Deretan Saham Potensi Cuan dari Larangan Logam Rusia dan Konflik Timur Tengah
Rusia adalah produsen utama aluminium, tembaga, dan nikel, dengan kontribusi secara berturut-turut sekitar 5%, 4%, dan 6% dari total pasokan global.
IDXChannel – Larangan produk logam Rusia oleh Inggris dan Amerika Serikat (AS) serta meningkatnya tensi konflik di Timur Tengah berpeluang menguntungkan emiten nikel hingga emas di Indonesia.
Analis UOBKayHian Limartha Adhiputra dalam riset pada 18 April 2024 menjelaskan, harga logam berpotensi naik seiring dua bursa perdagangan logam utama dunia melarang transaksi perdagangan aluminium, tembaga, dan nikel baru yang diproduksi oleh Rusia mulai 12 April 2024 dan seterusnya.
Limartha menulis, sebelumnya, pemerintah AS menjatuhkan sanksi terhadap aluminium Rusia produsen pada bulan April 2018.
Seiring dengan itu, harga aluminium di London Metal Exchange (LME) melonjak menjadi USD2.718/ton, pada saat itu tertinggi sejak 2011, sebelum secara bertahap turun pada bulan-bulan berikutnya ke USD1.800/ton. Sanksi kemudian dicabut pada Januari 2019.
Sebagai informasi, Rusia adalah produsen utama aluminium, tembaga, dan nikel, dengan kontribusi secara berturut-turut sekitar 5%, 4%, dan 6% dari total pasokan global.
Pada tanggal 24 Maret, nikel Rusia menyumbang 36% dari total stok yang disimpan gudang LME.
Aluminium asal Rusia mengisi sekitar 91% dari stok gudang LME yang menjadikan Rusia sebagai yang terbesar pemasok aluminium ke LME. Stok tembaga LME melonjak menjadi 62% dari sebelumnya 52% pada Februari 2024.
Seiring dengan larangan tersebut, menurut catatan analis UOB, harga nikel di LME naik tipis, mencapai USD18.300/ton pada 12 April 24. Harga nikel telah naik 7,1% sejak awal tahun (YtD).
Kemudian, harga aluminium melonjak hampir 10% ke atas USD2.700/ton, tertinggi sejak Juni 2022 setelah AS dan Inggris mengeluarkan sanksi baru terhadap logam Rusia. Harga aluminium terapresiasi 7,9% selama 2024.
Selanjutnya, harga tembaga naik 3,2% menjadi US$4,39/lb pada 15 Apr 2024, sebelum kembali menurun. Harga tembaga sudah melonjak 10,4% secara YtD.
Tidak hanya tiga logam tersebut, jelas analis UOB, harga emas juga bisa naik menjadi USD2.500/troy ons pada akhir 2024 dan USD2.600/troy ons pada akhir 2025 karena ketidakpastian politik global seiring dengan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, terutama antara Iran dan Israel baru-baru ini.
UOB pun menyebut, sejumlah emiten komoditas yang akan mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga logam baru-baru ini.
“Kami pikir saham komoditas logam akan mendapatkan keuntungan jika kenaikan harga logam baru-baru ini terus berlanjut,” jelas analis UOB Limartha Adhiputra, dikutip IDXChannel.com, Kamis (18/4).
Sejumlah nama yang dimaksud adalah emiten nikel PT Vale Indonesia Tbk (INCO), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).
Kemudian, emiten tembaga PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) dan MDKA.
Tidak ketinggalan, emiten pertambangan emas AMMN, MDKA, PT Archi Indonesia Tbk (ARCI), PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), dan PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB).
“Analisis sensitivitas kami menunjukkan bahwa MDKA akan mendapatkan keuntungan terbesar jika harga logam terus meningkat, diikuti oleh INCO dan NCKL,” jelas analis UOB.
UOB mempertahankan rating market weight untuk sektor pertambangan.
“Kami berpendapat bahwa fluktuasi harga logam mungkin hanya bersifat sementara dan tidak akan mempengaruhi asumsi harga nikel kami secara keseluruhan pada 2024 karena pasokan nikel dari Indonesia dan Filipina terus meningkat,” tulis analis UOB.
Analis UOB bilang, rata-rata harga nikel pada 2024-2025 masih bisa lebih rendah dibandingkan rata-rata harga nikel 2023. (ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.