IPO sebagai ‘Exit Strategy’ Startup Gede, Masih Menarik?
Berbagai start up digital Tanah Air mulai ramai manggung di bursa. Peluang ini bisa dimanfaatkan perusahaan untuk menambah modal hingga melunasi utangnya.
IDXChannel – Ramainya start up yang melantai di bursa dapat menjadi peluang bagi perusahaan tersebut untuk menambah modal hingga melunasi utang perusahaan.
Berbagai perusahaan start up atau rintisan digital belakangan ini mulai terjun ke bursa. Sebut saja PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) yang telah melantai di bursa.
Teranyar, ada Blibli atawa PT Global Digital Niaga Tbk yang hendak melakukan initial public offering (IPO) pada awal November mendatang.
Masuknya perusahaan start up ke Bursa Efek Indonesia (BEI) tentunya dapat menjadi angin segar bagi perusahaan untuk menambah suntikan dana dari aksi IPO.
Blibli misalnya, yang mengincar dana jumbo sebesar Rp8,17 triliun melalui IPO. Rencananya, menggunakan sebagian besar dana tersebut untuk melunasi utang perusahaan.
Sebagaimana disebutkan dalam prospektus Blibli, perolehan dana dari Penawaran Umum Saham Perdana diprioritaskan bagi keperluan pembayaran saldo utang fasilitas perbankan yang mencapai Rp5,5 triliun.
Rinciannya, jumlah utang yang akan dilunasi dengan dana hasil IPO sebesar Rp2,75 triliun kepada PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang merupakan pihak terafiliasi Blibli lantaran sesama Grup Djarum dan juga senilai Rp2,75 triliun kepada PT Bank BTPN Tbk (BTPN).
Fasilitas kredit dari BBCA akan jatuh tempo pada 29 Oktober 2023, sedangkan perjanjian kredit dengan BTPN pada 29 September 2023.
Sebagai informasi, pinjaman dari BCA digunakan untuk pembiayaan atas aktivitas operasional dan investasi Blibli. Sementara, kredit dari BBCA dimanfaatkan untuk “Kebutuhan korporasi Perseroan secara umum.”
Di samping itu, berdasarkan prospektus perusahaan, , utang bank jangka pendek yang dicatatkan oleh Blibli di periode ini mencapai Rp5,07 triliun. Adapun jumlah utang tersebut meningkat dari periode yang sama tahun lalu sebesar 0,21 persen.
Sebagai perusahaan rintisan, banyak start up digital yang masih menanggung utang yang tinggi untuk menunjang kelangsungan usahanya.
Seperti GOTO yang turut menanggung utang dan liabilitas jumbo pada semester I-2022. Melansir laporan keuangan perusahaan, di periode ini GOTO menanggung utang usaha sebesar Rp979,45 miliar yang naik 12,92 persen secara tahunan.
Sementara liabilitas yang dibukukan juga tergolong jumbo, yakni mencapai Rp15,79 triliun pada semester I-2022.
Selain GOTO, BUKA juga mencatatkan liabilitas yang mencapai Rp1,60 triliun di semester I tahun ini. Sedangkan utang usaha dari emiten e-commerce tersebut di periode ini mencapai Rp93,34 juta.
Aksi IPO tentunya dapat dimanfaatkan perusahaan start up untuk menutup utang perusahaan seperti yang dilakukan Blibli. Strategi tersebut dapat disebut sebagai exit strategy, yakni rencana strategis untuk menjual kepemilikan bisnis ke investor guna membantu melakukan likuidasi bisnis.
Apalagi, strategi ini dapat menguntungkan perusahaan yang mengalami kegagalan atau risiko kerugian total karena dapat digunakan sebagai jalan keluar dari krisis pendanaan.
Terlebih, sebagian besar start up masih menanggung rugi pada masa awal pendirian perusahaan bahkan hingga saat ini.
Seperti GOTO yang masih menanggung rugi bersih sebesar Rp13,65 triliun di semester I-2022 hingga Blibli yang rugi bersihnya mencapai Rp2,48 triliun di periode ini.
IPO Jadi Ajang Tambah Modal
Di samping itu, perusahaan start up digital juga dapat menggunakan dana raihan IPO untuk menambah modal kerja yang digunakan guna meningkatkan kinerja perusahaan.
Sebagai contoh, GOTO yang menggunakan raihan dana IPO sebagai modal kerja seperti akuisisi pelanggan, penjualan, dan pemasaran. Selain itu melalui dana tersebut, GOTO dapat mengembangkan produk hingga melakukan pembaruan teknologi dan inovasi produk.
Sama seperti GOTO, BUKA dan Blibli juga meggunakan raihan dana IPO untuk modal kerja entitas perusahaan.
BUKA misalnya, yang mengalokasikan 33 persen untuk modal kerja perusahaan sedangkan 34 persen lainnya untuk modal kerja entitas anak yaitu PT Buka Mitra Indonesia (15 persen), PT Buka Usaha Indonesia (15 persen), PT Buka Investasi Bersama (1 persen).
Sementara Blibli, selain menggunakan raihan dana IPO untuk membayar utang perusahaan, perusahaan e-commerce ini juga menggunakan dana tersebut sebagai modal kerja untuk mendukung kegiatan usaha utama dan pengembangan usaha perseroan.
Namun tidak terbatas pada kegiatan penjualan dan pemasaran, pengembangan produk, pembiayaan kegiatan operasional, termasuk biaya pemeliharaan atau beban operasional lainnya, dan penambahan fasilitas pendukung usaha perseroan, termasuk pembaruan teknologi.
Sebagaimana disebutkan Dailysocial, melalui dana hasil IPO, sebuah start up dapat berkespansi ke level yang lebih tinggi.
“Meski berpotensi mengantongi dana yang sangat besar, IPO juga punya tantangan lain sebab perjalanan dalam melantai di bursa tidaklah mudah,” tulis Dailysocial.
Menurut risetnya yang bertajuk “Start Up Report 2021-2022 Q1” yang dirilis pada 2 Juni 2022, sejumlah start up Tanah Air memilih untuk melakukan IPO untuk mencari pendanaan baru melalui IPO, termasuk GOTO, BUKA, dan dua emiten teknologi lainnya.
“Dalam bisnis start up, IPO dapat menjadi salah satu exit strategy bagi para investor yang telah mendukung berdirinya sebuah perusahaan sejak awal,” tulis riset tersebut.
Dengan demikian, aksi IPO bisa menjadi pilihan perusahaan start up dalam memperoleh modal tambahan hingga sebagai solusi untuk meringankan utang perusahaan.
Periset: Melati Kristina
(ADF)