MARKET NEWS

Blibli (BELI) Siap Melantai, Bedah 'Amunisi' Lawan Bukalapak-GOTO

Melati Kristina - Riset 24/10/2022 06:30 WIB

Emiten teknologi kembali masuk bursa, ini bisa menjadi indikasi semakin majunya ekonomi digital Tanah Air. Bagaimana prospek industri ini kedepannya?

Blibli (BELI) Siap Melantai, Bedah 'Amunisi' Lawan Bukalapak-GOTO. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Perusahaan e-commerce, PT Global Digital Niaga Tbk atau Blibli bakal melakukan initial public offering (IPO). Masuknya Blibli ke bursa menyusul kedua raksasa tekno, yaitu PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan PT Bukalapak.com (BUKA), yang sudah melantai di bursa terlebih dahulu.

Mengacu pada prospektus perusahaan, Blibli resmi melakukan penawaran awal (bookbuilding) 17 hingga 24 Oktober 2022. Sedangkan perusahaan ini akan melakukan pencatatan nama dengan kode sahamBELI’ pada 7 November 2022 mendatang.

Sementara saham yang akan dilepas sebanyak-banyaknya 17,77 miliar saham. Adapun di masa bookbuilding, Blibli akan menawarkan sahamnya dengan harga penawaran Rp410-460/saham.

Dengan demikian, dana segar yang bakal diraup Blibli setelah IPO mencapai Rp7,28 triliun hingga Rp8,17 triliun.

Blibli merupakan platform e-commerce dengan model bisnis B2C (business to consumer) yang berdiri pada tahun 2011. Adapun perusahaan e-commerce ini turut didirikan oleh Grup Djarum.

Masuknya Blibli ke bursa menambah daftar emiten tekno, terutama e-commerce yang manggung di bursa Tanah Air. Sebelumnya, emiten e-commerce BUKA sudah terlebih dahulu melakukan listing atau tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 6 Agustus 2021.

Pada saat itu, raihan dana IPO perusahaan unicorn tersebut mencapai Rp22 triliun yang merupakan dana terbesar sepanjang sejarah BEI.

Menyusul BUKA, GOTO juga melantai di bursa pada 11 April 2022. Melalui IPO tersebut, GOTO berhasil meraih dana segar sebanyak Rp13,72 triliun.

GOTO merupakan perusahaan merger Gojek dan Tokopedia yang merupakan perusahaan berbasis teknologi yang pada saat listing punya kapitalisasi pasar (market cap) hingga Rp452 triliun. Ini menjadi salah satu dari lima perusahaan dengan market capterbesar di bursa.

Namun, per 30 Juni 2022, kapitalisasi pasar emiten yang merupakan decacorn pertama di ASEAN tersebut telah merosot menjadi Rp241,61 triliun.

Adapun GOTO memiliki tiga lini bisnis utama, yaitu layanan sesuai permintaan (on demand service), perdagangan elektronik (e-commerce), dan teknologi finansial (financial technology).

Adu Kuat Ekosistem Emiten Tekno

Berdiri sejak 2010, GOTO memiliki ekosistem bisnis yang menjadi kekuatan perusahaan.

Selain merupakan gabungan dua raksasa tekno Tanah Air yaitu Gojek dan Tokopedia, GOTO juga didukung oleh layanan lainnya seperti GoPay yang bergerak di bidang teknologi finansial, GoSure yang merupakan layanan asuransi, dan Go-Kilat sebagai layanan antar belanja online.

Selain itu, GOTO juga bermitra dengan perusahaan besar di Tanah Air hingga raksasa teknologi dunia, yaitu Google. Dengan Google, GOTO menandatangani kerjasama untuk penggunaan Google Maps untuk layanan perjalanan dan pengiriman serta Google Cloud.

Di bidang finansial, GOTO juga berkolaborasi dengan Bank Jago untuk menyediakan layanan keuangan GoTo Financial. Di samping itu, GOTO juga menempatkan dana di emiten Bank Jago yaitu PT Bank Jago Tbk (ARTO) sebesar Rp1,77 triliun.

Perusahaan lainnya yang masuk dalam ekosistem GoTo turut menempatkan dana berupa giro di emiten bank digital tersebut.

Selain berkolaborasi, terdapat emiten besar yang tercatat berinvestasi di perusahaan decacorn ini.

Sebut saja PT TelkomIndonesia (TLKM)melalui Telkomsel yang telah berinvestasi di GOTO sejak 2020 lalu. Adapun nilai investasi di tahun tersebut sebesar Rp6,4 triliun atau senilai 23,7 miliar saham.

