MARKET NEWS

Harga Batu Bara Menguat Dua Hari Beruntun, Ada Apa?

Maulina Ulfa 05/07/2024 09:46 WIB

Harga batu bara berjangka (futures) Newcastle menguat dua hari berturut-turut pada perdagangan Kamis (4/7/2024).

Harga Batu Bara Menguat Dua Hari Beruntun, Ada Apa? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Harga batu bara berjangka (futures) Newcastle menguat dua hari berturut-turut pada perdagangan Kamis (4/7/2024).

Pada Kamis, harga batu bara naik 1,11 ke level USD136,5 per ton.

Pada perdagangan Rabu (3/7), harga batu bara ditutup terapresiasi 2,08 persen di level USD135 per ton.

Harga batu bara Newcastle berjangka meningkat ke atas USD135 per ton, rebound dari posisi terendah dalam dua bulan di level USD132 per ton yang dicapai pada 1 Juli lalu, menyusul kabar kebakaran bawah tanah di sebuah tambang batu bara Australia.

Gangguan rantai pasokan lebih lanjut termasuk hujan lebat di Indonesia dan pencurian kereta api di Afrika Selatan juga menjadi sentimen positif harga batu bara.

Sementara itu, India, konsumen batu bara terbesar kedua di dunia, mengalami rekor permintaan listrik tertinggi di wilayah utara akibat gelombang panas yang terus terjadi. Selain itu, AS telah memperluas sanksi terhadap industri batu bara Rusia.

Secara mingguan, harga batu bara kini menguat 2,94 persen meski secara year on year (YOY) terkoreksi 5,73 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)

Laporan Bank Dunia pada 21 Juni 2024 lalu mengatakan harga batu bara sudah mengalami penurunan sebesar 8 persen pada kuartal pertama 2024.

Sementara tolok ukur harga batu bara di Australia dan Afrika Selatan telah anjlok lebih dari 60 persen dari nilai tertingginya sejak 2022, yang didorong oleh lemahnya aktivitas ekonomi dan rendahnya harga gas alam, yang berdampak negatif terhadap permintaan batu bara di sektor ketenagalistrikan.

Penurunan signifikan ini didukung oleh melimpahnya pasokan dan secara bertahap meningkatkan penetrasi listrik terbarukan.

Meskipun demikian, harga batu bara masih jauh di atas rata-rata tahun 2015-2019. Penurunan harga yang tajam telah terjadi sepanjang 2024, dibandingkan dengan rata-rata harga pada 2023, dan penurunan harga lebih lanjut diperkirakan akan terjadi pada 2025.

Ini karena pengembangan pembangkit listrik terbarukan yang semakin masif dan dapat memenuhi peningkatan permintaan listrik.

Risiko utama terhadap perkiraan ini mencakup pertumbuhan produksi listrik China yang lebih kuat dari perkiraan dan kekurangan pembangkit listrik tenaga air.

Melansir laporan Oilprice.com (27/6), China yang merupakan investor dan pembangkit listrik tenaga angin dan surya terbesar global. Namun demikian, China dikabarkan telah menimbun batu bara untuk mengantisipasi puncak permintaan selama musim panas.

Bloomberg juga melaporkan China telah mengumpulkan persediaan batu bara sebesar 162 juta ton selama lima bulan pertama tahun ini, setara dengan sekitar 8,5 persen konsumsi selama lima bulan tersebut, menurut data dari cqcoal.com.

Peningkatan tersebut berasal dari produksi dalam negeri dan impor. Produksi dalam negeri sebenarnya turun pada kuartal pertama tahun ini setelah serangkaian insiden fatal yang memicu penutupan dan penyelidikan di provinsi Shanxi.

Peningkatan produksi baru China dilaporkan dimulai pada Juni, namun permintaan batu bara telah mengimbangi dampak penutupan sementara akibat lonjakan pembangkit listrik tenaga air akibat curah hujan yang melimpah.

Sementara itu, impor meningkat cukup besar selama empat bulan pertama tahun ini berkat penurunan harga yang meningkatkan permintaan.

Selama periode tersebut, impor batu bara China meningkat sebesar 13 persen, karena harga komoditas tersebut turun hampir setengahnya dibandingkan 2023. (ADF)

SHARE