Jajaran Pialang Legendaris Indonesia dan Kisahnya di Balik Layar Pasar Modal
Pada usia BEI yang ke-31 tahun ini, beragam kemajuan di pasar modal tertoreh dengan apik. Di balik itu semua, ada beragam kisah para pialang sukses.
IDXChannel – Pasar modal telah hadir cukup lama di Indonesia. Bila menelisik sejarah, bursa saham sudah terbentuk sejak 1912 yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Kemudian vakum akibat perang dan setelah kemerdekaan kembali aktif pada 10 Agustus 1977 dengan melantainya emiten pertama yaitu PT Semen Cibinong Tbk (SMCB).
Kemudian, terjadi penggabungan Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya yang melahirkan Bursa Efek Indonesia (BEI). Pada usia BEI yang ke-31 tahun ini, beragam kemajuan di pasar modal tertoreh dengan apik.
Di balik itu semua, ada beragam kisah para pialang sukses yang berhasil menjadi tokoh kenamaan di pasar modal.
Pada Capital Market Month 2023 atau #CMM2023, IDX Channel merangkum sejumlah pialang yang sukses melalui badai krisis di balik layar pasar modal
Jos Parengkuan si The Dragon of IDX
Para pegiat pasar modal tentu tidak asing dengan nama Jos Parengkuan. Begitu terkenalnya di kalangan pelaku pasar, pria yang mulai tertarik pada bursa saham sejak 19 Oktober 1987 bahkan dijuluki sebagai The Dragon of IDX.
Julukan tersebut tentu bukan main-main, sebab dia telah malang melintang selama lebih dari 30 tahun di pasar modal. Dia bahkan mendirikan Syailendra Capital sejak 2016 dan saat ini menjabat sebagai Presiden Komisaris perusahaan asset management tersebut.
Lantas, bagaimana awal mula Jos Parengkuan terjun di pasar modal dan menghadapi krisis paling hebat di Indonesia, yaitu krisis 1988? Berikut kisahnya:
Dilansir dari Youtube Syailendra Capital, Jos Parengkuan mulai mengenal dan tertarik pada pasar modal pada 19 Oktober 1987. Saat itu terjadi fenomena di pasar modal yang disebut Black Monday, di mana pada hari Senin itu terjadi kejatuhan saham di seluruh pasar modal dunia.
Kala itu, dia baru menyelesaikan tahun kedua kuliah di Inggris. Saat datang ke kampus, dia merasa aneh karena banyak orang mengobrol dengan serius. Ketika ditanya, orang-orang tersebut menyebut bahwa bursa saham tengah crash.
“Tahu enggak, harga saham pagi ini tiba-tiba drop 30%an lah, saya bilang kok bisa? Hari Jumat kemarin masih fine-fine saja semuanya. Kenapa bisa drop 30%? Ya dia bilang inilah pasar saham,” ujar Jos dilansir dari saluran Youtube Syailendra Capital bertajuk “Kisah di Balik Dua investor Legendaris Indonesia” yang telah tayang setahun lalu.
Mengetahui hal tersebut, pikirannya pun tergelitik. Terlebih lagi, dia mengklaim sebagai orang yang positif. Sehingga dia pun berpikir: “Kalau sekejap bisa drop 30%, berarti dalam sekejap bisa naik 30% dong, ini seru, itulah pertama kali saya mulai ketertarikan masuk ke dunia saham,” ungkapnya.
(Foto: Dok. Syailendra Capital)
Setahun kemudian, tahun 1988, keluarlah film yang terkenal sekali pada waktu itu yang berjudul ”Wall Street”. Film itu berkisah tentang seorang investment banker yang diperankan Michael Douglas.
“Dia trading saham, sukses, keren banget. Pakaiannya keren, rumah keren, mobil keren, kantor keren banget. Begitu selesai nonton film itu, saya mau jadi si Gordon Gekko namanya. Saya harus bisa seperti itu. Itulah awalnya kenapa saya masuk ke dunia saham,” kata Jos.
Menurut dia, bekerja sebagai investor dan investment manager di bursa saham merupakan one of the best job in the world. Sebab, tidak perlu ribet membesarkan perusahaan, mencari karyawan, memikirkan produk agar bisa bersaing dengan kompetitor.
“Kita tinggal pilih industri apa yang bagus. Perusahaan mana yang bagus dalam industri itu dan management-nya sudah punya track record yang bagus kita tinggal beli sahamnya. Waktu kita beli sahamnya, efektif kita memiliki sebagian dari bisnis itu dan kita bisa tumbuh dengan bisnis tersebut. Dengan dikelola management yang andal,” jelasnya.
