MARKET NEWS

Harga Batu Bara Tertekan di Akhir 2023, Kinerja Emiten Ikut Loyo

Maulina Ulfa - Riset 24/11/2023 12:25 WIB

Harga batu bara berjangka Newcastle masih diperdagangkan di sekitar USD120 per ton sepanjang pekan ini.

Harga Batu Bara Tertekan di Akhir 2023, Kinerja Emiten Ikut Loyo. (Foto: Freepik)

IDXChannel - Harga batu bara berjangka Newcastle masih diperdagangkan di sekitar USD120 per ton sepanjang pekan ini. Harga batu bara mendekati titik terendah dalam dua setengah tahun terakhir sebesar USD117 yang dicapai pada 1 November lalu.

Anjloknya harga batu bara beberapa waktu terakhir disebabkan oleh kelebihan pasokan di pasar utama dunia, yakni China. Negeri Tirai Bambu ini mengalami peningkatan produksi dalam negeri dan lonjakan besar impor batu bara.

Melansir Trading Economics, dalam sebulan harga batu bara mengalami penurunan 10,51 persen, sementara dalam setahun sudah tertekan 64,87 persen hingga 23 November 2023. Hari ini, harga batu bara diperdagangkan di harga USD122,15 per ton. (Lihat grafik di bawah ini.)

Diketahui, China sendiri telah meningkatkan produksi batu bara sejak krisis listrik 2021 untuk mencegah terulangnya krisis listrik, dan produksi tahun ini berada di jalur yang tepat untuk mencetak rekor baru.

Situasi ini semakin diperburuk dengan peningkatan impor batu bara sebesar 73 persen selama sembilan bulan pertama tahun ini, yang didorong oleh pasokan global yang lebih terjangkau.

Akibatnya, pasar batu bara telah berubah dari situasi kelangkaan yang terjadi beberapa tahun lalu, yang menyebabkan kekurangan listrik secara luas, menjadi situasi dimana pasokan batu bara tersedia dalam jumlah besar.

Melansir Reuters (6/11/2023), permintaan batu bara termal yang diangkut melalui laut di Asia juga mulai meningkat menjelang puncak konsumsi musim dingin. Namun, tren harga masih melemah karena impor Eropa yang lemah memaksa pemasok untuk memindahkan tujuan ekspor mereka.

Harga domestik yang lebih rendah di negara importir utama seperti China juga membantu menjaga harga batu bara tetap rendah. Ini karena para pemasok berupaya untuk tetap kompetitif di negara produsen dan konsumen bahan bakar terbesar di dunia yang terutama digunakan untuk menghasilkan listrik.

Impor batu bara termal lintas laut di Asia naik menjadi 75,77 juta metrik ton sepanjang Oktober dari bulan sebelumnya sebesar 70,29 juta pada September, menurut data yang dikumpulkan oleh analis komoditas Kpler.

Kinerja Emiten Batu Bara RI di Q3 Tahun Ini

Di tengah pasar batu bara global yang lesu, sejumlah emiten batu bara di Tanah Air juga mencatatkan penurunan kinerja keuangan yang disinyalir karena fluktuasi harga emas hitam ini.

Memasuki kuartal III-2023, berdasarkan laporan keuangan perusahaan, beberapa emiten batu bara telah mengeluarkan laporan keuangan mengalami kinerja yang terkoreksi sepanjang 9 bulan 2023. Di antaranya, perusahaan-perusahaan batu bara seperti ADRO, ITMG, PTBA, hingga INDY.

Tak hanya kinerja keuangan, kinerja saham emiten batu bara di pasar modal juga kurang memuaskan sepanjang tahun ini. (Lihat grafik di bawah ini.)

Emiten batu bara dengan pendapatan dan laba tertingi hingga kuartal III-2023 ini adalah PT Adaro Energy Tbk. (ADRO).

ADRO membukukan pendapatan sebesar Rp77,14 triliun pada periode tersebut, melampaui capaian emiten batu bara lainnya yang telah melaporkan laporan keuangannya.

Meski paling moncer, pendapatan ADRO ini turun 15,76 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp91,5 triliun.

Adapun emiten batu bara lainnya, PT Indika Energy Tbk. (INDY) mencetak penurunan pendapatan sebesar 26,6 persen menjadi Rp35,6 triliun. Begitu pula laba bersih INDY anjlok 72,27 persen menjadi Rp1,45 triliun.

Sementara kinerja emiten tambang pelat merah, PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) juga mengalami penurunan laba bersih 62,2 persen menjadi Rp3,7 triliun. Pendapatan PTBA juga tergerus 10,73 persen menjadi Rp27,7 triliun hingga akhir September 2023.

Emiten batu-bara lainnya, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) mencatatkan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar USD405,83 juta, setara dengan Rp 6,3 triliun (kurs Rp 15.720 per USD) pada kuartal III-2023.

Berdasarkan laporan keuangan perseroan, nilai tersebut susut sebesar 54,5 persen dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya sebesar 893,81 juta dollar AS atau setara dengan Rp 14 triliun.

Seiring dengan penurunan laba, ITMG juga mencatatkan penurunan pendapatan bersih pada kuartal yang sama sebesar 30,2 persen menjadi USD1,82 miliar atau setara dengan Rp 28,6 triliun. Jika dibandingkan, pendapatan bersih pada periode sama tahun lalu sebesar USD2,61 miliar atau Rp 41 triliun.

Adapun dua perusahaan tambang batu bara lainnya, yakni PT Bayan Resources Tbk (BYAN) dan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) belum melaporkan kinerja keuangan mereka pada kuartal III tahun ini.

Namun, sepanjang semester I 2023, BYAN mengalami peningkatan pendapatan 2 persen year on year (yoy) menjadi USD2,04 miliar, dengan laba bersih turun 25 persen secara tahunan menjadi USD723,85 juta atau setara Rp 11,51 triliun.

Sementara BUMI mengumumkan perolehan pendapatan perusahaan di Semester I-2023 mencapai USD3,3 miliar. Jumlah ini juga turun sebesar 13,3 persen jika dibandingkan dengan perolehan di periode sama tahun sebelumnya sebesar USD3,81 miliar. (ADF)

SHARE