Diakuisisi Hermanto Tanoko, Intip ‘Jeroan’ CAKK Vs ARNA-KIAS-IKAI
Nantinya, TBI akan menjadi pengendali anyar CAKK sekaligus memperkokoh portofolio investasi Grup Tancorp besutan Tanoko di sektor industri bahan bangunan.
IDXChannel – Konglomerat Hermanto Tanoko kembali beraksi. Usai membawa produsen cat Avian (AVIA) dan supermarket bahan bangunan Depo Bangunan (DEPO) manggung di bursa pada akhir tahun lalu, kini pria asal Surabaya tersebut mengakuisisi 55,02 persen saham emiten keramik.
Emiten tersebut adalah PT Cahayaputra Asa Keramik Tbk (CAKK), perusahaan dengan brand Kaisar Ceramics.
Menurut keterbukaan informasi CAKK di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (20/10/2022), Hermanto Tanoko via PT PT Tancorp Bangun Indonesia alias TBI (pihak pembeli) dan PT Marissi Idola Sumber Sejahtera, Johan Silitonga serta Luciana Sutanto (secara bersama-sama pihak penjual) telah menandatangani Perjanjian Jual Beli Saham pada Rabu (19/10).
Kedua pihak tersebut, telah menyelesaikan pembelian dan pengalihan saham CAKK yang dilakukan melalui mekanisme perdagangan pada pasar negosiasi di BEI.
Rinciannya, sebanyak 662.000.000 saham perseroan milik para penjual atau sebesar 55,02% dari jumlah modal yang disetor dan ditempatkan dalam Perseroan. “Sehingga mengakibatkan perubahan pengendalian pada Perseroan,” jelas pihak CAKK, dikutip IDXChannel, Kamis (20/10).
Adapun, saham-saham tersebut dibeli dengan harga Rp229 per saham.
Dus, total nilai transaksi pengambilalihan adalah sebesar Rp151.598.000.000 (Rp151,59 miliar).
Nantinya, TBI akan menjadi pengendali anyar CAKK sekaligus memperkokoh portofolio investasi Grup Tancorp besutan Tanoko di sektor industri bahan bangunan.
CAKK versus Kompetitor
Lantas pertanyaannya, bagaimana sebenarnya ‘kekuatan’ CAKK dibandingkan dengan para kompetitornya di Bursa Efek Indonesia (BEI)?
Mari kita bahas secara singkat di bawah ini.
Selain CAKK, setidaknya ada tiga emiten lainnya yang berfokus ke industri keramik.
Sebut saja PT Arwana Citramulia Tbk (ARNA) dengan brand Arwana, PT Keramika Indonesia Assosiasi Tbk (KIAS) lewat jenama KIA, dan PT Intikeramik Alamasri Industri Tbk (IKAI) dengan merek dagang Essenza.
Sebenarnya, emiten yang bergerak di bidang industri kaca PT Mulia Industrindo Tbk (MLIA) sempat memiliki unit usaha keramik di bawah PT Muliakeramik Indahraya.
Hal tersebut sebelum pada 2017 seluruh kepemilikan saham perusahaan di Muliakeramik dilego ke perusahaan terafiliasi, PT Eka Gunatama Mandiri.
Praktis, saat ini MLIA hanya memiliki satu entitas anak, PT Muliaglass, produsen kaca lembaran, botol, stoples dan glass block.
Nah, dengan menggunakan sejumlah metrik yang populer, secara umum, ARNA mengungguli ketiga kompetitornya di muka.
Dari kapitalisasi pasar (market cap), sebut saja, ARNA mencapai angka Rp6,24 triliun. Tak pelak lagi, angka tersebut jauh di atas CAKK, KIAS, dan IKAI yang berada di rentang Rp300-750-an miliar.
Secara valuasi, ARNA juga terbilang murah dibandingkan CAKK dan peers lainnya, terutama apabila dilihat dari metrik price-earnings ratio (PER) atau rasio harga saham dibandingkan dengan laba per saham.
