Emas Moncer di Tengah Krisis Perbankan AS, Ini Analisisnya
Dua pekan terakhir, instrument investasi safe haven tradisional, logam mulia emas mengalami kenaikan harga cukup signifikan.
IDXChannel - Dua pekan terakhir, instrument investasi safe haven tradisional, logam mulia emas mengalami kenaikan harga cukup signifikan.
Bahkan, Harga emas sempat mencapai level psikologis di angka USD2.000 per ons. Kontrak emas berjangka di Comex New York sempat menyentuh sesi tertinggi USD2.014,90 per ons dan menjadi level puncak 10 Maret 2022 yang mencapai USD2.015,10.
Harga emas turun di awal perdagangan Asia pada Selasa (21/3) setelah menyentuh level tertinggi pada sesi sebelumnya.
Emas spot terpantau naik 0,13% pada perdagangan hari ini atau naik menjadi 1.981,47. Sementara emas berjangka naik 0,11% menjadi USD 1.984,85/oz per 12.23 WIB. Harga emas naik hampir 6% selama seminggu terakhir.
Logam mulia lainnya juga mengalami penurunan pada Selasa, tetapi masih mengalami kenaikan yang kuat selama beberapa sesi terakhir. Timah naik 1,31% di ICE London hingga Jumat lalu (17/3), sedangkan perak naik 0,1% di level USD22,665.
Di antara logam industri, harga tembaga diperdagangkan sideways setelah naik selama lima sesi terakhir. Namun masih diperdagangkan pada level yang relatif rendah, setelah tertekan oleh kekhawatiran atas melambatnya pertumbuhan ekonomi.
Tembaga naik 0,1% menjadi USD3,9610. Adapun beberapa komoditas lain anjlok seperti nikel jatuh 2,41% pada dini hari tadi dan tembaga turun 0,62% pukul 12.06 WIB. Platinum turun 0,1% ke level USD996,55.
Menanti Langkah The Fed dan Dampaknya Bagi Emas
Pasar mengunci beberapa keuntungan menjelang keputusan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) yang akan datang. Sementara kewaspadaan terhadap potensi krisis perbankan membuat permintaan safe haven tetap kuat.
Logam mulia menguat selama seminggu terakhir seiring meningkatnya kekhawatiran akan kejatuhan perbankan AS dan Eropa dan mendorong migrasi besar-besaran ke aset safe haven tradisional.
Ini yang membuat harga emas menembus level USD2.000/oz untuk pertama kalinya dalam satu tahun pada Senin, meskipun hanya sebentar.
Pasar juga tengah meningkatkan kehati-hatian menjelang rapat The Fed yang diharapkan menjadi pertemuan penting pada Rabu besok (22/3) di mana bank sentral ini diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps). Angka ini lebih kecil dari ekspektasi sebelumnya yaitu sebesar 50 bps.
Mengingat inflasi AS masih berada di atas kisaran target The Fed, bank sentral mungkin akan menaikkan suku bunga lebih lanjut.
Di sisi lain, The Fed meluncurkan langkah-langkah likuiditas darurat untuk sektor perbankan. Tiga langkah likuiditas The Fed merespon kejatuhan Sillicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank di AS dua minggu lalu di antaranya:
Pertama, kredit primer USD148 miliar. Bank-bank besar di AS mengajukan pendanaan berbiaya tinggi dari bank sentral. Dalam krisis perbankan yang terjadi dua minggu terakhir, uang tunai adalah raja, dan pinjaman berbunga mahal adalah cara termudah bagi bank untuk mengakses uang tunai dengan cepat.
Kedua, program The Bank Term Funding Program (BTFP) USD12 miliar. Program ini merupakan pinjaman repo baru yang diumumkan akhir pekan lalu untuk membantu bank yang tidak memiliki agunan yang cukup yang tersedia untuk dijual, namun memiliki cukup agunan hingga Jatuh Tempo.
Ketiga, perpanjangan kredit lainnya senilai USD143 miliar. The Fed meminjamkan uang ke FDIC akibat krisis perbankan AS. FDIC perlu meminjam uang tunai untuk membayar deposan Sillicon Valley Bank (SVB). Uang ini akan kembali saat The Fed menjual portofolio aset SVB.
Aksi likuiditas ini yang melemahkan pengetatan moneter atau Quantitative Tightening (QT) atau pengetatan kuantitatif selama setahun terakhir yang telah dilakukan The Fed.
QT mengacu pada kebijakan moneter yang menekan atau mengurangi, neraca Federal Reserve System. Proses ini juga dikenal sebagai normalisasi neraca.
Dengan kata lain, The Fed atau bank sentral mana pun menyusutkan cadangan moneternya dengan menjual Treasury (obligasi pemerintah) atau membiarkannya jatuh tempo dan mengeluarkannya dari saldo kasnya (balance sheet). Langkah ini dapat menghilangkan likuiditas, atau uang, dari pasar keuangan.
Diketahui, balance sheet The Fed menurun selama 10 bulan terakhir karena adanya QT. Namun, rilis terbaru menunjukkan perbaikan sekitar USD300 miliar neraca The Fed dibandingkan dengan minggu sebelumnya. (Lihat grafik di bawah ini.)
Melansir Invesiting.com, krisis bank yang sedang terjadi membuat pasar sebagian besar meninjau kembali ekspektasi mereka apakah bank sentral akan mengetatkan kebijakan lebih lanjut.
Mengingat, kenaikan suku bunga yang besar memberikan banyak tekanan pada sistem perbankan. Minoritas trader juga disebut memperkirakan the Fed akan mempertahankan suku bunga.
Di sisi lain, ekspektasi bahwa The Fed akan kekurangan ruang ekonomi untuk terus menaikkan suku bunga dapat menekan performa dolar dan membuat mata uang emerging market lebih kuat. Sementara ketidakpastian soal The Fed juga membebani dolar selama seminggu terakhir, yang selanjutnya menguntungkan harga logam.
“Emas dan logam mulia lainnya akan mendapatkan keuntungan dari The Fed yang tidak terlalu hawkish. Pasalnya kenaikan suku bunga akan meningkatkan biaya peluang untuk membeli aset-aset yang tidak memberikan imbal hasil,” kata analis Investing.com, dikutip Selasa (21/3). (ADF)