MARKET NEWS

Isu ‘Soft Landing’ The Fed Bikin Semringah Pasar, Apa Itu?

Maulina Ulfa - Riset 30/01/2023 15:05 WIB

Kondisi ekonomi yang masih kuat dan perlambatan inflasi memperbesar kemungkinan The Fed mengeluarkan kebijakan soft landing.

Isu ‘Soft Landing’ The Fed Bikin Semringah Pasar, Apa Itu? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Baru-baru ini, wacana soft landing atau pendaratan lunak dalam ekonomi Amerika Serikat (AS) kembali menguat setelah mixed-feeling kondisi ekonomi negeri Paman Sam dan kebijakan lanjutan bank sentral The Fed.

Dalam hal ini, investor mengharapkan terjadinya soft landing di tengah kondisi perekonomian saat ini.

Adapun The Fed baru melakukan pertemuan pada minggu ini dan para analis memperkitakan kenaikan 25 basis poin setelah kenaikan 50 basis poin di bulan Desember. Jika benar terjadi, maka memperlambat laju kenaikan suku bunga dan membawa The Fed lebih longgar.

Merespon isu soft landing The Fed, mengutip Reuters, pasar saham global dan indeks dolar menguat pada Kamis (19/01) setelah serangkaian data menunjukkan ekonomi AS yang kuat yang melambat dengan inflasi yang melambat. Kondisi ini memberikan optimisme pasar bahwa The Federal Reserve akan merekayasa soft landing.

Di hari itu, mengutip Reuters, Dow Jones Industrial Average (DJI) naik 0,61%, S&P 500 (SPX) naik 1,10% dan Nasdaq Composite (IXIC) bertambah 1,76%. Di Eropa, indeks STOXX 600 (STOXX) ditutup naik 0,42%.

Namun, apa sebenarnya soft landing dan bagaimana ia bekerja dalam kondisi ekonomi yang saat ini dialami negeri Paman Sam?

Memahami Soft Landing

Mengutip Investopedia, pendaratan lunak, dalam ekonomi, adalah perlambatan siklus pertumbuhan ekonomi yang menghindari resesi.

Pendaratan lunak adalah tujuan bank sentral ketika berusaha menaikkan suku bunga yang dianggap cukup untuk menghentikan ekonomi dari kepanasan dan mengalami inflasi tinggi, tanpa menyebabkan penurunan ekonomi yang parah.

Pendaratan lunak juga dapat merujuk pada pelambatan bertahap, relatif tanpa ‘rasa sakit’ di industri atau sektor ekonomi tertentu.

Jika inflasi terlalu tinggi, bank sentral akan menaikkan suku bunga dengan tujuan memperlambat pengeluaran.

Jika bank sentral menaikkan suku bunga terlalu tinggi atau terlalu cepat, itu akan menjadi pendaratan yang sulit. Jika bank sentral menaikkan bunga secara perlahan atau dalam jumlah kecil, itulah yang disebut soft landing.

Ada garis tipis antara keduanya dan bagaimana kenaikan suku bunga akan berdampak pada perekonomian. Bank sentral biasanya tidak menginginkan hard landing karena bisa menimbulkan dampak negatif yang serius.

Istilah soft landing muncul sebagai jargon Wall Street selama masa jabatan Alan Greenspan sebagai ketua The Fed.

Dia dianggap bertanggung jawab atas rekayasa soft landing pada periode 1994-1995. Istilah soft landing juga lekat dengan The Fed melalui rekayasa kebijakan untuk memulihkan ekonomi pada krisis 1984 dan 2018.

Mungkinkah Soft landing?

Mengutip Bloomberg, Ed Yardeni, ahli strategi saham dan pendiri firma riset memproyeksi peluang pendaratan lunak sebesar 60% seiring data ekonomi yang kuat, konsumen yang tangguh, dan tanda-tanda penurunan tekanan harga.

Konsumsi di AS memang terbukti tangguh di tengah tekanan biaya pinjaman yang lebih tinggi dan kenaikan harga kebutuhan.

Penurunan harga energi dari puncaknya musim panas lalu dan terus membaiknya data inflasi membuat beberapa ekonom percaya bahwa The Fed dapat melakukan pendaratan lunak di mana inflasi surut dan ekonomi tidak mengalami resesi.

David Kelly, chief global strategist di JPMorgan Asset Management, bertaruh bahwa inflasi akan terus menurun pada tahun 2023, membantu ekonomi AS lolos dari resesi.

Namun, jika merujuk sejarah, ada poin krusial terjadinya kemungkinan soft landing. Resesi, atau pendaratan keras terjadi ketika inflasi memuncak di atas 5%.

Periode tersebut terjadi di antara tahun 1948, 1951, 1970, 1974, 1980, 1990, dan 2008. Namun, saat ini, inflasi masih berada di bawa 5% sepanjang tahun 2022.

Oleh karenanya, analis pasar Lance Roberts menyebutkan bahwa kemungkinan soft landing masih jauh dari mungkin.

“Kami ragu soft landing akan datang,”ujarnya mengutip Investing.com, Senin (30/1).

Tingkat pertumbuhan yang lebih lambat, dikombinasikan dengan kebijakan moneter yang lebih ketat menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan. Hal ini juga karena risiko disinflasi menjadi tantangan kebijakan moneter berikutnya.

Pernyataan Jerome Powell baru-baru ini dari pidato Brookings Institution penuh dengan peringatan tentang adanya lag effect dari perubahan kebijakan moneter. (ADF)

SHARE