Bursa Asia Hijau Tersengat Reli Wall Street, Data PMI China Jadi Fokus
Sejumlah bursa Asia menghijau pada perdagangan awal pekan, Senin (31/7/2023).
IDXChannel - Sejumlah bursa Asia menghijau pada perdagangan awal pekan, Senin (31/7/2023). Indeks Nikkei 225 Jepang menguat 1,03 persen di level 33.096,39.
Hang Seng Index di Hong Kong naik 1,47 persen di level 20.208,78 dan indeks Shanghai Composite menguat 0,63 persen. Indeks KOSPI di Korea Selatan juga mengalami kenaikan 0,78 persen.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga mengalami penguatan terbatas menjelang berakhirnya perdagangan sesi pertama hari ini sebesar 0,09 persen, mengutip data RTI Business pada 11.45 WIB.
Kenaikan di sejumlah bursa Asia pada Senin ini terjadi setelah reli Wall Street menyusul laporan laba sejumlah perusahaan yang lebih menggembirakan dan sinyal terbaru inflasi membuat prospek ekonomi negeri Paman Sam sedikit lebih cerah.
Saham di Wall Street naik baru-baru ini di tengah harapan data inflasi dapat membuat bank sentral The Federal Reserve (The Fed) menghentikan reli kenaikan suku bunga.
Kondisi ini dapat memungkinkan ekonomi terus tumbuh dan menghindari prediksi resesi.
Sebuah laporan pada Jumat lalu (28/7/2023) mendukung harapan tersebut yang mengatakan indikator inflasi yang lebih disukai The Fed telah melambat bulan lalu.
Inflasi yang diukur melalui Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE), turun menjadi 3 persen yoy pada Juni dari sebelumnya 3,8 persen pada Mei. Data Biro Analisis Ekonomi AS melaporkan pada Jumat (28/7/2023) bahwa angka ini juga di bawah ekspektasi pasar sebesar 3,1 persen.
Adapun Indeks Harga PCE Inti, pengukur inflasi kesukaan The Fed turun di level 4,1 persen secara tahunan dibanding 4,6 persen pada Mei dan di bawah perkiraan pasar 4,2 persen.
Mengutip Fortune, presiden Federal Reserve Bank of Minneapolis Neel Kashkari mengatakan prospek inflasi di AS dilihat cukup positif. Meskipun kampanye pengetatan moneter agresif bank sentral untuk meredam lonjakan harga kemungkinan akan mengakibatkan beberapa kehilangan pekerjaan dan pertumbuhan yang lebih lambat.
"Ekonomi terus menunjukkan ketangguhan. Skenario kasus dasarnya adalah kita akan mengalami perlambatan ekonomi, tetapi kita akan menghindari resesi," kata Kashkari
Sentimen pasar juga telah didorong oleh kembalinya harapan lebih banyak stimulus dari Beijing untuk ekonomi China yang lesu.
Dilaporkan aktivitas pabrik China berkontraksi pada Juli karena pesanan ekspor menyusut. Kondisi ini diyakini menambah tekanan pada Partai Komunis untuk membalikkan perlambatan ekonomi.
Aktivitas manufaktur China mengalami kontraksi selama empat bulan berturut-turut pada Juli. Data terbaru menunjukkan pada Senin (31/7/2023). Ini karena mesin ekonomi terbesar kedua dunia itu terus bergulat dengan permintaan yang lemah dan pengeluaran swasta yang lamban.
Data dari Biro Statistik Nasional menunjukkan Indeks manajer pembelian manufaktur resmi (PMI) adalah 49,3 pada Juli. Angka tersebut sedikit lebih tinggi dari ekspektasi 49,2 dan angka bulan sebelumnya sebesar 49,0.
Adapun angka di bawah 50 mengindikasikan kontraksi, dengan aktivitas manufaktur kini menyusut selama empat bulan berturut-turut. Namun, pembacaan menunjukkan beberapa perbaikan selama beberapa bulan terakhir. (ADF)