MARKET NEWS

Dana Asing Kabur Rp5 Triliun di Oktober, Awan Gelap Bayangi IHSG

Maulina Ulfa - Riset 27/10/2023 12:54 WIB

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tengah terkena tekanan jual seiring investor asing keluar dari pasar saham dalam negeri.

Dana Asing Kabur Rp5 Triliun di Oktober, Awan Gelap Bayangi IHSG. (Foto: Freepik)

IDXChannel - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tengah terkena tekanan jual seiring investor asing keluar dari pasar saham dalam negeri.

Secara year to date (YTD), kinerja IHSG terkoreksi 1,14 persen dan selama sebulan tertekan 2,53 persen.

Sementara, IHSG menguat 0,87 di 6.772,82 pada penutupan sesi I perdagangan Jumat (27/10/2023).

Kinerja IHSG menjelang akhir pekan mengalami peningkatan setelah pada hari kemarin ditutup tumbang 1,75 persen di level 6.714,5.

Pergerakan IHSG dipengaruhi oleh dinamika global kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) yang membuat sejumlah pasar saham akhir-akhir ini ‘kebakaran’. Serta perang di Timur Tengah yang membuat dunia kembali dihadapkan pada ketidakpastian ekonomi.

Pada penutupan perdagangan IHSG, Kamis (26/10/2023), terdapat 153 saham menguat, 397 saham melemah dan 200 saham stagnan. Transaksi perdagangan mencapai Rp9,9 triliun dari 18,3 miliar saham yang diperdagangkan.

Indeks LQ45 turun 2,48 persen ke 889,316, indeks JII turun 1,55 persen ke 524,974, indeks IDX30 turun 2,63 persen ke 458,05 dan indeks MNC36 turun 2,36 persen ke 345,244.

Indeks sektoral mayoritas melemah yakni sektor energi 1,21 persen, barang baku 0,95 persen, industri 0,53 persen, non siklikal 1,21 persen, siklikal 1,39 persen, keuangan 1,58 persen, properti 0,31 persen, teknologi 1,63 persen, infrastruktur 1,46 persen, transportasi 1,89 persen. Sedangkan sektor yang menguat hanya sektor kesehatan 0,18 persen.

Sepanjang perdagangan kemarin, asing melakukan aksi jual bersih (net sell) mencapai Rp1,39 triliun. Dana asing sudah keluar dari pasar saham RI sebesar Rp2,44 triliun dalam sepekan dan mencapai Rp5,12 triliun di pasar reguler selama Oktober. (Lihat grafik di bawah ini.)

Tiga saham perbankan big cap juga terpantau menduduki puncak emiten yang terus dijual oleh asing pada perdagangan Kamis (26/10).

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dijual asing Rp852,7 miliar pada perdagangan kemarin. Sementara PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga dijual asing Rp206,9 miliar.

Adapun emiten PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) juga terpantau mengalami foreign net sell mencapai Rp176 miliar.

Di urutan empat, saham Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) juga dilego asing mencapai Rp88,4 miliar. Sementara di urutan ke lima ada saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) yang dilego asing Rp82,2 miliar.

Secara keseluruhan, Bank Indonesia (BI) mencatat aliran modal asing yang keluar dari pasar keuangan domestik sebesar Rp 4,32 triliun pada periode 9-12 Oktober 2023.

Nilai tersebut terdiri dari modal asing keluar dari pasar Surat Berharga Negara (SBN) Rp 4,62 triliun dan dari pasar saham Rp 0,10 triliun, dan modal asing yang masuk di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) Rp 0,40 triliun.

Sentimen Global

Tak hanya Indonesia, fenomena arus keluar modal asing juga terjadi di negara Tirai Bambu, China yang meningkat tajam menjadi USD75 miliar sepanjang bulan September lalu.

Menurut laporan Nikkei Asia, arus modal keluar di bulan tersebut merupakan angka bulanan terbesar sejak 2016 karena semakin intensifnya tekanan depresiasi terhadap yuan.

Melansir South China Morning Post (SCMP) (23/10), investor terus menarik uang dari bursa saham China daratan di tengah merosot harga saham.

Investor asing melakukan penjualan bersih saham A sebesar USD3,3 miliar pada pekan 16-20 Oktober, sehingga aliran modal keluar asing di China sepanjang bulan Oktober mencapai USD5,1 miliar atau sekitar setengah dari arus keluar bersih di wilayah tersebut.

Indeks CSI 300 juga sempat jatuh 4,2 persen pada minggu tersebut dan mendekati level terendah dalam 12 bulan.

Dua pekan ini, pasar saham global tengah tertekan karena penguatan Imbal hasil (yield) obligasi Treasury AS bertenor 10-tahun yang berada di level tertinggi sejak 2007.

Pada perdagangan Jumat (27/10) yield obligasi Amerika Seikat (AS) sudah turun di bawah 4,9 persen dan gagal mempertahankan ambang batas psikologis sebesar 5 persen dari awal minggu ini karena investor sedang mencerna data terkini.

Data terbaru juga menunjukkan bahwa PDB AS tumbuh jauh lebih besar dari perkiraan di satu sisi memperkuat pandangan bahwa perekonomian AS masih kuat.

Namun, di sisi lain, hal ini mengindikasikan bahwa suku bunga perlu tetap lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama, sehingga membatasi permintaan terhadap instrumen Treasury AS.  

Harapan ini sejalan dengan pidato terakhir Powell, ketua bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) pada pekan lalu yang mengisyaratkan suku bunga acuan masih akan naik di masa depan.

Spekulasi para pembeli obligasi juga berkembang bahwa imbal hasil obligasi Treasury 10-tahun kemungkinan tidak akan bertahan mendekati level 5 persen untuk jangka waktu yang lama. (ADF)

SHARE