Tak heran jika dia akhirnya memulai karier sebagai fund manager sejak lulus kuliah dan mulai bekerja. Hal itu dilakukan untuk mendapatkan pengalaman cukup agar orang lain percaya menitipkan uangnya untuk dikelola.
Setelah mendapatkan kepercayaan dari banyak orang, dia pun mendirikan Syailendra Capital. Pendirian perusahaan asset management itu dilandaskan pada dua cita-cita. Pertama, membuktikan perusahaan lokal juga bisa bersaing dengan perusahaan asing dalam mengelola efek.
Kala itu, industri reksa dana didominasi oleh pemain-pemain dari luar negeri. “Saya ingin buktikan kita yang lokal-lokal bisa bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing ini kalau kita punya bisnis model sesuai,” katanya.
Kedua, dia ingin edukasi kepada masyarakat agar lebih melek investasi. Sebab, orang Indonesia menurutnya hanya mengenal instrumen investasi seperti tabungan dan deposito.
Selamat dari Krisis
Jos mungkin salah satu pialang pasar modal yang mengalami krisis 1998. Dia pun mengaku saat itu sudah bangkrut. Uang yang dia kumpulkan dan hasilkan dari pasar saham hanya bersisa USD15 ribu.
“Waktu itu Rupiah melemah dari Rp2.400 sudah sampai Rp17.000. banyak orang bilang Rupiah bisa sampai Rp25.000. Bagaimana caranya bisa recover, saya akhirnya convert semua dolar AS di deposito menjadi Rupiah di harga Rp17.000,” katanya.
Dia pun mengalokasikan seluruh dana hasil konversi itu ke saham PT Astra Internastonal Tbk (ASII). Menurut dia, saat itu harga saham Astra sudah turun dari Rp4.000 menjadi Rp450.
“Masa iya bisa turun lagi. Saya dorong semua uang ke Astra Internasional. Seminggu kemudian bisa turun ke setengahnya, tinggal Rp225. Ternyata apa yang kita pikir murah kalau krisis begitu pasar sangat emosional, sudah tidak rasional,” kisahnya.
“ Yang kita pikir murah bisa tuurn 50% lagi. Untung saya pegangin terus, saya bilang sudah deh, saya enggak sanggup cut lost lagi, sudah janji mau ambil long term view, jadi saya tungguin. Dalam sebulan tiba-tiba recover, naik jadi Rp700,” katanya.
Dengan menerapkan strategi nekat tanpa diversifikasi, Jos mengaku investasinya bisa kembali pulih dalam setahun. “Pelajaran yang bisa kita ambil. Pasar itu sangat emosional, selalu, waktu turun enggak kira-kira , waktu naik enggak kira-kira. Orang sudah enggak mikir valuasi lagi mau saat beli atau jualan,” pungkasnya.
Suwantara Gotama
(Dok. Ist)
Pialang lainnya yang cukup sukses dan dikenal kalangan pasar modal yaitu Suwantara Gautama. Meski begitu, informasi terkait profil dirinya masih sedikit.
Hanya bisa diketahui dari jejak jabatan di BEI hingga jual-beli sejumlah saham. Dilansir dari laporan tahunan BEI, Suwantara pernah menjabat sebagai Komisaris Bursa periode 2011-2014.
Selain sempat menjadi Komisaris BEI, mengutip majalah Pialang Indonesia (Edisi 12 Agustus 2013), Suwantara juga pernah menduduki kursi Direktur Utama perusahaan sekuritas PT CLSA Indonesia (kode broker: KZ).
Dari portofolio, dia diketahui memiliki saham di PT Mitrabahtera Segara Sejati (MBSS). Suwantara juga memiliki kepemilikan saham di emiten induk kurir Anteraja PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA).
Menurut Laporan Tahunan ASSA 2021--dengan asumsi belum ada perubahan yang berarti--per 31 Desember 2022, Suwantara memiliki 140,600,000 saham atau setara dengan 3,95 persen di emiten milik taipan TP Rachmat tersebut.
Suwantara juga sempat tercatat mempunyai saham emiten perkebunan sawit PT Gozco Plantations Tbk (GZCO). Menurut data pemegang efek GZCO per 31 Maret 2022, Suwantara pernah menguasai 7,28 persen saham perusahaan tersebut.
Namun, dalam data pemegang efek GZCO per 30 April 2022 menunjukkan kepemilikan Suwantara di Gozco sudah 0 persen. Ini artinya, Suwantara melego seluruh sahamnya, yang mencapai 436.551.400 saham. Demikian kisah para pialang di pasar modal Indonesia. Semoga bermanfaat.
(FRI)