MARKET NEWS

Harga Nikel Melesat Jadi USD19.246 per Ton, Dekati Rekor Tertinggi

Maulina Ulfa - Riset 04/05/2024 12:22 WIB

Nikel berjangka (futures) melonjak 3,21 persen di kisaran USD19.246 per ton pada Jumat (3/5/2024), kembali mendekati nilai tertinggi dalam 9 bulan terakhir.

Harga Nikel Melesat Jadi USD19.246 per Ton, Dekati Rekor Tertinggi. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Nikel berjangka (futures) naik 3,21 persen di kisaran USD19.246 per ton pada Jumat (3/5/2024), kembali mendekati nilai tertinggi dalam 9 bulan terakhir.

Harga nikel sempat anjlok di bawah USD19.000, menjauh dari nilai tertinggi mencerminkan pelemahan logam non-ferrous lainnya, karena meredanya ketegangan geopolitik di Timur Tengah mengurangi daya tariknya sebagai lindung nilai inflasi. 

Selain itu, perkiraan permintaan masih lemah, dengan persediaan nikel di gudang LME melebihi 70.000 ton. Namun, pembicaraan mengenai potensi pembelian oleh pemerintah China dan prospek pasokan yang lebih rendah memberikan sedikit dorongan harga.

Beberapa sumber melaporkan rencana Administrasi Pangan dan Cadangan Strategis Nasional China untuk membeli pig iron nikel, bahan baku utama baja tahan karat. 

Sementara itu, Indonesia, sebagai produsen utama dunia, terus meninjau permohonan kuota penambangan. Sebelumnya, Amerika Serikat (AS) dan Inggris melarang pengiriman nikel Rusia yang baru diproduksi ke LME dan CME.

Melansir Wood Mackenzie, harga nikel menguat pada bulan Maret karena antisipasi pengetatan pasokan jika Indonesia tidak mendapatkan izin yang mereka perlukan untuk memasok smelter mereka. 

“Ketika produk baja tahan karat China mulai meningkat dan pertemuan Dua Sesi meningkatkan segmen kendaraan listrik, terjadi pemogokan yang menghentikan produksi di dua pabrik baja tahan karat besar di Eropa,”

Macquarie Group memperkirakan harga nikel di LME akan berada di kisaran USD18.000-USD20.000 per ton pada 2024, dengan catatan perkiraan harga telah bergeser ke bawah karena risiko yang terus-menerus muncul di pasar.

Hal ini termasuk prospek ekonomi yang lemah, kelebihan kapasitas nikel yang besar dan potensi penurunan biaya tunai.

Namun, pengumuman penutupan tambang dapat memberikan dukungan terhadap harga.

Lembaga penelitian ini mencatat bahwa harga nikel akan kesulitan untuk naik secara berkelanjutan di atas USD20.000-21.000 per ton selama lima tahun ke depan jika penambahan pasokan Indonesia mencapai tingkat yang direncanakan.

Macquarie mengatakan surplus pasokan nikel global telah berkurang dari 200.000 ton menjadi 158.000 ton sebagai akibat dari rendahnya produksi nikel pig iron di Indonesia.

Hal ini disebabkan oleh penurunan produksi yang disebabkan oleh beberapa produsen dan berkurangnya ketersediaan bijih nikel.

Adapun potensi kapasitas Indonesia pada 2027 diprediksi bisa mencapai lebih dari 5 juta ton/tahun dibandingkan dengan produksi 2022 sebesar 1,45 juta ton dan output dunia sebesar 3,1 juta ton.

Hal ini berarti surplus masih berada dalam perkiraan dasar para analis untuk keseluruhan pasar nikel hingga 2027.

Ewa Manthey, ahli strategi komoditas di penyedia jasa keuangan ING, menyatakan bahwa produsen nikel barat berada dalam posisi yang menantang pembatasan produksi, bahkan ketika mereka melakukan pengurangan produksi.

“Pembatasan pasokan baru-baru ini juga membatasi alternatif pasokan dibandingkan dominasi Indonesia, di mana sebagian besar produksinya didukung oleh investasi China. Hal ini terjadi pada saat AS dan Uni Eropa berupaya mengurangi ketergantungan mereka pada negara ketiga untuk mengakses bahan mentah penting, termasuk nikel,” katanya.

Produsen di negara-negara barat berharap material mereka pada akhirnya akan mendapatkan nilai premium nikel hijau yang menjadi fokus mereka pada ESG. Namun, gagasan ini belum mendapatkan banyak daya tarik. 

(SLF)

SHARE