MARKET NEWS

Investor Ini Prediksi ‘Bom Waktu’ Jadi Malapetaka buat Pasar, Apa Maksudnya?

Melati Kristina - Riset 06/02/2023 07:30 WIB

Universa Investments memberitahukan bahwa adanya pembengkakan utang di seluruh aspek ekonomi global.

Investor Ini Prediksi ‘Bom Waktu’ Jadi Malapetaka buat Pasar, Apa Maksudnya? (Foto: Forbes)

IDXChannel – Universa Investments memberitahukan bahwa adanya pembengkakan utang di seluruh aspek ekonomi global bakal mendatangkan bom waktu yang bisa menjadi malapetaka bagi kondisi pasar.

Informasi saja, Universa Investments merupakan manajer investasi yang direkomendasikan oleh penulis “The Black Swan”, yakni Nassim Taleb.

Melansir berita Bloomberg, Universa Investment dengan mengutip Mark Spitznagel mengungkapkan adanya bom waktu yang bisa membawa malapetaka bagi pasar yang lebih besar dibanding The Great Depression pada 1920an lalu.

Kendati demikian, Menteri Keuangan Janet Yellen masih puas dengan pekerjaan Amerika Serikat (AS) serta data inflasi negara tersebut.

Di sisi lain, Bloomberg Economics memprediksi kemungkinan resesi tahun ini sebesar 100 persen. Sedangkan analis lainnya memprediksi bakal terjadi penurunan ringan karena pasar tenaga kerja yang kuat dan meredanya inflasi.

Adapun, Universa Investments telah mendesain jenis investasi yang disebut ‘tail risk fund’ yang dapat melindungi investor saat mengalami keadaan pasar yang sulit.

“Jenis dana ini memiliki insentif untuk mengantisipasi kondisi ekonomi ekstrim yang berkembang pesat selama kemerosotan pasar,” tulis Bloomberg.

Menurut Spitznagel, strategi Universa dapat memberikan rata-rata return sebesar 402 persen atas modal yang diinvestasikan bila S&P 500 mengalami penurunan indeks 10 persen dalam sebulan.

Sedangkan, bila indeks jatuh hngga 30 persen, Universa masih bisa memberikan return sebesar 10,25 persen.

Sementara, Spitznagel di tahun lalu memprediksi, jika gelembung kredit muncul dapat menyebabkan kegagalan pasar yang tak dapat diprediksi oleh siapapun. 

Di sisi lain, Senior Scientific Advisor Universa Investments, Nassim Taleb berpendapat, pasar saham dinilai terlalu tinggi mengingat suku bunga saat ini dan upaya untuk mengembalikan angka suku bunga seperti sediakala bakal sulit dilakukan.

Bloomberg melaporkan, menurut LCH Investments, pada tahun lalu, manajer investasi telah kehilangan lebih dari USD200 miliar. Hal ini memicu perdebatan sejumlah analis terkait antisipasi dalam menghadapi kemerosotan pasar.

Adapun, pada Oktober 2013 lalu, Spitznagel pernah mengatakan bahwa pasar sedang bersiap untuk menghadapi major crash atau kejatuhan besar yang bisa menyebabkan anjloknya pasar hingga 40 persen.

Terlepas dari kondisi volatilitas pasar, indeks S&P 500 umumnya naik lebih tinggi dibanding Maret 2020 ketika perekonomian global melemah akibat pandemi.

Kendati demikian, Spitznagel memprediksi adanya resesi seperti The Great Depression pada tahun ini meski banyak analis maupun ekonom percaya bahwa penurunan tersebut tidak merusak ekonomi AS secara signifikan.

Kepala Ekonom Moody’s Analytics Mark Zandi mengungkapkan, di bulan ini AS akan menghindari resesi sekuat tenaga kendati masih menghadapi angka pengangguran yang lebih tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang tersendat.

“Sebut saja ini slowcession (kondisi dimana pertumbuhan ekonomi hampir terhenti, tetapi tidak sampai terjadi kontraksi),” kata Mark Zandi.

Periset: Melati Kristina

(ADF)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

SHARE