MARKET NEWS

IHSG Diramal Bisa Sentuh 7.135 di Akhir 2023, Ini Alasannya

Aldo Fernando - Riset 23/06/2023 14:30 WIB

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan berpotensi kembali menembus level 7.000 di akhir 2023, seiring sejumlah sentimen positif yang menyertai.

IHSG Diramal Bisa Sentuh 7.135 di Akhir 2023, Ini Alasannya. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan berpotensi kembali menembus level 7.000 di akhir 2023, seiring sejumlah sentimen positif yang menyertai.

Pengamat pasar saham Michael Yeoh mengungkapkan, saat ini terdapat sejumlah keunggulan IHSG dibandingkan negara lainnya.

Yeoh kemudian menyebut soal pertumbuhan domestik bruto (PDB) RI yang kuat, belanja konsumen yang tinggi, hingga tingkat inflasi yang rendah.

“Dipangkasnya suku bunga di China, memberikan angin segar bagi perekonomian Indonesia. Diketahui ekspor Indonesia ke China memiliki pengaruh sebesar 25,62%,” kata Yeoh saat dihubungi IDXChannel, Jumat (23/6/2023).

Di samping itu, Yeoh melanjutkan, melihat adanya potensi upgrade dari indeks MSCI untuk negara korea, di mana korea diwacanakan untuk naik ke developed markets (DM) dari emerging markets (EM), apabila pembobotan Korea yg ada di DM stabil, maka negara EM akan mendapat limpahan likuiditas dari MSCI.

“Saat ini, IHSG sedang berada dalam periode sideways yang panjang. di range 6560-6950,” imbuh Yeoh.

Sementara, menurut hemat Yeoh, IHSG akan bergerak menembus level sideways di atas dan kemudian menuju ke target 7.135 pada tahun ini.

Sektor Pilihan

Kemudian, jelas Yeoh, seiring kekhawatiran soal inflasi yang mulai perlahan mereda dan potensi suku pemangkasan suku bunga ke depan, maka hal tersebut akan mendongkrak kegiatan ekonomi di pasar.

Yeoh pun mendaftar sektor yang akan ‘kecipratan’ katalis positif, yakni properti, otomotif, perbankan, dan teknologi.

Potensi pemangkasan suku bunga dan stabilnya kredit perbankan RI, kata Michael, bisa mendorong kenaikan jual sektor properti ke depan.

Kemudian, tingginya tingkat konsumsi masyarakat (usai kenaikan komoditas tahun lalu), sejalan dengan penjualan otomotif di kuartal I dan kuartal II 2023.

“Dan saya melihat potensi kenaikan ini berlanjut di Q3 dan Q4. Dengan tertekannya mata uang dollar, ini tentunya akan menekan cost dari pabrik otomotif,” tambahnya.

Belum lagi, soal potensi penjulan dari keluaran produk baru berteknologi kendaraan listrik (electric vehicle/EV).

Sektor perbankan juga solid dengan likuiditas yang melimpah, peningkatan pertumbuhan kredit, biaya dana (cost of fund) rendah, hingga dana murah (CASA) yang tinggi. Potensi pemangkasan suku bunga, kata dia, seiring kredit yang tumbuh poisif, bisa mengerek net interest margin (NIM).

Terakhir sektor tech, yang bisa menjadi salah satu kuda hitam di paruh kedua 2023.

Yeoh bilang, kalau kita berkaca pada luar negeri, terutama AS, di mana Nasdaq dan perusahaan teknologi lainnya sudah terlebih dahulu rebound.

Tech merupakan sektor yang paling terdampak dari kenaikan suku bunga. Karena dana-dana dari para investor tech company didapat dari zero interest rate [suku bunga 0 persen], maka cost of fund dari tech company meningkat selama 2 tahun kebelakang,” jelasnya.

Kemudian, lanjut Yeoh, dengan potensi penurunan suku bunga, maka sektor ini bisa dilirik kembali. Namun, Yeoh memberi catatan, pemilihan sektor ini perlu tetap digarisbawahi.

Ini karena, “eranya berbeda dengan era 2020. Tidak semua saham bisa menjadi pilihan, mengingat sektor TECH yang most likely [kemungkinan besar] masih merugi.”

Jadi, pungkas Yeoh, utamakan pemilihan saham yg memiliki laba, atau ekosistem, serta pendanaan yg kuat. (ADF)

 

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

SHARE