Erick Lapor ke Kejagung, Potensi Delisting Saham GIAA Makin Besar?
Terkait dilaporkannya Garuda ke Kejagung, sejumlah pihak, terutama investor makin mempertanyakan potensi delisting saham GIAA dari BEI.
IDXChannel- Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Desember 2021 mengumumkan bahwa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) berpotensi delisting. Hal itu karena Garuda telah memasuki suspensi dan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada 18 Juni 2023.
Usai pengumuman potensi delisting itu, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra pada rapat kreditur pertama melalui proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sementara di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menegaskan bahwa Garuda Indonesia akan terus secara proaktif membuka diskusi dengan para kreditur demi kesuksesan restrukturisasi perusahaan.
Namun, nampaknya rencana tersebut tak berjalan mulus. Lebih dari 470 kreditur Garuda Indonesia telah mengajukan klaim tagihan senilai total USD13,8 miliar atau setara Rp198 triliun (kurs Rp14.350) sebagai bagian dari restrukturisasi utang maskapai penerbangan BUMN itu.
Nominal tersebut merupakan data sementara dari Tim Pengurus PKPU yang tercatat, baik secara daring maupun fisik hingga tanggal yang berakhir pada Rabu 5 Januari 2022.
Tim ini masih akan memverifikasi klaim yang masuk dan memutuskan secara resmi pada 19 Januari 2022 mendatang, terkait berapa jumlah yang valid yang dapat dimasukkan dalam proses restrukturisasi. Demikian disampaikan dalam laporan anggota tim PKPU Garuda, Martin Patrick Nagel dan Jandri Siadari, dilansir Bloomberg, Senin (10/1/2022).
Kemudian, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir dijadwalkan ke Kejaksaan Agung hari ini untuk melaporkan kasus yang belum diketahui apa yang bakal dilaporkan.
Belum diketahui spesifik terkait kasus apa yang bakal dilaporkan. Menurut informasi MPI, Selasa (11/1/2022), Erick ke Kejagung sekitar pukul 11.30 WIB.
Seperti diketahui, Garuda Indonesia dihantam masalah keuangan dalam dua tahun terakhir, sejak pandemi Covid-19 mulai masuk ke Indonesia. Salah kelola maskapai di masa lalu, mengakibatkan utang yang menggunung tercatat di angka 130-an triliun lebih.
(IND)