MARKET NEWS

Heboh Krisis Silicon Valley Bank, Jeroan Startup RI Masih Aman?

Melati Kristina - Riset 13/03/2023 18:49 WIB

Startup RI sedang mengalami hambatan keuangan termasuk kesulitan pendanaan di tengah rontoknya bank pendanaan startup AS, Silicon Valley Bank (SVB).

Heboh Krisis Silicon Valley Bank, Jeroan Startup RI Masih Aman? (Foto: Bizjournals.com)

IDXChannel – Perusahaan tekno Tanah Air terutama startup sedang berada dalam situasi yang sulit di tengah hambatan keuangan, badai PHK, hingga rontoknya bank pendanaan startup asal Amerika Serikat (AS), Silicon Valley Bank (SVB).

Tercatat, perusahaan-perusahaan startup di Indonesia masih memiliki hambatan keuangan. Terlebih,  hingga saat ini sejumlah startup masih belum memiliki ketahanan kas atau runway yang cukup kuat.

Asal tahu saja, runway merupakan kondisi fondasi keuangan menunjukkan berapa tahun kas dan short term investment perusahaan bisa menutup kerugian dalam kuartal terakhir setiap tahunnya.

Menurut laporan Stockbit Academy, runway yang cukup dan injeksi modal menjadi dua hal penting untuk bisa bertahan hingga berhasil profit.

Cash dan short term investment yang dimiliki 4 dari 5 perusahaan startup utama di Asia Tenggara hanya bisa menutupi operasional selama 1 hingga 5 tahun ke depan, dengan asumsi kerugian pada kuartal tiga tahun lalu.

Sebagai contoh, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) hanya memiliki ketahanan kas dalam kondisi merugi hingga 1,2 tahun saja. Sementara, PT Global Digital Niaga Tbk (BELI) atau Blibli.com memiliki ketahanan kas hingga 1,8 tahun.

Perusahaan startup e-commerce lainnya, SEA Ltd yang merupakan induk Shopee memiliki ketahanan kas hingga 3,2 tahun.

Kendati demikian, BUKA memiliki estimasi runway tertinggi mencapai 18,9 tahun. Artinya, BUKA masih mampu mempertahankan bisnisnya hingga 18 tahun dalam keadaan merugi pada kuartal 3 2022.

Sedangkan, margin laba operasional atau Operating Profit Margin (OPM) para startup juga menunjukkan performa kurang memuaskan sepanjang tahun 2022.

SEA Ltd mencatatkan OPM negatif 15,7%, sementara OPM GOTO anjlok paling dalam sebesar minus 152,6 persen.

Sebagai informasi, OPM adalah proporsi keuntungan atau kerugian operasional dibandingkan pendapatan perusahaan.

Di samping itu, industri tekno global termasuk startup saat ini sedang mengalami gejolak yang ditimbulkan dari kebangkrutan SVB.

Pada Jumat (10/3) lalu, regulator perbankan California menutup SVB seiring dengan kolapsnya bank pendanaan startup ini akibat kenaikan suku bunga di AS.

Suku bunga yang lebih tinggi menutup penggalangan dana publik melalui penawaran umum perdana (IPO) bagi banyak perusahaan startup. Di sisi lain, penggalangan dana dari swasta menjadi lebih mahal hingga beberapa klien SVB mulai menarik uang.

Terhambatnya pendanaan kepada perusahaan-perusahaan startup merupakan dampak dari kenaikan biaya pinjaman yang terus-menerus akibat sikap hawkish The Federal Reserve (The Fed) selama setahun terakhir serta kenaikan inflasi.

Informasi saja, SVB merupakan mitra perbankan untuk hampir setengah dari perusahaan teknologi dan perawatan kesehatan Sillicon Valley dan terdaftar di pasar saham pada tahun lalu.

Adapun, Ekonom sekaligus Direktur CELIOS, Bhima Yudhistira menilai, krisis yang ditimbulkan SVB saat ini dikhawatirkan bakal membuat kering suntikan modal baru ke startup yang memperpanjang tech winter.

“Efek lainnya adalah efisiensi besar-besaran di startup yang secara langsung dan tidak langsung terkait pendanaan dari SVB Bank dan modal ventura afiliasinya,” kata Bhima kepada IDX Channel, Senin (13/3).

Selain meningkatkan kekhawatiran investor akan risiko di sektor tekno, krisis SVB menjadi pukulan bagi industri ini, terutama perusahaan startup di Indonesia karena masih mengandalkan pendanaan investor dalam menggalang dana.

