MARKET NEWS

Bingung Pilih Obligasi Pemerintah vs Korporasi? Begini Prospeknya di Semester II 2023

Febrina Ratna 15/08/2023 17:42 WIB

Ada dua jenis obligasi yaitu obligasi pemerintah dan korporasi. Untuk mencapai investasi yang maksimal, simak ulasan mengenai prospek obligasi ke depannya.

Bingung Pilih Obligasi Pemerintah vs Korporasi? Begini Prospeknya di Semester II 2023.(Foto: MNC Media)

IDXChannel – Investasi di pasar modal Indonesia tidak hanya saham, melainkan ada instrumen lainnya seperti obligasi. Secara umum, obligasi merupakan surat utang yang memberikan hasil investasi bersifat tetap (kupon) selama jangka waktu jatuh tempo.

Obligasi pun dibagi dalam dua jenis berdasarkan penerbitnya yaitu obligasi pemerintah dan obligasi korporasi. Dilansir dari sikapiuangmu.ojk.go.id, obligasi pemerintah dikeluarkan pemerintah untuk pembiayaan pembangunan negara, dalam hal ini Kementerian Keuangan RI mengeluarkan surat berharga berupa Obligasi Ritel Negara baik yang berbasis konvensional maupun syariah/sukuk.

Sementara, obligasi Korporat merupakan instrumen investasi berupa surat utang yang dikeluarkan perusahaan swasta atau BUMN/BUMD untuk pembiayaan perusahaan. Baik Obligasi Korporat maupun Obligasi Pemerintah memberikan keuntungan berupa kupon dan capital gain. 

Setelah mengetahui perbedaannya, investor terkadang bingung memilih obligasi yang tepat. Untuk itu, dalam rangka memperingati Capital Market Month 2023 atau #CMM2023, diulas mengenai kinerja obligasi dan prospeknya ke depan.

Direktur & Chief Investment Officer Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Ezra Nazula, mengatakan obligasi pemerintah dan korporasi memiliki daya tarik masing-masing. “Surat Berharga Negara (SBN) umumnya lebih likuid dan lebih sensitif terhadap perubahan yield yang menguntungkan bagi investor yang mencari capital gain. Sementara obligasi korporasi menawarkan tingkat yield lebih menarik,” ujarnya kepada IDXChannel.com, Selasa (15/8/2023).

Lebih lanjut, dia mengatakan pasar obligasi mencatat kinerja positif di semester I-2023. Hal itu tercermin dari kinerja indeks BINDO yang naik 7,4% sepanjang tahun ini per Juli 2023.

Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kinerja positif pasar obligasi. Beberapa di antaranya, kondisi makroekonomi yang kondusif dengan inflasi yang melandai, dan tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI) yang sudah mencapai puncaknya sejak Februari.

“Kondisi fiskal pemerintah juga suportif, di mana penerimaan pajak lebih baik dari ekspektasi, serta saldo SAL masih besar yang mendukung ekspektasi penerbitan SBN akan lebih sedikit dari perkiraan awal,” jelasnya.

Untuk prospek pada semester II 2023, Ezra memiliki pandangan konstruktif bagi pasar obligasi. Menurut dia, kondisi makroekonomi domestik yang stabil dengan inflasi melandai dan suku bunga bertahan menjadi faktor yang mendukung pasar obligasi. “Narasi mengenai potensi pemangkasan suku bunga dapat menjadi katalis bagi pasar,” imbuhnya.

Dari perspektif global, Ezra menilai, kebijakan The Fed yang sudah mendekati puncak kenaikan suku bunga menjadi faktor suportif bagi pasar obligasi. Sebab, hal itu memberi sinyal siklus kebijakan moneter memasuki fase bertahan yang kemudian diikuti fase pemangkasan suku bunga.

Sementara itu, Erwan Teguh, Head of Research BNI Sekuritas sebelumnya mengatakan investor pasar modal Indonesia cenderung memilih obligasi pemerintah. Tercermin dari kinerj Surat Utang Negara (SUN) berdenominasi rupiah yang menunjukkan posisi yang kuat pada semester I 2023.

Hal itu didorong oleh permintaan yang tinggi baik dari investor domestik maupun asing. Harga obligasi rupiah mencatatkan apresiasi signifikan pada periode tersebut, terlihat dari Bloomberg EM Local Currency: Indonesia Total Return Index Unhedged IDR yang mencatatkan total return sebesar 6,75% YTD.

Menurut dia, investor asing tertarik dengan obligasi Indonesia karena fondasi ekonomi Indonesia yang kuat dan tingkat imbal hasil riil yang menarik. Terutama di tengah kenaikan suku bunga AS dan volatilitas pasar keuangan global, di mana pasar obligasi Indonesia menunjukkan ketahanan, ditandai dengan tren penurunan yang signifikan pada yield curve SUN 10-tahun.

“Meskipun penurunan yield tersebut menyebabkan selisih yield yang lebih ketat terhadap yield instrumen US Treasury (obligasi pemerintah AS), BNI Sekuritas menilai obligasi Pemerintah dalam mata uang lokal Indonesia sebagai peluang investasi yang masih relatif menarik dibandingkan peers,” ujarnya dalam keterangan tertulis beberapa waktu lalu.

Di sisi lain, pasar obligasi korporasi mengalami pertumbuhan yang lebih lambat selama enam bulan pertama tahun 2023, dengan total penerbitan obligasi korporasi tercatat sebesar Rp45,9 triliun. Meski demikian, peningkatan aktivitas di pasar tersebut mulai terlihat pada Juni dengan penerbitan obligasi korporasi mencapai Rp7,3 triliun, lebih besar dibandingkan Rp4,0 triliun pada bulan Mei sebelumnya.

Volume outstanding meningkat menjadi Rp450,6 triliun per Juni 2023, dibandingkan dengan Rp448,2 triliun pada akhir tahun 2022. BNI Sekuritas melihat volume penerbitan obligasi korporasi pada 2023 akan berada di kisaran Rp125,0 triliun hingga Rp135,0 triliun, relatif lebih rendah dibandingkan tahun 2022 sebelumnya.

Ke depannya, Erwin mengatakan fondasi ekonomi yang kuat dan ketahanan pasar obligasi menjadi faktor yang mendukung pertumbuhan. Dia pun menyebut obligasi pemerintah masih menjadi instrumen yang menarik.

“Laporan kami menggarisbawahi performa yang kuat dari obligasi pemerintah dalam mata uang lokal, yang didorong oleh permintaan investor domestik dan asing. Kami tetap optimis terhadap obligasi pemerintah sebagai peluang investasi menarik, sambil terus memantau pertumbuhan pasar dan mencari potensi peluang di sektor ritel yang menjanjikan,” ujarnya.

(FRI)

SHARE