Bursa Asia Dibuka Merah, Perang Rusia Ukraina Diperkirakan Berlangsung Lama
Bursa saham di kawasan Asia Pasifik terpantau mengalami penurunan pada perdagangan Senin pagi (7/3/2022).
IDXChannel - Bursa saham di kawasan Asia Pasifik terpantau mengalami penurunan pada perdagangan Senin pagi (7/3/2022).
Hingga pukul 10:32 WIB, Nikkei 225 Jepang (N225) tertekan -3,11% di 25.178, KOSPI Korea Selatan (KS11) turun -2,17% di 2.654,58 dan Hang Seng Hong Kong (HSI) terbenam -3,30% di 21.183.
Shanghai Composite China (SSEC) anjlok -1,44% di 3.397,85, Taiwan Weighted (TWII) anjlok -3,22% di 17.165,64. Adapun Straits Times Singapura merosot -0,59% di 3.207,75, dan Australia ASX 200 (AXJO) tenggelam -0,95% di 7.043,20.
Menyusul lainnya, Indonesia Composite Index / IHSG longsor -1,04% di 6.855,44.
Konflik di Ukraina diperkirakan bakal berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan, setelah Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan bahwa perang di Ukraina tetap terus berlanjut. Krisis di Eropa Timur ini membuat pasar khawatir atas kejutan inflasi yang bakal semakin meningkat, akibat lonjakan harga komoditas.
Selain kabar Rusia - Ukraina, pasar di Asia juga tengah mencermati upaya Pemerintah China dalam mengatasi ketidakpastian ekonomi global. Baru-baru ini, Perdana Menteri Li Keqiang bersumpah di depan Kongres Rakyat Nasional (NPC) untuk mengambil langkah berani dalam melindungi ekonomi saat risiko meningkat.
Negara-negara Barat tak henti-hentinya memberikan sejumlah paket sanksi terhadap Rusia. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan Minggu (6/3) bahwa mereka sedang menjajaki embargo terkoordinasi terhadap Rusia untuk menahan agresinya terhadap Ukraina sambil memastikan rantai pasokan global tetap terkendali.
Sebagai balasan atas sanksi Barat, Putin menandatangani dekrit yang mengizinkan pemerintah dan perusahaan untuk membayar kreditur asing melalui mata uang rubel.
"Untuk ekonomi AS, kita sekarang melihat adanya stagflasi, dengan inflasi yang terus meningkat dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari yang diharapkan sebelum peperangan dimulai," kata Analis Yardeni Research, Ed Yardeni dalam sebuah catatan, dilansir Investing.com, Senin (7/3/2022).
Sementara itu, Federal Reserve AS dan bank sentral utama lainnya sekarang tengah menggodok pengetatan kebijakan moneter untuk mengekang inflasi tanpa memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan aset berisiko. (TIA)