MARKET NEWS

Bursa Asia Bergerak Variatif Saat Dolar AS Menguat

Febrina Ratna 19/08/2022 09:58 WIB

Saham Asia bergerak variatif pada perdagangan Jumat (19/8//2022). Hal itu sejalan dengan kenaikan dolar AS di tengah kinerja ekonomi yang relatif lebih baik.

Bursa Asia Bergerak Variatif Saat Dolar AS Menguat. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Saham Asia bergerak variatif pada perdagangan Jumat (19/8//2022). Hal itu sejalan dengan kenaikan dolar AS di tengah kinerja ekonomi yang relatif lebih baik.

Di sisi lain, kekhawatiran meningkat terhadap kesehatan ekonomi China. Indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang (.MIAPJ0000PUS) pun turun 0,3%, dan telah terkoreksi sebesar 1,1% pada minggu ini.

Sementara itu, saham blue chips China (.CSI300) bergerak datar. Indeks saham Korea Selatan (.KS11) turun 0,5%. Nikkei Jepang (.N225) bernasib lebih baik dengan kenaikan 0,3% di tengah penurunan yen.

Dari Negeri Paman Sam, indeks S&P 500 berjangka turun 0,1% dan sedikit berubah pada minggu ini setelah berulang kali gagal untuk menghapus MA 200-hari, sementara Nasdaq berjangka tergelincir 0,2%. UROSTOXX 50 berjangka turun 0,1%, sementara FTSE berjangka naik tipis 0,2%.

Secara keseluruhan, bursa global masih dipengaruhi oleh meningkatnya biaya pinjaman karena Federal Reserve (The Fed) mengisyaratkan kenaikan suku bunga. Pasar condong ke arah kenaikan setengah poin pada bulan September.

Hanya sedikit yang memproyeksi The Fed menaikkan suku bunga hingga 75 basis poin (bp). Suku bunga terlihat memuncak setidaknya 3,5%, meskipun beberapa anggota Fed berdebat untuk 4% atau lebih.

"Tidak ada tanda-tanda bahwa pasar tenaga kerja atau data inflasi cukup melambat bagi The Fed untuk menyatakan kemenangan atas inflasi," kata Brian Martin, kepala ekonomi G3 di ANZ dikutip dari Reuters, Jumat (19/8/2022).

Dia melanjutkan bahwa ada risiko kenaikan pada proyeksi inflasi Fed. Martin pun berharap ada plot baru kebijakan The Fed pada September. "Kami telah merevisi perkiraan suku bunga dana akhir tahun kami sebesar 25bp menjadi 4,0% dan sekarang mengharapkan tiga kenaikan 50bp selama sisa tahun 2022."

Semuanya menggarisbawahi pentingnya pidato Ketua Fed Jerome Powell pada 26 Agustus di Jackson Hole, yang biasanya merupakan peristiwa penting dalam kalender bank sentral. Di sisi lain, pasar obligasi jelas berada di sisi hawkish dengan imbal hasil dua tahun 34 basis poin di bawah imbal hasil 10-tahun dan peringatan terhadap resesi.

Dolar AS Menguat

Sementara itu, indeks dolar AS terus menguat seiring melonjaknya inflasi di Eropa. Inflasi di Benua Biru dipengaruhi oleh melesatnya harga gas ke rekor tertinggi pada Kamis (18/8/2022).

Kondisi itu bakal mendorong pengetatan kebijakan yang lebih ketat dan dapat memperburuk risiko resesi. Dengan inflasi inti Uni Eropa tiga poin persentase di atas target 2%  Bank Sentral Eropa, pasar bertaruh pada kenaikan suku bunga setengah poin lagi pada bulan September.

Prospek ekonomi yang suram telah membuat euro turun hampir 1,7% sejauh minggu ini menjadi USD1,0078 dan kembali ke titik nadir Juli di USD0,9950.

Sementara dolar AS naik 2,0% pada yen minggu ini untuk mencapai 136,28, tertinggi sejak akhir Juli. Sementara terhadap sekeranjang mata uang utama telah naik 1,8% untuk minggu ini ke level 107,60.

Adapun, Poundsterling kehilangan 1,8% untuk minggu ini menjadi USD1,1917. Investor khawatir inflasi di Inggris pada 10,1% akan menyebabkan Bank of England (BoE) terus menaikkan suku bunga dan meningkatkan risiko resesi.

"Kekuatan dalam data upah dan harga telah meningkatkan standar untuk perlambatan (ekonomi) dan kami sekarang berpikir BoE perlu melihat tanda-tanda yang lebih jelas dari pendaratan keras untuk berhenti," kata analis di JPMorgan yang menaikkan perkiraan suku bunga mereka sebesar 75 basis poin menjadi 3%.

"Kami mencari resesi dua kuartal mulai 4Q yang menghasilkan penurunan kumulatif 0,8% dalam PDB," tambahnya.

Kenaikan dolar telah menjadi angin sakal untuk emas yang telah turun 2,4% pada minggu ini sejauh ini menjadi USD1.758 per ounce.

Harga minyak sedikit lebih stabil pada hari Jumat, tetapi masih turun pada minggu ini dengan Brent telah menyentuh level terendah sejak Februari pada satu titik di tengah kekhawatiran tentang permintaan.

Brent naik tipis 2 sen menjadi USD96,61, sementara minyak mentah AS naik 5 sen menjadi USD90,55 per barel.

(FRI)

SHARE