Ekonom Global Tak Satu Suara Soal Potensi Resesi AS
perekonomian Negeri Paman Sam dikhawatirkan bakal terus merosot dan bila tidak diantisipasi dengan baik bakal berpotensi memicu pertumbuhan ekonomi minus.
IDXChannel - Langkah Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserves (The Fed) yang bakal terus melanjutkan kebijakan suku bunga tinggi diyakini bakal mengancam potensi pertumbuhan ekonomi di negara tersebut.
Dengan terus ditekan dengan kungkungan bunga tinggi, perekonomian Negeri Paman Sam dikhawatirkan bakal terus merosot dan bila tidak diantisipasi dengan baik bakal berpotensi memicu pertumbuhan ekonomi minus. Jika hal itu terjadi, maka ancaman resesi bakal benar-benar terealisasi, setidaknya pada 2023 mendatang.
"Penurunan ekonomi di AS tak dapat dihindari, karena kita memiliki lima bulan pertumbuhan nol M2, pertumbuhan pasokan uang, dan The Fed bahkan tidak melihatnya," ujar Ekonom Universitas Johns Hopkins, Steve Hanke, sebagaimana dilansir dari Fortune.com, Selasa (30/8/2022).
Sebagai informasi, M2 merupakan ukuran jumlah uang yang beredar di AS seperti uang tunai, giro dan tabungan, dan reksa dana saham di pasar uang ritel.
Pertumbuhan nol di M2 melonjak akibat pasokan dolar AS yang meningkat selama terjadinya pandemi COVID-19. Kelebihan pasokan dolar AS yang beredar di masyarakat inilah yang menurut Hanke menjadi pemicu awal terjadinya resesi di 2023.
“Kita mengalami pertumbuhan jumlah uang beredar yang belum pernah terjadi sebelumnya di Amerika Serikat. Itulah sebabnya kami mengalami inflasi sekarang, dan itulah sebabnya, kami akan terus mengalami inflasi hingga 2023 bahkan mungkin hingga 2024,” tutur Hanke.
Menurut Hanke, Jerome Powell selaku ketua The Fed tidak memahami penyebab utama inflasi saat ini. Powell masih menekankan pada faktor pemintaan yang kuat dan pasokan yang terbatas.
Lewat penelitiannya, Hanke memperkirakan rentang inflasi yang bakal terjadi di sepanjang 2022 berkisar antara enam hingga sembilan persen. Pada bulan Juli 2022 lalu, inflasi AS memang sempat melandai, namun Indeks Harga Konsumen justru melambung 8,5 persen dari tahun sebelumnya.
Meski demikian, tak seperti Hanke, sejumlah pernyataan optimis juga muncul dari sebagian kalangan, seperti Chief Executive Officer Citi Group, Jane Fraser, yang menilai bahwa posisi AS saat ini masih cukup jauh dari kondisi resesi.
“Hanya sedikit data yang Saya lihat menunjukkan bahwa AS sedang berada di puncak resesi,” ujar Jane.
Senada dengan Jane, Asisten Profesor Ekonomi dari Universitas George Washington, Diana Furchtgott-Roth, bahwa perekonomian AS memiliki harapan bakal membaik di tahun depan.
“Saya optimis bahwa ekonomi akan menjadi lebih baik di masa depan dan bahwa kita akan mengalami resesi ringan, yang akan mengeluarkan inflasi dari ekonomi, dan kemudian ekonomi akan terus meningkat,” tukas Roth. (TSA)
penulis: Ribka Christiana