Dolar AS Melanjutkan Tren Pelemahan, Ini Sejumlah Dampaknya
Dolar AS kembali melanjutkan tren pelemahan tiga minggu berturut. Mata uang safe haven ini melemah di awal perdagangan Eropa Kamis (30/3).
IDXChannel - Dolar AS kembali melanjutkan tren pelemahan tiga minggu berturut. Mata uang safe haven ini melemah di awal perdagangan Eropa Kamis (30/3).
Pada pukul 03:15 ET (07:15 GMT), Indeks Dolar terhadap sekeranjang enam mata uang lainnya, diperdagangkan lebih rendah di level 102,26 dan akan turun 2% di bulan Maret.
Dolar mengalami kerugian triwulanan kedua berturut-turut hari ini, karena investor melihat suku bunga AS mendekati puncaknya.
Hal ini didukung oleh kembalinya kepercayaan investor di sektor perbankan yang sebelumnya memukul pasar global dan tampaknya sudah mulai memudar. Ini menyebabkan indeks dolar turun 1,3% secara kuartalan.
Sejumlah Dampak
Dampaknya, sejumlah mata uang mengalami penguatan. Poundsterling Inggris menguat 0,1% menjadi GBP1,2400/USD pada Jumat (31/3). Poundsterling Inggris juga mengincar kenaikan triwulanan sebesar 2,5% karena investor menganggap memanasnya inflasi Inggris akan membutuhkan lebih banyak kenaikan suku bunga.
Nilai tukar rupiah juga kembali menguat pada perdagangan pagi ini. Per pukul 09.31 WIB, rupiah menguat 0,57% hingga ke bawah Rp15.000/USD, atau tepatnya Rp14.959/USD. Ini menjadi level terkuat rupiah setidaknya sejak 1 Februari lalu.
Adapun dolar Australia (AUD) yang sensitif terhadap risiko pelemahan dolar juga naik 0,4% menjadi 0,6711. Sementara indeks USD terhadap yen Jepang juga turun 0,4% menjadi 132,28, dengan safe-haven yen pulih setelah mengalami penurunan tajam pada Rabu malam (29/3).
Namun, menurut analisis Bank of America, meskipun volatilitas perbankan telah berkurang dalam beberapa hari terakhir, pasar mata uang global diproyeksikan rentan terhadap krisis likuiditas akhir tahun ini karena kondisi keuangan semakin ketat dan pertumbuhan ekonomi melambat.
"Efek lambat dari pengetatan kredit perbankan belum sepenuhnya terjadi dan siklus ekonomi kemungkinan memasuki fase kontraksi untuk pertumbuhan," kata Bank of America.
Di pasar logam mulia, harga emas sempat naik pada perdagangan Kamis (30/3) imbas dolar yang lebih lemah dan dampak imbal hasil obligasi yang lebih rendah. Kondisi ini mendorong permintaan untuk logam mulia.
Emas spot naik 0,9% menjadi USD1.981,14 per ons, setelah sebelumnya menyentuh level tertinggi sejak 24 Maret di USD1.984,19. Emas berjangka AS ditutup naik 0,7% pada USD1.999 per ons. Di saat yang sama, indeks dolar dilaporkan merosot 0,5%, membuat emas lebih menarik bagi pemburu safe haven, sementara imbal hasil Treasury acuan tenor 10-tahun mereda.
"Kami perkirakan harga emas akan turun menjadi sekitar USD1.900 per troy ounce - sebelumnya USD1.800 per troy ounce - dalam beberapa bulan mendatang," tulis Commerzbank dalam sebuah catatan, dikutip Investing.com, Jumat (31/3).
Di sisi lain, mata investor masih terus memperhatikan data inflasi AS untuk mengukur langkah The Federal Reserve (The Fed) selanjutnya.
"Sebagian besar reli ini terus menjadi reli shortcovering. Katalisatornya di sini adalah ekspektasi lanjutan bahwa suku bunga di AS akan naik," kata Bart Melek, kepala strategi komoditas di TD Securities, dikutip Investing.com, Jumat (31/3).
Data menunjukkan produk domestik bruto AS naik 2,6% pada kuartal keempat tahun lalu. Adapun data pengukur inflasi yang disukai The Fed, pengeluaran konsumsi pribadi inti (PCE), akan dirilis pada hari ini, Jumat (31/3).
Mata investor saat ini akan tertuju pada data tersebut untuk mencari petunjuk tentang jalur kebijakan moneter bank sentral AS.
Menurut proyeksi CME FedWatch, pasar memperkirakan peluang kenaikan suku bunga The Fed akan berada sekitar 50-50 pada pertemuan bulan Mei.
"Apapun hasil PCE akan menyiratkan akan ada sedikit persyaratan untuk pengetatan kebijakan moneter The Fed," imbuh Melek.
Dalam kesempatan berbeda, ketua The Fed Boston, Susan Collins sebelumnya juga mengatakan sepertinya hanya akan ada satu kali kenaikan suku bunga lagi tahun ini.
Sementara CEO Federal Reserve Bank Richmond Thomas Barkin mengatakan inflasi masih terlalu tinggi dan mungkin butuh waktu lebih lama dari yang diperkirakan untuk turun.
Sementara Eropa juga tengah menanti data inflasi bulan Maret zona Euro pada hari ini.
"Dengan European Central Bank yang secara eksplisit bergantung pada data meskipun ada bias hawkish implisit, angka inflasi minggu ini akan menjadi pendorong penting bagi ekspektasi suku bunga pasar," kata analis di ING dalam sebuah catatan, Jumat (31/3). (ADF)