MARKET NEWS

Harga Minyak Turun Pasca Data Deflasi China, akankah Reli Berlanjut?

Maulina Ulfa - Riset 09/08/2023 14:17 WIB

Harga minyak melemah dalam perdagangan Asia Rabu (9/8/2023), tersengat sentimen karena kekhawatiran atas data terbaru inflasi China pada hari ini.

Harga Minyak Turun Pasca Data Deflasi China, akankah Reli Berlanjut? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Harga minyak melemah dalam perdagangan Asia Rabu (9/8/2023), tersengat sentimen karena kekhawatiran atas data terbaru inflasi China pada hari ini.

Pasar terbebani sentimen kekhawatiran melambatnya permintaan dari importir minyak mentah terbesar dunia tersebut.

Data terbaru China yang mengalami deflasi mengalahkan kekhawatiran pasar terkait ketatnya pasokan dari rencana pengurangan produksi oleh Arab Saudi dan Rusia.

Minyak mentah berjangka Brent turun 0,23 persen di level USD85,97 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS berada di level USD82,68 per barel, atau turun 0,24 persen pada pukul 13.10 WIB berdasarkan data Oilprice.com. (Lihat tabel di bawah ini.)

Sebelumnya, kedua tolak ukur pasar minyak mencatat kenaikan mingguan keenam berturut-turut sepanjang minggu lalu. Ini menjadi kemenangan beruntun terpanjang bagi pasar minyak sejak Desember 2021 hingga Januari 2022. Reli harga minyak juga dibantu oleh pengurangan pasokan OPEC+ dan harapan stimulus yang mendorong pemulihan permintaan minyak di China.

Data inflasi China pada hari ini menunjukkan indeks harga konsumen turun pada Juli dalam penurunan secara tahunan pertama sejak Februari 2021. Data ini mendorong ekonomi China ke dalam deflasi karena pemulihan pasca pandemi yang cukup ketat.

Data inflasi mengikuti data perdagangan China yang mengecewakan pada Selasa (8/8)  yang menunjukkan impor minyak mentah China per Juli turun 18,8 persen dari bulan sebelumnya.

Penurunan ini juga menjadi tingkat harian terendah sejak Januari, karena eksportir utama minyak mengurangi pengiriman ke luar negeri dan stok domestik terus meningkat.

Amrita Sen dari Energy Aspects sempat memperkirakan bahwa harga Brent dapat mencapai USD100 sebelum akhir tahun karena pemotongan produksi dan juga persediaan yang menyusut.

Namun, kini pasar minyak tengah menanti pembacaan pertumbuhan PDB AS dan China yang dapat menghentikan reli harga minyak ini.

Dari sisi permintaan dan persediaan, stok minyak mentah AS naik 4,1 juta barel pekan lalu, berdasarkan perkiraan American Petroleum Institute dan merupakan peningkatan yang lebih besar dari yang diperkirakan oleh analis yang disurvei oleh Reuters.

Sebelumnya, data Goldman Sachs menunjukkan permintaan minyak telah mencapai rekor pada bulan Juli, mencapai 102,8 juta barel setiap hari. Analisis Goldman Sachs juga menyebutkan pasar minyak akan mengalami defisit pasokan 1,8 juta barel per hari pada kuartal kedua tahun ini.

Sementara survei Bloomberg menemukan Arab Saudi dapat memutuskan untuk melonggarkan pemotongan sebesar 250.000 hingga 500.000 barel setiap hari mulai bulan depan.

Awal pekan ini, media melaporkan bahwa produksi minyak dari anggota OPEC telah turun ke level terendah sejak 2020 berkat pengurangan produksi sukarela dari Arab Saudi dan penurunan paksa di Nigeria, Angola, dan Libya.

Sementara itu, laporan bulanan dari Energy Information Administration(EIA) pada Selasa (8/8) memproyeksikan produksi minyak mentah AS naik 850.000 barel per hari (bpd) ke rekor 12,76 juta bpd pada 2023. Angka ini menyalip produksi tertinggi 12,3 juta bpd pada 2019. (ADF)

SHARE