Didukung Investor Domestik, Pasar Surat Utang Diproyeksi Positif di Semester II-2025
Pefindo memperkirakan pasar surat utang, baik pemerintah maupun korporasi, akan mencatatkan kinerja positif pada paruh kedua 2025.
IDXChannel — PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memperkirakan pasar surat utang, baik pemerintah maupun korporasi, akan mencatatkan kinerja positif pada paruh kedua 2025.
Proyeksi ini sejalan dengan tren pelonggaran moneter yang dilakukan Bank Indonesia, dan kuatnya penyerapan dari investor domestik.
Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo, Suhindarto, menjelaskan pasar obligasi pemerintah mencatat kinerja relatif baik dibandingkan dengan negara-negara di kawasan, meskipun belum sekuat Thailand dan Singapura.
“Pasar surat utang pemerintah masih relatif stabil meskipun terjadi beberapa tekanan sepanjang semester pertama. Pemangkasan suku bunga yang dilakukan Bank Indonesia sebanyak dua kali akhirnya menjadi katalis,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, dikutip Kamis (10/7/2025).
Menurut Suhindarto, pelonggaran kebijakan moneter oleh BI telah memberikan ruang bagi penurunan yield obligasi pemerintah.
Namun demikian, tekanan eksternal dan prospek peningkatan pasokan surat utang pemerintah masih membatasi penurunan tersebut.
Dari sisi makroekonomi, lanjut Suhindarto, stabilitas nilai tukar rupiah, keberlanjutan surplus neraca perdagangan, dan posisi cadangan devisa yang solid menjadi faktor penopang utama kinerja pasar surat utang.
Meski begitu, beberapa risiko global tetap membayangi, seperti ketegangan geopolitik, perang dagang, dan potensi penurunan peringkat surat utang pemerintah Amerika Serikat.
Sementara itu, pasar surat utang korporasi juga menunjukkan performa yang kuat pada paruh pertama tahun ini.
Suhindarto mengungkapkan penerbitan obligasi korporasi tumbuh 48,31 persen secara tahunan pada semester I-2025.
“Nilai surat utang korporasi yang jatuh tempo di semester dua mencapai Rp96,43 triliun. Ini menjadi pendorong utama penerbitan ulang untuk kebutuhan refinancing,” kata dia.
Meski prospek jangka pendek dinilai positif, Suhindarto menyinggung tantangan masih ada, seperti risiko lonjakan yield akibat pelebaran defisit fiskal, hingga dinamika kebijakan moneter global yang dapat berubah sewaktu-waktu.
Sektor keuangan, ujarnya, diprediksi masih menjadi penyumbang terbesar dalam penerbitan surat utang korporasi, diikuti oleh sektor infrastruktur dan manufaktur. Permintaan dari investor tetap tinggi, terutama terhadap instrumen dengan peringkat tinggi dan kupon tetap.
Di pasar sekunder, aktivitas transaksi obligasi korporasi masih tumbuh secara terbatas. Namun, menurut Suhindarto, likuiditas mulai menunjukkan perbaikan.
“Prospek pasar sekunder akan semakin solid jika pelonggaran moneter berlanjut dan tekanan fiskal dapat diminimalkan,” kata dia.
(NIA DEVIYANA)