Sedangkan melansir data BEI per 30 September 2022, saham GOTO dikendalikan oleh direksi cum para founderdari emiten tekno tersebut. Adapun Chief Executive Officer (CEO) GoTo, Andre Soelistyo mengendalikan 0,83 persen saham GOTO.

Sementara Komisaris GoTo William Tanuwijaya, Direktur GoTo Melissa Siska Juminto dan Kevin Bryan Aluwi juga tercatat sebagai pemegang Saham Dengan Hak Suara Multipel (SDHSM).

Sebagai informasi, pemegang SDHSM dalam Saham Seri B mempunyai hak suara multipel untuk setiap sahamnya.

BEI juga menyebutkan, saham GOTO juga dipegang oleh PT Saham Anak Bangsa sebesar 2,27 persen. Sementara pengusaha tambangGaribaldi ‘Boy’ Thohir juga tercatat menggenggam saham GOTO sebesar 0,09 persen.

Informasi saja, kakak dari Menteri BUMN Erick Thohir tersebut juga menjabat sebagai Komisaris Utama di Gojek sejak tahun 2021.

Kekuatan Blibli

Selain GOTO, perusahaan tekno lainnya yaitu Blibli juga memiliki ekosistem dan jaringan bisnis yang luas. Tercatat, Blibli dikendalikan oleh Grup Djarum melalui Martin Hartono yang merupakan salah satu pendiri atau founder dari perusahaan e-commerce ini.

Keterlibatan keluarga Hartono, pemilik dari Grup Djarum pada perusahaan ini juga terlihat dari dukungan GDP venture yang merupakan perusahaan pendanaan dan pengembangan ekosistem digital di bawah naungan PT Djarum.

Selain itu, pemilik Grup Djarum yaitu Budi Hartono dan Bambang Hartono juga merupakan penerima manfaat akhir atau utlimate beneficial ownership (UBO) dari Blibli.

Berada di bawah naungan Grup Djarum, keterlibatan konglomerasi turut berpengaruh bagikekuatan ekosistem perusahaan.

Adapun grup ini memiliki hubungan asosiasi dengan merek rokok terkemuka Djarum Super hingga organisasi nonprofit yang merupakan sponsor utama dalam olahraga badminton yakni Djarum Foundation.

Di samping itu, Blibli juga terafiliasi dengan emiten perbankan terbesar di Indonesia yaitu PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang memiliki kapitalisasi pasar terbesar di Tanah Air.

Kemitraan Blibli dengan BBCA untuk menunjang metode pembayaranhingga layanan bank digital oleh anak perusahaan, yakni Blu.

Selain BBCA, Blibli juga bekerja sama dengan PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) sebagai perusahaan yang memiliki afiliasi komunikasi dengan perusahaan.

Tak hanya itu, konglomerasi Grup Djarum juga mengakuisisi salah satu start up pemesanan tiket online di Tanah Air yaitu tiket.com di tahun 2017. Sementara sebanyak 99,99 persen saham tiket.com dikendalikan langsung oleh Blibli.

Selain mengakuisisi tiket.com, Blibli juga mengakuisisi perusahaan ritel untuk memperkuat ekspansi bisnis. Adapun perusahaan ritel tersebut adalah Ranch Market, yang sahamnya diakuisisi sebesar 51 persen pada 30 September 2021.

Selain perusahaan-perusahaan di atas, Blibli juga memiliki investasi yang luas.Salah satunya di bidang bisnis teknologi, Blibli berinvestasi di raksasa ride hailing seperti Grab, aplikasi kesehatan Halodoc, hingga raksasa tekno yaitu GOTO.

Blibli juga berinvestasi di berbagai sektor, seperti media (Kumparan, IDN Media, Kaskus, dan Getplus), hotel dan real estate (Grand Indonesia, Hotel Indonesia Kempinski Jakarta, dan Padma Hotel), hingga bisnis industrial dan pertanian (PT Agra Bareksa dan Ecogreen Oleochemicals).

Bagaimana dengan Bukalapak?

Serupa dengan GOTO dan Blibli, BUKA juga tak kalah dalam segi kekuatan ekosistem bisnis. Tercatat, emiten e-commerce ini berkolaborasi dengan sejumlah perusahaan yang bergerak di berbagai sektor seperti DANA hingga Grab.

