Euforia Saham Bank Besar Tak Tahan Lama, Rotasi Dinilai Masih Prematur
Lonjakan mendadak saham bank besar pada Kamis (9/10/2025) lalu sempat memunculkan spekulasi terjadinya rotasi sektoral di pasar.
IDXChannel – Lonjakan mendadak saham bank besar pada Kamis (9/10/2025) lalu sempat memunculkan spekulasi terjadinya rotasi sektoral di pasar.
Spekulasi itu menguat karena pergerakan tersebut terjadi bersamaan dengan arus keluar dana (outflow) dari saham-saham konglomerat yang belakangan sudah naik tinggi.
Namun, aksi ambil untung di bank besar yang terjadi sehari kemudian, Jumat (10/10), membuat sejumlah analis menilai sinyal rotasi tersebut masih bersifat sementara dan belum mencerminkan perubahan tren yang mendasar.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) ditutup turun 3,37 persen ke Rp3.730 per unit. Saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) ikut melemah 3,17 persen ke Rp3.970 per unit, sementara PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) terkoreksi 3,19 persen ke Rp4.250 per unit.
Tekanan jual juga menyeret saham bank swasta terbesar, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), yang turun 1,99 persen ke Rp7.400 per unit.
Padahal, sehari sebelumnya sektor perbankan sempat menjadi motor penggerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menuju rekor tertinggi baru. Pada Kamis (9/10), di tengah derasnya arus keluar dana dari saham-saham konglomerat, BBRI melonjak 3,76 persen, BBNI naik 4,06 persen, BMRI menguat 3,29 persen, dan BBCA terapresiasi 2,37 persen.
Pengamat pasar modal Michael Yeoh menyoroti adanya potensi rotasi sektoral ke saham perbankan, meski menilai efeknya hanya bersifat sementara.
“Dengan data M2 yang naik pesat, artinya dana serapan dari Rp200 triliun dari Menteri Keuangan Purbaya berhasil terserap dengan cepat,” ujarnya, Jumat (10/10/2025).
Menurutnya, kondisi tersebut menunjukkan adanya perputaran ekonomi dan potensi peningkatan pertumbuhan kredit.
“Hal ini mengindikasikan ada perputaran ekonomi dan loan growth yang meningkat nanti di kuartal IV-2025. Dan ini merupakan indikasi atau sinyal bahwa ekonomi pulih,” tutur Michael.
Michael melihat fenomena itu turut mendorong perpindahan dana ke sektor perbankan.
“Sehingga ada perpindahan sektoral pada Kamis dari saham-saham yang sudah naik ke perbankan,” imbuh dia.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa kinerja sektor perbankan masih perlu dicermati, terutama dari sisi kredit bermasalah dan margin bunga bersih.
“Namun, tentunya kita perlu memperhatikan bagaimana non-performing loan (NPL) serta net interest margin (NIM) yang akan dibukukan oleh perbankan,” tuturnya.
Ia pun menilai reli saham perbankan pada Kamis masih bersifat sementara. “Berhubung perbankan juga berada dalam posisi support secara teknikal,” kata Michael menambahkan.
Founder WH Project William Hartanto juga memberikan pandangannya terkait isu rotasi sektoral yang ramai dibicarakan.
“Kenaikan atau penurunan satu hari tidak bisa langsung disimpulkan sebagai rotasi sektor maupun reversal,” katanya, Jumat (10/10).
Menurutnya, pergerakan harga juga perlu dilihat dari sisi teknikal untuk memastikan arah tren masing-masing saham.
“Di sisi lain bisa dianalisis secara teknikal juga apakah tren masing-masing sahamnya sudah menunjukkan reversal atau belum, atau hanya terjadi gejolak karena efek sentimen saja,” ujar William.
William menilai, lonjakan saham perbankan yang terjadi pada Kamis lalu lebih disebabkan oleh sentimen jangka pendek ketimbang perubahan tren yang mendasar.
Ia juga menekankan bahwa pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa soal ‘saham gorengan’ tidak spesifik menyasar sektor tertentu, termasuk sektor perbankan yang sempat disebut-sebut sebagai tujuan rotasi dana karena memiliki fundamental kuat.
“Hanya dengan menyebutkan ‘bereskan saham gorengan’ sebenarnya tidak mengarah ke sektor manapun. Semua saham bisa memperlihatkan tanda-tanda aksi goreng saat terjadi pergerakan di luar kebiasaan,” tuturnya menegaskan.
Sebelumnya, Purbaya melontarkan pernyataan tegas terkait praktik saham gorengan dalam pertemuan dengan pelaku pasar, manajemen BEI, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (9/10).
Purbaya menegaskan, pemerintah belum berencana memberikan insentif bagi industri pasar modal sebelum praktik ‘goreng-menggoreng’ saham dibenahi terlebih dahulu.
“Direktur bursa juga minta insentif terus, yang belum tentu saya kasih. Jadi saya bilang, akan saya berikan insentif kalau Anda sudah merapikan perilaku investor di pasar modal. Tapi yang goreng-gorengan dikendalikan sama dia, supaya investor kecil terlindungi, baru saya berikan insentifnya,” kata Purbaya, Kamis (9/10). (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.