Danai Proyek Panas Bumi, PGEO Perlu Optimalkan Opsi Green Financing
PGEO telah menawarkan green bonds senilai USD400 juta dengan tingkat bunga 5,15 persen untuk membayar pinjaman sindikasi perbankan.
IDXChannel - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) berpeluang besar dalam pengembangan energi panas bumi.
Salah satunya dengan memanfaatkan sumber pendanaan berbasis ramah lingkungan maupun obligasi hijau (green bonds)
Menurut Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, komitmen pemerintah dalam mengurangi emisi karbon dengan mengoptimalkan energi bersih dapat menjadi peluang bagi PGEO untuk terus mengembangkan bisnisnya.
"Melalui dukungan pemerintah dan sumber pendanaan yang lebih murah lewat green financing, PGEO tidak perlu menunda ekspansinya," ujar Piter, kepada media.
Sebagaimana diketahui, PGEO telah menawarkan green bonds senilai USD400 juta dengan tingkat bunga 5,15 persen untuk membayar pinjaman sindikasi perbankan.
Bunga dari obligasi tersebut lebih rendah dibandingkan dua fasilitas pinjaman yang sebelumnya telah diperoleh PGEO pada 2021, yang memiliki bunga sebesar 5,32 persen dan 5,42 persen.
"Upaya PGEO menyelesaikan pinjaman jangka pendek ini menjadi bukti bahwa green financing akan tetap menarik minat investor global," tutur Piter.
Harus dipahami bersama bahwa bisnis panas bumi membutuhkan belanja modal yang besar dengan jangka waktu yang cukup panjang.
Namun demikian, dengan adanya sumber pendanaan yang lebih murah, baik itu pinjaman lunak dari lembaga internasional maupun penerbitan green bond, setidaknya dapat mengurangi cost of financing, sehingga dapat menjaga margin ke depan.
Menurut Piter, peluang pembiayaan hijau untuk Indonesia sejauh ini cukup besar. Setidaknya ada dua faktor yang menjadi dasarnya, yaitu imbal hasil yg ditawarkan cukup tinggi dibandingkan negara lain, dan kedua, prospek ekonomi indonesia yang positif, terutama bila dibandingkan negara-negara eropa yang saat ini masih dilanda banyak persoalan termasuk perang," ungkap Piter.
PGEO juga diyakini tidak akan mengalami kesulitan mencari pendanaan, apalagi adanya dukungan Indonesia Investment Authority atau INA dan investor timur tengah Masdar yang juga turut menyerap sebagian dana IPO pada Februari 2023.
Total dana IPO yang diraup mencapai lebih dari Rp9 triliun dan menjadi IPO ketiga terbesar di Indonesia tahun ini.
Komitmen pemerintah dalam memperbesar porsi energi baru dan terbarukan, menurut Piter, menjadi modal bagi PGEO dalam menambah kapasitas produksi.
"Rencana pensiun dini PLTU milik PLN, belum lagi adanya berbagai insentif terhadap pembelian kendaraan listrik, tentu ini meyakinkan kita bahwa pemerintah serius dalam mencapai target net zero emission,' papar Piter.
Pemerintah Indonesia dan pimpinan International Partners Group (IPG) baru saja meresmikan Sekretariat Kemitraan Transisi Energi yang Adil atau Just Energy Transition Partnership (JETP) di Jakarta.
Implementasi JETP dengan nilai pendanaan sebesar USD20 miliar atau setara hampir Rp300 triliun berasal dari investasi publik dan swasta dalam bentuk hibah dan pinjaman bunga rendah, hal ini diharapkan dapat mempercepat dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan
Penawaran green bonds juga marak dilakukan perbankan nasional seperti Bank Rakyat Indonesia dan Bank Negara Indonesia senilai masing-masing Rp5 triliun guna memperbesar porsi kredit berwawasan lingkungan atau ESG.
Melihat perkembangan industri energi alternatif dan dukungan pendanaan dari berbagai sumber, Piter meyakini, prospek bisnis PGEO ke depan masih terus tumbuh.
Dibutuhkan kerjasama yang solid antara pemerintah dan pihak swasta dalam penggunaan energi panas bumi.
Indonesia sebagai salah satu negara dengan panas bumi terbesar di dunia diperkirakan memiliki potensi suplai energi lebih dari 23,9 gigawatt.
PGEO sendiri memiliki kapasitas terpasang mencapai 1.877 megawatt dengan mengelola 13 wilayah kerja panas bumi. (TSA)