Gilas Dolar AS, Rupiah Ditutup Menguat di Rp15.355 per USD
Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) ditutup menguat pada perdagangan Kamis (14/9/2023).
IDXChannel - Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) ditutup menguat pada perdagangan Kamis (14/9/2023). Mata Uang Garuda naik 15 poin ke level Rp15.355 per USD dari penutupan sebelumnya di Rp15.370 per USD.
Pengamat Pasar Uang, Ibrahim Assuaibi, mengatakan dolar AS melemah setelah rilis data inflasi terbaru pada Rabu, yang menunjukkan harga konsumen meningkat paling tinggi dalam 14 bulan pada Agustus seiring kenaikan harga bensin.
"Angka-angka ini gagal mengubah pandangan mengenai penghentian sementara Federal Reserve minggu depan, dan perhatian kini beralih ke pertemuan bulan November sebagai pertemuan penting dalam menentukan sentimen pasar," tulis Ibrahim dalam risetnya, Kamis (14/9/2023).
Tingkat inflasi inti menunjukkan tanda-tanda stabil pada tingkat yang lebih rendah. Namun, kenaikan harga minyak mentah dapat mendorong tingkat inflasi umum lebih tinggi lagi.
Masih banyak data inflasi AS yang harus dicerna pada Kamis malam, dalam bentuk harga produsen pada Agustus, sementara penjualan ritel diperkirakan menunjukkan perlambatan tingkat pertumbuhan karena konsumen membatasi pengeluaran.
Selain itu, Bank Sentral Eropa (ECB) akan bertemu pada Kamis, dan para pedagang telah mulai menilai kembali ke posisi mereka setelah laporan Reuters mengindikasikan bahwa pembuat kebijakan ECB memperkirakan inflasi di 20 negara zona euro akan tetap di atas 3% tahun depan, memperkuat kemungkinan kenaikan suku bunga kesepuluh berturut-turut.
Kemudian, Bank of England diperkirakan masih akan menambah 14 kenaikan suku bunga sejak akhir 2021 ketika para pengambil kebijakan bertemu minggu depan, menaikkan suku bunga menjadi 5,5% dari 5,25%.
Perekonomian belum memasuki resesi seperti yang dikhawatirkan, pertumbuhan upah menunjukkan sedikit tanda-tanda perlambatan, dan para ahli statistik resmi meningkatkan data secara tajam untuk menunjukkan bahwa Inggris pulih lebih awal dari COVID-19 dibandingkan perkiraan sebelumnya.
Dari sentimen internal, pelaku pasar terus memantau kebijakan Bank Indonesia (BI) mengenai perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global, di mana masih tumbuh kuat ditopang oleh konsumsi Masyarakat yang kuat serta dididorong oleh permintaan domestik.
Hal ini perlu dijaga dengan memperluas sumber-sumber perekonomian domestik, termasuk dukungan dari sektor keuangan khususnya kredit perbankan.
"Pasalnya, dari sisi ekspor, Indonesia sudah mengalami penurunan dikarenakan perekonomian China yang melemah. Di mana mayoritas ekspor RI ditujukan ke China," ungkap Ibrahim.
Tantangan ke depan, bagaimana agar momentum pertumbuhan ekonomi pasca Covid dapat terus terpelihara di tengah melambatnya ekonomi China yang berdampak terhadap melemahnya ekspor. Ini terlihat dari turunnya harga-harga komoditas.
Dalam hal ini, BI memperkuat stimulus kebijakan makroprudensial untuk mendorong pertumbuhan kredit atau pembiayaan perbankan melalui implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) bagi perbankan.
Seperti diketahui, kredit perbankan pada Juli 2023 tercatat sebesar 8,54 persen, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 7,7 persen. Namun, penyaluran kredit masih perlu didorong agar sesuai dengan upaya dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
Untuk itu, BI melakukan penguatan stimulus bagi perbankan dengan menerbitkan kebijakan insentif makroprudensial. Yang mana akan menambah insentif likuiditas bagi perbankan sebesar Rp158 triliun yang sebelumnya sebesar Rp108 triliun.
Berdasarkan sentimen diatas, mata uang rupiah untuk perdagangan besok diprediksi fluktuatif dan cenderung melanjutkan penguatan ke rentang Rp15.330 - Rp15.400 per USD. (NIA)