Bukan Harga Barang Jadi Murah, Ini Yang Terjadi di Turki Akibat Lonjakan Inflasi
Justru, lonjakan inflasi membuat harga-harga barang di Turki semakin melambung lantaran nilai tukar lira semakin tidak berharga.
IDXChannel - Perang Rusia-Ukraina terus membawa dampak serius dalam perekonomian dunia. Terbaru, ada Turki yang harus berjibaku dengan lonjakan inflasi hingga mencapai 74,5 persen, seiring ketergantungannya terhadap pasokan impor dari kedua negara yang tengah berseteru, mulai dari gandum, energi dan lain sebagainya.
Kondisi ini praktis membuat nilai tukar mata uang Turki, Lira, terus merosot tajam di pasar internasional. Berdasarkan situs nilai tukar mata uang, www.xe.com, misalnya, nilai tukar Lira saat ini hanya mencapai 17 lira per dollar AS. Sedangkan terhadap rupiah, 1 lira juga hanya dihargai setara dengan Rp845.
Nilai tukar tersebut merosot dari posisi awal Mei 2022, di mana kurs Lira terhadap rupiah adalah sebesar Rp947 per lira. Lebih bergerak mundur, posisi kur Lira per akhir tahun 2021 malah masih bertengger di Rp1.069 per lira. Bahkan jika ditarik setahun penuh ke belakang, tepatnya posisi 11 Juni 2021, saat itu kurs kedua mata uang masih mencapai Rp1.689 per lira.
Dengan data tersebut, yang terjadi saat ini di Turki bukan lah tren harga barang yang semakin murah. Justru, lonjakan inflasi membuat harga-harga barang di sana semakin melambung lantaran nilai tukar lira semakin tidak berharga.
"Ya memang dengan inflasi yang melonjak tinggi, namun tidak dibarengi dengan kenaikan suku bunga, akhirnya pasokan uang di pasar jadi berlimpah. Terjadi over supply, sehingga mata uang lira semakin nggak ada harganya. Hanya, karena kita melihat dari luar (Turki), seolah (harga barang di Turki) jadi murah, karena kurs rupiah terhadap lira jadi menguat tajam," ujar Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, kepada idxchannel, Jumat (10/6/2022).
Sebagaimana diberitakan, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdoğan, masih kukuh tak mau menaikkan tingkat suku bunganya, meski kondisi inflasi di negaranya telah mencapai rekor tertinggi sejak tahun 1998 lalu. Menurut Erdogan, kebijakan suku bunga haram dilakukan oleh negaranya yang mayoritas menganut agama Islam.
Tak hanya soal keyakinan, kebijakan menaikkan suku bunga menurut Erdogan hanya akan menyengsarakan rakyatnya karena bakal lebih susah dalam membeli kebutuhan pokoknya. Sehingga, bukannya menaikkan suku bunga, yang dilakukan Erdogan sejak tahun 2021 lalu justru memangkas tingkat suku bunga, meski inflasi terus melambung.
"Mereka selalu mengeluh saat kami memangkas suku bunga. Saya tegaskan, jangan berharap lebih dari Saya selain (pemangkasan) suku bunga itu," ujar Erdogan, dalam sebuah pidato yang disiarkan secara nasional di Turki, akhir tahun lalu. (TSA)