Rasio PER ARNA 10,21 kali, jauh di bawah CAKK yang mencapai 43,74 kali dan berada di kisaran rule of thumb 10 kali. Hanya saja, PER ARNA berada di atas industri 8,14 kali.
Sementara, KIAS dan IKAI tidak bisa dianalisis dengan PER karena mengalami rugi bersih.
Dari rasio profitabilitas, ARNA juga kembali ‘mengasapi’ emiten lainnya. Rasio return on equity (ROE), yang menghitung tingkat profitabilitas dibandingkan dengan ekuitas, ARNA mencapai 36,39 persen.
Kemudian, return on asset (ROA), yang mengukur tingkat kemampuan perusahaan menciptakan laba dari asetnya, ARNA tercatat sebesar 25,77 kali.
Angka tersebut jauh di atas tiga emiten lainnya dan juga rerata industri.
Catatan saja, KIAS dan IKAI memiliki ROE dan ROA yang negatif lantaran masih merugi.
Lebih lanjut, dari rasio solvabilitas, keempat emiten tersebut masih jauh di bawah 100 persen atau 1 kali, yang secara umum mengindikasikan perusahaan sehat. Ini karena perusahaan memiliki utang lebih kecil tinimbang ekuitas.
KIAS menjadi emiten dengan DER terkecil, yakni 22,15 kali alias di kisaran rerata industri (19 kali). (Lihat tabel di bawah ini.)
Namun, apabila ARNA unggul di metrik valuasi sampai profitabilitas, soal kinerja saham CAKK adalah jawaranya tahun ini.
Kinerja saham CAKK meroket 181,63 persen sejak awal tahun (YtD), sedangkan ARNA hanya 6,25 persen. Sedangkan, KIAS dan IKAI stagnan di level gocap alias Rp50 per saham.
Harga saham CAKK, yang yang sempat di bawah Rp 100 per saham, tiba-tiba melonjak tinggi sejak medio Juli lalu hingga menembus Rp276 per saham pada Kamis (20/10/22).
Pada Kamis ini, harga saham CAKK melejit hingga batas auto rejection atas (ARA) 24,32 persen merespons kabar masuknya Hermanto Tanoko.
Prospek Industri
Kendati sempat terdampak signifikan akibat pandemi Covid-19 sejak 2020, pasar industri keramik, terutama ubin keramik, menurut analisis Mordor Intelligence, berpotensi menikmati pertumbuhan substansial selama beeberapa tahun mendatang.
Ini berkat, jelas Mordor, berkat pertumbuhan signifikan di industri konstruksi hingga perumahan di tengah urbanisasi yang terus berkanjang.
“Ubin keramik Indonesia memiliki keunggulan, seperti desain yang unik dan bahan baku yang alami, yang didukung dengan konsep digital printing untuk menghasilkan ubin keramik yang berkualitas, dan dikenal luas di pasar internasional khususnya di ASEAN,” tulis Mordor dalam laporannya.
Menurut catatan Mordor, konsentrasi pasar ubin keramik di RI cenderung terfragmentasi. Artinya, cenderung memiliki kompetisi tinggi (alias tidak cuma dikuasai oleh 1-5 pemain utama).
Apabila dilihat dari pangsa pasar, ada 5 perusahaan produsen ubin keramik RI, beberapa di antara telah disinggung di atas.
Kelimanya adalah ARNA, KIAS, eks anak usaha MLIA PT Muliakeramik Indahraya, PT Platinum Ceramics Industry, dan PT Roman Ceramic International.
Singkatnya, ARNA masih menjadi pemimpin di subsektor ini di BEI. Hanya saja, CAKK tidak bisa dipandang remeh usai masuknya salah satu crazy rich RI yang sudah lama bermain di industri bahan bangunan.
Saat ini, Hermanto bersama saudara kandungnya Wijono Tanoko menempati posisi kesebelas orang terkaya di Indonesia pada 2021 versi Forbes dengan pundi kekayaan mencapai USD3,3 miliar. (ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.