yang dikurangi oleh The Fed. Hal tersebut berhubungan dengan kenaikan dua kali suku bunga di 2023, sehingga harusnya tapering terjadi lebih cepat.

“Ini kan memberikan potensi untuk aliran dana global yang masuk ke negara-negara berkembang khususnya Indonesia, itu bisa pulang kampung atau balik lagi ke negara asal dan itu bisa jadi sentimen negatif,” ujar Kenji. (TYO)

SHARE