Harga Kembali Tertekan, Prospek Batu Bara di Pasar Asia Masih Bisa Cerah?
Harga batu bara masih mengalami tekanan pada pekan ini.
IDXChannel - Harga batu bara masih mengalami tekanan pada pekan ini. Sempat naik 6 persen, harga batu bara kontrak Juni di pasar ICE Newcastle berada di posisi USD 158,1 per ton, 1,65 persen pada perdagangan Selasa (23/5/2023).
Tertekannya harga batu bara ini disebut karena permintaan yang melemah, terutama di pasar Eropa dan Amerika.
Pelemahan harga emas hitam mengakhiri tren positif yang sempat terjadi dua hari sebelumnya dengan kenaikan harga mencapai 6,1 persen. (Lihat tabel di bawah ini.)
Di Asia, permintaan emas hitam masih terfokus pada China dan India yang masih mencatatkan kenaikan impor.
Namun, batu bara Australia nampaknya masih diminati oleh pembeli Asia, termasuk China dan India.
Pengiriman baru batu bara Australia ke China naik ke level tertinggi sejak Beijing menghentikan impor pada musim gugur 2020.
Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (23/5/2023), larangan tersebut berakhir pada awal tahun ini dan minat China terhadap batu bara berkualitas tinggi dari Australia mendapatkan momentum.
Pengiriman dari Australia pada April, yang sebagian besar berupa batu bara termal untuk pembangkit listrik, melonjak 75% dari bulan sebelumnya menjadi 3,89 juta ton, menurut data bea cukai China.
Hal ini membuat pangsa impor Australia mencapai 10%, hampir dua kali lipat dari level Maret. Sementara itu, mengutip analisis Reuters, Asia Tenggara secara keseluruhan hanya menyumbang sekitar 12% dari impor batu bara termal global.
Melihat tren ini, meskipun dalam tekanan harga, pasar Asia masih sangat menjanjikan bagi penjualan batu bara. Australia dan Asia Tenggara sebagai produsen utama dapat bersaing ketat.
Potensi Batu Bara Asia Tenggara
China dan India selalu menjadi pasar potensial bagi batu bara produksi kawasan Asia Tenggara dan Australia.
Meski bersaing dengan Australia, batu bara produksi Asia Tenggara masih memiliki potensi pasar yang lebih luas.
Berdasarkan data Kpler, kawasan Asia Tenggara secara rutin mengimpor lebih dari 100 juta ton batu bara setiap tahunnya.
Asia Tenggara, termasuk Indonesia, telah melampaui pertumbuhan importir utama batu bara lainnya secara global sejak 2018. Angkanya bahkan meningkat pada tingkat rata-rata 14% per tahun. Laju pertumbuhan tersebut sebanding dengan 3% untuk China dan 13% untuk India.
Jika angka ini dipertahankan, maka akan menjadikan kawasan ini sebagai pendorong kuat penggunaan batu bara global yang dapat mengimbangi penurunan penggunaan batu bara yang diperkirakan terjadi di pasar lain.
Terlebih lagi, karena beragamnya sifat ekonomi, sistem politik, dan tren demografi kawasan ini, kawasan Asia Tenggara akan sedikit berkontribusi untuk memenuhi target global untuk mengurangi penggunaan batu bara.
Wilayah ini juga disebut kurang rentan terhadap tekanan internasional untuk mengurangi emisi dari aktivitas batu bara.
Inti dari selera impor batu bara di kawasan ini adalah ketergantungan yang tinggi pada batu bara untuk pembangkit listrik.
Indonesia sebagai salah satu negara eksportir utama batu bara termal terbesar di kawasan ini bahkan dunia masih bergantung pada batu bara lebih dari 60% untuk pembangkit listrik.
Sementara Filipina sebagai importir batu bara terbesar di kawasan ini, dan bersama Malaysia, Vietnam, dan Kamboja mengandalkan batu bara untuk lebih dari 40% untuk kebutuhan pembangkit listrik. Sedangkan Thailand menggunakan batu bara untuk sekitar 20% pembangkit listriknya.
Menurut analisis Administrasi Informasi Energi A.S, penggunaan kumulatif batu bara di wilayah ini bahkan diperkirakan sekitar 200 juta ton per tahun.
Meskipun penggunaan batu bara di seluruh wilayah cukup konstan, bulan-bulan musim panas menjadi saat terbaik untuk meningkatkan perdagangan batu bara.
Sepanjang 2022, total impor batu bara termal Asia Tenggara dilaporkan melonjak menjadi lebih dari 10 juta ton per bulan dari Mei hingga Agustus. Lonjakan ini dibandingkan rata-rata bulanan sekitar 8 juta ton selama empat bulan pembukaan tahun ini.
Selama empat bulan pertama 2023, impor batu bara termal Asia Tenggara berjalan 18% di atas titik yang sama pada 2022.
Ini menunjukkan bahwa utilitas batu bara mungkin masih bisa lebih baik tahun ini daripada tahun sebelumnya. Saat musim panas, kenaikan penggunaan AC menjadi peluang untuk meningkatkan permintaan pasokan listrik.
Posisi Indonesia
Meskipun secara keseluruhan ekspor Indonesia menurun, namun ekspor batu bara Indonesia sepanjang Januari-April 2023 tercatat meningkat.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor batu bara RI pada Januari-April 2023 meningkat 2,51% secara year on year (yoy) yakni 103,19 juta ton.
Wilayah Asia masih menjadi pasar terbesar dengan China masih menjadi pembeli terbesar.
Menurut data pengapalan dari konsultan Kpler, ekspor utama batu bara Indonesia adalah ke India, Korea Selatan, Taiwan, dan Filipina yang semuanya mengalami kenaikan tahun lalu. Sementara pengapalan batu bara ke pasar terbesarnya yakni China turun pada 2022.
Sebagai catatan, Indonesia sempat melarang ekspor batu bara pada Januari 2022 untuk mengamankan pasokan dalam negeri sebagai pasokan pembangkit listrik untuk PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Adapun berdasarkan target Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pemerintah menargetkan produksi batu bara pada 2023 sebesar 695 juta ton. Adapun target penjualan ke dalam negeri sebesar 177 juta ton dan ekspor batu bara sebesar 518 juta ton.
Di tengah harga yang terus menurun dan pasar yang bersaing, terutama dengan batu bara Australia, Indonesia dan kawasan Asia Tenggara masih perlu meningkatkan daya saing.
Dalam arti, meskipun harga terus tertekan, pendapatan dari batu bara harus bersaing terutama dengan Australia.
Sebagai informasi, Australia masih bisa memaksimalkan pendapatan dari aktivitas ekspor batu bara.
Berdasarkan data S&P Global, pendapatan ekspor sumber daya dan energi Australia diperkirakan akan mencapai rekor AUD464 miliar atau setara USD310 miliar pada tahun fiskal 2022-2023 (Juli-Juni).
Angka ini AUD5 miliar lebih tinggi dari perkiraan pemerintah pada Desember tahun lalu. Salah satu alasannya karena peningkatan dalam ekspor batu bara metalurgi dan termal. (ADF)