Di sektor finansial, BUKA menjalin kerja sama dengan DANA sebagai penyedia layanan pembayaran digital di platform e-commerce Bukalapak. Selain itu, DANA (yang sebagian sahamnya dimiliki Grup Emtek) juga memfalitasi pengguna Bukalapak untuk melakukan pembayaran pulsa, token listrik, hingga multifinance.

Sedangkan bersama perusahaan teknologi di bidang transportasi yakni Grab, BUKA bekerja sama dalam menyediakan layanan logistik melalui GrabExpress.

Selain Grab dan DANA, BUKA juga memiliki kerja sama dengan unit bisnis CT Corp yaitu Trans Retail Indonesia. Melalui kerja sama tersebut, dua perusahaan tersebut meluncurkan platform belanja kebutuhan sehari-hari yaitu AlloFresh.

AlloFresh merupakan perusahaan yang menawarkan berbagai kebutuhan sehari-hari yang dikirimkan dalam waktu 30 menit hingga 3 jam dari aplikasi.

BUKA juga memiliki saham PT Allo Bank Indonesia (BBHI), yang merupakan emiten bank digital milik CT Corp melalui right issuepada Januari lalu. Adapun BUKA menggenggam sebesar 11,49 persen saham dari BBHI.

Di samping itu, BUKA juga dikendalikan oleh PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) atau Emtek yang menguasai media seperti SCTV hingga Indosiar.

Melansir dari data BEI, kepemilikan saham EMTK di BUKA per 30 September 2022 mencapai 24,63 persen.

Selain EMTK, dua investor asing juga tercatat memegang saham BUKA. Adapun API Investment Limited, perusahaan asal Hongkong—bagian dari raksasa e-commerce China Alibaba--menggenggam 13,05 persen saham BUKA.

Sementara Archipelago Investment Pte Ltd asal Singapura juga menguasai saham BUKA sebesar 9,45 persen.

Archipelago Investment merupakan perusahaan investment holding asal Singapura yang dimiliki oleh Government of Singapore Investment Corporation (GIC).

Gencar ‘Bakar Uang’, Emiten Tekno Masih Alami Rugi

Melansir laporan keuangan emiten pada semester I-2022, kinerja keuangan emiten-emiten tekno pada umumnya masih membukukan rugi bersih.

Blibli, misalnya, yang membukukan rugi bersih sebesar Rp2,48 triliun di tengah melesatnya pendapatan bersih perusahaan hingga 123,76 persen di periode ini.

Adapun pendapatan bersih yang diperoleh emiten e-commerceini di semester I-2022 mencapai Rp6,71 triliun.

Dari segmen beban perusahaan, Blibli mencatatkan kenaikan beban pokok pendapatan sebesar 121,74 persen menjadi Rp6,15 triliun.

Sedangkan beban penjualan perusahaan e-commerce ini juga meningkat hingga 97,43 persen menjadi Rp1,40 triliun.

Dari seluruh segmen beban penjualan, beban dari iklan dan pemasaran naik secara signifikan hingga 119,22 persen menjadi Rp869,22 miliar di periode ini. Adapun iklan dan pemasaran berkontribusi hingga 61,99 persen terhadap beban penjualan Blibli.

Senada dengan Blibli, GOTO juga menggelontorkan dana untuk kebutuhan iklan dan promosi yang jumbo. Melansir dari laporan keuangan di semester I-2022, biaya promosi GOTO mencapai Rp3,49 triliun. Adapun beban dari segmen ini melonjak hingga 309,36 persen secara year on year (yoy).

Sementara biaya untuk iklan dan pemasaran juga meningkat hingga 129,60 persenmenjadi Rp2,18 triliun. Bila diakumulasi, total biaya iklan pemasaran dan promosi memiliki porsi 29,62 persen dari  total beban GOTO di semester I-2022.

Kendati demikian, GOTO masih mencatatkan kenaikan pendapatan bersih yang mencapai 73,32 persen, walaupun memang masih membukukan rugi bersih di periode ini.(Lihat tabel di bawah ini.)

Adapun pendapatan bersih yang diperoleh GOTO di semester I-2022 mencapai Rp3,40 triliun. Sedangkan rugi bersih yang dibukukan sebesar Rp13,65 triliun.

Berbeda dengan dua perusahaan tekno yang masih menanggung rugi, BUKA justru mencatatkan laba bersih di semester I-2022 sebesar Rp8,59 triliun. Angka ini bahkan lebih besar dari pendapatan bersih BUKA yang hanya sebesar Rp1,69 triliun.

