Harga Minyak Tertekan Imbas Tingginya Persediaan AS dan Lesunya PMI China
Minyak mentah berjangka (futures) West Texas Intermediate (WTI) dan Brent dibuka melemah 0,17 persen di level USD77,64 per barel dan turun 0,33 persen.
IDXChannel - Minyak mentah berjangka (futures) West Texas Intermediate (WTI) dan Brent dibuka melemah 0,17 persen di level USD77,64 per barel dan turun 0,33 persen di level USD81,69 per barel hingga pukul 09.10 WIB, Jumat (31/5/2024).
Sebelumnya, harga minyak ditutup turun perdagangan Kamis (30/5). Harga minyak WTI ditutup turun 1,84 persen di level USD77,77 per barel dan harga minyak Brent anjlok 1,96 persen di level USD81,96 per barel.
Pada sesi Senin (27/5), harga minyak WTI juga ditutup menguat 1,04 persen di level USD78,65 per barel dan harga minyak Brent menguat 0,85 persen di level USD82,82 per barel.
Harga minyak turun di perdagangan Asia menjelang akhir pekan dan memperpanjang penurunan baru-baru ini setelah peningkatan tak terduga dalam persediaan minyak Amerika Serikat (AS).
Kondisi ini menambah kekhawatiran atas lesunya permintaan bahan bakar, sementara tanda-tanda melemahnya aktivitas bisnis di negara importir utama China membebani harga minyak.
Ini tercermin dari data terbaru PMI Manufaktur NBS resmi China yang secara tak terduga turun menjadi 49,5 pada Mei 2024 dari 50,4 pada bulan sebelumnya.
Angka ini meleset dari perkiraan pasar yang memperkirakan ekspansi sebesar 50,5. Hal ini menandai kontraksi pertama dalam aktivitas pabrik sejak bulan Februari, karena pesanan baru kembali mengalami kontraksi (49,6 vs 51,1 pada April) sementara output tumbuh melemah (50,8 vs 52,9).
Pertemuan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) yang akan datang juga menjadi fokus investor, di mana kartel tersebut kemungkinan diprediksi akan memperpanjang pengurangan produksi hingga melewati batas waktu akhir Juni mendatang.
Kedua kontrak minyak berjangka tersebut diperkirakan akan turun masing-masing hampir 5 persen pada Mei, di tengah kekhawatiran yang terus-menerus atas lesunya permintaan tahun ini.
Persediaan minyak AS dilaporkan mengalami penurunan yang lebih besar dari perkiraan dalam minggu yang berakhir 24 Mei, yaitu hampir 4,2 juta barel dibandingkan ekspektasi 1,6 juta barel.
Namun persediaan bensin tumbuh 2 juta ton, melebihi ekspektasi peningkatan sebesar 1 juta ton, sementara persediaan bahan bakar sulingan meningkat sebesar 2,5 juta ton dibandingkan ekspektasi peningkatan sebesar 0,4 juta ton.
Meningkatnya persediaan minyak ini menimbulkan kekhawatiran bahwa permintaan di negara konsumen bahan bakar terbesar di dunia ini sedang lesu menjelang musim panas yang sibuk dengan perjalanan.
Meskipun jumlah perjalanan diperkirakan akan meningkat dalam dua bulan ke depan, jumlah tersebut bisa saja tumbuh lebih kecil dari perkiraan di tengah hambatan permintaan akibat inflasi yang tinggi, suku bunga yang tinggi, dan melambatnya pertumbuhan ekonomi.
Kekhawatiran akan perlambatan pertumbuhan ekonomi AS meningkat pada Kamis (30/5) setelah revisi produk domestik bruto (PDB) menunjukkan perekonomian AS tumbuh kurang dari perkiraan semula pada kuartal pertama 2024.
Pembacaan perekonomian AS yang lemah minggu ini membuat fokus beralih ke data indeks harga PCE yang merupakan ukuran inflasi pilihan The Federal Reserve (The Fed).
Data tersebut akan dirilis pada Jumat hari ini dan diperkirakan akan menjadi faktor dalam prospek bank sentral mengenai penurunan suku bunga.
Kekhawatiran akan tingginya suku bunga AS yang berkepanjangan telah menjadi beban utama pada harga minyak dalam beberapa sesi terakhir, dan akan menghambat aktivitas ekonomi dalam beberapa bulan mendatang. Kondisi ini akan menghambat permintaan minyak. (ADF)