Harga Minyak Kian Panas, Isu Geopolitik Rusia-Ukraina Jadi Sentimen Utama
Harga minyak mentah/crude oil mencapai level tertingginya dalam tujuh tahun terakhir pada perdagangan Senin (14/2/2022).
IDXChannel - Harga minyak mentah/crude oil mencapai level tertingginya dalam tujuh tahun terakhir pada perdagangan Senin (14/2/2022). Ini terjadi di tengah kekhawatiran konflik geopolitik Rusia atas Ukraina yang terus memanas.
Diketahui, invasi Rusia ke Ukraina dimungkinkan dapat memicu sanksi Amerika Serikat dan Eropa. Hal ini akan mengganggu ekspor produsen utama dunia di pasar komoditas minyak yang ketat.
Hingga pukul 12:01 WIB, minyak mentah berjangka Brent berada di UD95,48 per barel atau naik 1,10%, setelah sebelumnya mencapai puncak USD96,16, tertinggi sejak Oktober 2014.
Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 1,4%, menjadi USD94,40 per barel, melayang di dekat puncaknya di USD94,94, tertinggi sejak September 2014.
Komentar Amerika Serikat terkait kemungkinan serangan Rusia di Ukraina telah mengguncang pasar keuangan global. Pada Minggu (13/2), AS menyebut bahwa Rusia dapat menyerang Ukraina kapan saja dan mungkin membuat dalih yang mengejutkan untuk melakukan serangan.
"Jika ... pergerakan pasukan terjadi, minyak mentah Brent tidak akan mengalami kesulitan melanjutkan reli di atas level USD100," kata Analis OANDA Edward Moya dalam sebuah catatan, dilansir Reuters, Senin (14/2/2022).
Badan Energi Internasional (IEA) sebelumnya mengatakan terdapat kesenjangan antara produksi OPEC+ dan targetnya yang melebar menjadi 900.000 barel per hari pada Januari.
"Kami mencatat tanda-tanda kesulitan di seluruh kelompok produsen, tujuh anggota OPEC-10 gagal memenuhi kenaikan kuota di bulan itu, dengan kekurangan terbesar ditunjukkan oleh Irak," kata Analis JP Morgan dalam catatannya.
Dengan demikian, JP Morgan memprediksi ada kemungkinan harga minyak akan melampaui ke USD125 per barel.
"Harga minyak akan tetap sangat fluktuatif dan sensitif terhadap pembaruan tambahan mengenai situasi Ukraina," lanjutnya.
Seperti diketahui, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya (OPEC+) tengah berjuang untuk meningkatkan produksi meskipun ada janji bulanan untuk meningkatkan produksi sebesar 400.000 barel per hari (bph) hingga Maret mendatang. Namun, target tersebut tampak sulit bagi mereka untuk mewujudkannya.
Pasar juga masih terus mengamati pembicaraan antara Amerika Serikat dan Iran untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015. Namun, seorang pejabat senior keamanan Iran mengatakan pada Senin (14/2) bahwa kemajuan dalam pembicaraan menjadi "lebih sulit".
Di Amerika Serikat, harga minyak yang kuat mendorong perusahaan energi untuk meningkatkan produksi mereka. Perusahaan jasa energi Baker Hughes Co memaparkan telah menambah sejumlah rig minyak pada pekan lalu, yang terbesar sejak empat tahun terakhir. (TYO)