Menanggung Rugi Bersih

Selain memiliki ketahanan kas yang rentan sebagaimana disebutkan di atas, perusahaan startup juga masih menanggung rugi bersih hingga 9 bulan 2022.

Melansir laporan keuangan emiten, GOTO menanggung laba bersih yang paling jumbo di antara emiten startup lainnya, yakni mencapai Rp20,32 triliun. Selain itu, rugi bersih tersebut membengkak hinga 75,49 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Selain GOTO, BELI juga masih menanggung rugi bersih. Menurut laporan keuangannya pada semester I-2022, rugi bersih yang dibukukan BELI mencapai Rp2,48 triliun atau melonjak hingga 122,19 persen dari semester I-2021.

Kendati perusahaan startup di atas masih menanggung rugi bersih, BUKA berhasil membalikkan rugi bersih menjadi laba bersih pada 9 bulan 2022.

Tercatat, di periode ini BUKA membukukan laba bersih sebesar Rp3,62 triliun dari rugi bersih di periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp1,13 triliun. (Lihat tabel di bawah ini.)

Badai PHK hingga Gulung Tikar

Selain hambatan keuangan di atas, startup Tanah Air juga tengah menghadapi badai PHK hingga harus mengalami kebangkrutan.

Teranyar, pada Jumat (10/3), GOTO mengumumkan PHK atau pemutusan hubungan kerja terhadap 600 orang dari total karyawan di semua negara.

Strategi efisiensi yang dilakukan GOTO tersebut untuk mengoptimalkan unit bisnis, baik dari sumberdaya manusia, teknologi dan lainnya.

Melirik dari sejarah perusahaan, sebelumnya GOTO juga melakukan PHK terhadap 1.300 orang atau sekitar 12% dari total karyawannya pada 18 November 2022.

Selain GOTO, sepanjang 2023 terdapat beberapa perusahaan startup yang melakukan PHK, yaitu Ajaib, Zenius, Bibit.id, hingga Shopee.

Badai PHK yang melanda perusahaan startup tersebut telah terjadi sejak 2022. Setidaknya, terdapat sejumlah startup yang terpaksa melakukan PHK sejak 2022, seoerti TaniHub, Link Aja, Sayurbox, Sirclo, hingga Ruangguru.

Selain menghadapi badai PHK, sejumlah startup juga harus menelan kenyataan pahit karena mengalami gulung tikar.

Teranyar, JD.ID mengumumkan kepada pelanggan soal penutupan layanannya per 31 Maret mendatang karena mengalami kebangkrutan di Indonesia.

"Ini adalah keputusan strategis dari JD.COM untuk berkembang di pasar internasional dengan fokus pada pembangunan jaringan rantai pasok lintas-negara, dengan logistik dan pergudangan sebagai intinya," kata Head of Corporate Communications & Public Affairs JD.ID, Setya Yudha Indraswara dalam keterangannya.

Sebelumnya, ketika memutuskan PHK, JD.ID mengatakan langkah tersebut perlu diambil untuk menjawab tantangan perubahan bisnis. Nyatanya, langkah efisiensi tersebut tak mampu melanjutkan nafas JD.ID untuk berkiprah di Indonesia.

Tak hanya JD.ID, sejumlah startup terlebih dahulu mengalami kebangkrutan pada 2022 lalu. Startup tersebut di antaranya adalah Fabelio, iFlix, hingga Airy Rooms. Selain itu, startup lainnya, yakni TaniHub, Happy Fresh, hingga Line juga menutup layanannya pada 2022.

Kinerja Saham Masih Hijau

Meskipun tengah menghadapi sejumlah kendala, emiten-emiten tekno termasuk startup masih mencatatkan kinerja saham yang menghijau secara year to date (YTD).

Melansir data Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin (13/3), saham GOTO melambung hingga 38,46 persen sepanjang 2023. (Lihat grafik di bawah ini.)

Sementara, saham PT WIR Asia Tbk (WIRG) juga terkerek hingga 34,15 persen secara YTD, disusul oleh BELI yang sahamnya masih menguat sebesar 1,33 persen semenjak melantai di bursa pada November tahun lalu.

Kendati demikian, saham emiten startup, BUKA justru mencatatkan kinerja saham yang terkontraksi hingga 1,53 persen secara YTD.

Sedangkan, induknya, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) juga mencatatkan kinerja saham yang merosot hingga 15,05 persen sepanjang 2023.

Periset: Melati Kristina

(ADF)

SHARE