Besarnya laba bersih BUKA di periode ini disumbang dari perolehan laba nilai investasi yang belum dan sudah terealisasi mencapai Rp9,79 triliun. Jumlah tersebut diperoleh dari investasi di BBHI.

Dikutip dalam surat Bukalapak kepada BEI pada 11 Mei 2022, manajemen menjelaskan kepada pihak bursa, kepemilikan BUKA atas investasi pada saham tercatat di bursa kurang dari 20% (yakni BBHI).

Masih Prospektif, Meski Saham Terkontraksi

Selain masih membukukan rugi bersih, emiten tekno memiliki kinerja saham yang terkontraksi. Meski begitu, kinerja sektor tekno terutama e-commerce masih potensial di masa depan.

Melansir BEI, harga saham BUKA pada saat listingatau melantai perdana di bursa menyentuh Rp1.060/saham, atau melesat menyentuh ARA 25 persen dengan persentase kenaikan sebesar 24,71 persen dari harga IPOnya yakni Rp850/saham.

Akan tetapi, sahamnya terus ambles, bahkan pada perdagangan Senin (17/10), saham BUKA menyentuh harga terendahnya yaitu Rp250/saham.

Hingga Rabu (19/10), harga saham BUKA sudah turun hingga minus 70,59 persen dibanding harga IPOnya. Sementara kinerjanya secara year to date (YTD) juga ambles hingga minus 40 persen.

Tak hanya BUKA, GOTO juga mencatatkan harga saham yang melesat setelah listing. Adapun berdasarkan data BEI pada 11 April 2022, harga saham GOTO menyentuh Rp382/saham. Sementara harga IPO emiten tekno ini sebesar Rp338/saham.

Namun, harga saham GOTO juga terus turun menyentuh Rp194/saham pada 13 Mei 2022. Kendati demikian saham GOTO mampu bangkit menyentuh harga tertingginya yaitu Rp404/saham pada 15 Juni 2022.

Sementara data BEI per Rabu (19/10) mencatat, harga saham GOTO berada di level Rp204/saham dengan kinerja harga saham turun minus 39,64 persen dibanding harganya saat listing. (Lihat grafik di bawah ini.)

Kendati demikian, GOTO masih memiliki fundamental perusahaan yang baik. Terbukti dengan masuknya GOTO ke dalam tiga indeks sekaligus yaitu LQ45, IDX30, dan IDX80.

Sebagaimana diketahui, LQ45 adalah indeks yang mengukur kinerja harga dari 45 saham yang punya likuiditas tinggi dan kapitalisasi pasar besar serta didukung oleh fundamental perusahaan yang baik.

Demikian pula dengan IDX30 dan IDX80, yang mengukur kinerja masing-masing 30 dan 80 saham pilihan yang tergolong sangat likuid dan punya kapitalisasi pasar jumbo.

Selain itu, GOTO juga mempunyai ekosistem digital terdepan di kawasan Asia Tenggara dan terbesar di Tanah Air berdasarkan nilai GTV (gross transaction value/nilai transaksi bruto). Melansir prospektus perusahan, nilai GTV GOTO pada kuartal II-2022 mencapai Rp150,5 triliun.

Tak hanya GOTO, Blibli juga punya prospek menarik kedepannya. Berdasarkan Frost & Sullivan dan Euromonitor, sebagaimana dikutip dalam prospektus IPO, pertumbuhan CAGR Blibli di tahun 2025 mendatang diproyeksikan mencapai 11 persen menjadi USD436 miliar.

Adapun sektor tekno khususnya e-commerce juga diramal punya masa depan yang cerah.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyebutkan, nilai ekonomi digital Indonesia pada tahun 2025 diproyeksikan akan mencapai USD146 miliar dan menguasai 40 persen pangsa pasar ekonomi internet di Asia Tenggara.

Sementara sektor e-commerce jadi penopang utama ekonomi digital di Tanah Air dengan nilai pendapatan dari sektor tersebut yang mencapai USD104 miliar.

Ramainya emiten tekno terutama e-commerce yang manggung di bursa menjadi indikasi majunya perkembangan ekonomi digital Tanah Air. Terlebih, emiten-emiten ini juga memiliki ekosistem bisnis kuat dengan melibatkan nama-nama besar yang menunjang industri teknologi ini.

Walaupun, tentu saja, investor tetap mesti perlu mengulik jeroan dan prospek masing-masing emiten sebelum menanamkan dana investasi.

Periset: Melati Kristina

(ADF)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

SHARE