MARKET NEWS

Harga Minyak Melesat 3 Persen usai Iran Hentikan Kerja Sama dengan Badan Nuklir PBB

TIM RISET IDX CHANNEL 03/07/2025 07:18 WIB

Harga minyak naik 3 persen pada Rabu (2/7/2025) setelah Iran menghentikan kerja sama dengan badan nuklir PBB.

Harga Minyak Melesat 3 Persen usai Iran Hentikan Kerja Sama dengan Badan Nuklir PBB. (Foto: Freepik)

IDXChannel - Harga minyak naik 3 persen pada Rabu (2/7/2025) setelah Iran menghentikan kerja sama dengan badan nuklir PBB dan Amerika Serikat (AS) mencapai kesepakatan dagang dengan Vietnam.

Namun, kenaikan harga tertahan oleh data lonjakan persediaan minyak mentah AS yang di luar ekspektasi.

Minyak Brent ditutup naik 3 persen ke level USD69,11 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) AS meningkat 3,1 persen menjadi USD67,45 per barel.

Sejak 25 Juni, Brent bergerak dalam kisaran USD66,34 hingga USD69,21 per barel, seiring meredanya kekhawatiran gangguan pasokan di Timur Tengah setelah tercapainya gencatan senjata antara Iran dan Israel.

Melansir dari Reuters, Iran mengeluarkan undang-undang yang menyatakan bahwa setiap inspeksi terhadap fasilitas nuklirnya oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA) harus mendapat persetujuan dari Dewan Keamanan Nasional Tertinggi di Teheran. Iran menuduh IAEA berpihak pada negara-negara Barat dan menjadi dalih bagi serangan udara Israel.

“Pasar sedang memperhitungkan premi risiko geopolitik dari langkah Iran terhadap IAEA,” kata analis komoditas UBS Giovanni Staunovo. “Namun ini lebih ke soal sentimen, belum ada gangguan pasokan nyata.”

Harga minyak juga terdongkrak oleh kesepakatan dagang antara AS dan Vietnam. Presiden Donald Trump dan media pemerintah Vietnam menyatakan kedua negara sepakat menerapkan tarif sebesar 20 persen pada banyak produk ekspor asal Vietnam, menyusul negosiasi di menit-menit akhir.

“Selera risiko pasar tampaknya terdorong oleh kesepakatan tarif antara AS dan Vietnam hari ini,” kata analis di perusahaan konsultan energi Ritterbusch and Associates.

Namun, harga minyak sempat memangkas kenaikannya setelah Administrasi Informasi Energi AS (EIA) melaporkan bahwa persediaan minyak mentah domestik naik 3,8 juta barel menjadi 419 juta barel pekan lalu.

Dalam jajak pendapat Reuters, analis sebelumnya memperkirakan penurunan sebesar 1,8 juta barel. Permintaan bensin juga turun menjadi 8,6 juta barel per hari, menimbulkan kekhawatiran terhadap konsumsi di puncak musim mengemudi musim panas.

“Di musim panas, konsumsi 9 juta barel per hari menjadi ambang batas untuk menunjukkan pasar yang sehat,” ujar Direktur Energi Berjangka Mizuho, Bob Yawger. “Saat ini kita jauh di bawah itu. Ini bukan sinyal yang baik.”

Sementara itu, kata analis Phillip Nova, Priyanka Sachdeva, rencana peningkatan pasokan oleh OPEC+, yang mencakup Rusia, dinilai sudah tercermin dalam harga dan diperkirakan tidak mengejutkan pasar dalam waktu dekat.

Empat sumber OPEC+ menyebutkan kepada Reuters pekan lalu bahwa kelompok tersebut berencana menambah produksi sebesar 411.000 barel per hari bulan depan saat pertemuan 6 Juli, jumlah yang serupa dengan kenaikan untuk Mei, Juni, dan Juli.

Arab Saudi meningkatkan ekspor pada Juni sebesar 450.000 barel per hari dibanding Mei, menurut data Kpler—kenaikan terbesar dalam lebih dari satu tahun. Namun, kata Staunovo, secara keseluruhan ekspor OPEC+ masih relatif stabil atau sedikit turun sejak Maret. Ia memperkirakan tren ini bertahan sepanjang musim panas karena cuaca panas akan mendorong permintaan energi.

Analis IG, Tony Sycamore, menjelaskan, rilis laporan ketenagakerjaan bulanan AS pada Kamis juga akan memengaruhi ekspektasi pasar mengenai kedalaman dan waktu pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve di paruh kedua tahun ini.

Suku bunga yang lebih rendah dapat mendorong aktivitas ekonomi, yang pada akhirnya meningkatkan permintaan minyak. (Aldo Fernando)

>

SHARE